Mau Naikin Harga Rokok, Menkeu Diminta Merujuk UU Cukai

Senin, 23 November 2020 - 13:29 WIB
loading...
Mau Naikin Harga Rokok,...
Perkumpulan GAPPRI berharap pemerintah agar mendengar aspirasi pelaku usaha, sehingga pertimbangan objektif akan menjadi lebih bijak dan harmonis. Foto/SINDOnews
A A A

JAKARTA- Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati belum memastikan waktu penerbitan aturan baru mengenai kenaikan tarif cukai rokok pada 2021. Menurutnya, tarif cukai rokok akan dikeluarkan pada waktunya untuk tujuan paling optimal dan dalam obyektif yang cukup banyak.

Bendahara Negara itu menambahkan, dalam penyusunan kebijakan banyak dimensi yang harus dihadapi, yang pertama yakni dimensi kesehatan, dimensi penerimaan negara, dimensi kondisi tenaga kerja, dimensi petani tembakau yang memasok industri rokok, dan dimensi maraknya rokok ilegal yang diproduksi di dalam negeri.

Menyikapi hal itu, Perkumpulan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) berharap pemerintah dalam hal ini Menteri Keuangan agar memperhatikan amanat Undang Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai dalam penyusunan rencana kebijakan Cukai Hasil Tembakau (CHT) tahun 2021.
(Baca juga:Gelombang Penolakan Kenaikan Cukai Rokok di 2021 Makin Besar)

Ketua Umum Perkumpulan GAPPRI, Henry Najoan mengatakan, amanat Pasal 5 Ayat (4) UU tentang Cukai menyebutkan bahwa dalam membuat alternatif kebijakan mengoptimalkan target penerimaan, Menteri yang bersangkutan harus memperhatikan kondisi industri dan aspirasi pelaku usaha industri.

“Penentuan besaran target penerimaan negara dari cukai pada Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) dan alternatif kebijakan Menteri dalam mengoptimalkan upaya mencapai target penerimaan, seharusnya dengan memperhatikan kondisi industri dan aspirasi pelaku usaha industri, dan disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) untuk mendapat persetujuan," kata Henry dalam keterangan resmi di Jakarta, Senin (23/11).

Dalam catatan Perkumpulan GAPPRI, selama ini pemerintah belum menjalankan amanat UU tentang Cukai. Pasalnya, aspirasi dan kondisi industri selama ini tidak mendapat perhatian dalam penentuan kebijakan cukai 2021."Sementara ratusan pabrik rokok sudah menutup operasi dan sebagian kecil yang masih survive kehilangan konsumen akibat tingginya harga rokok," imbuh Henry Najoan.

Henry Najoan menjelaskan lima dimensi yang dikemukakan menteri keuangan sebagaimana marak di berbagai media tidak menyebutkan, pertama, pelaku industri sebagai dimensi penting dalam rencana membuat kebijakan CHT 2021. Kedua, rencana Kementerian Keuangan menaikkan tarif CHT 2021 antara 13-20% kurang tepat di tengah pelemahan kinerja IHT. "Kenaikan tarif CHT 2020 yang sangat tinggi dan pelemahan daya beli akibat pandemi Covid-19 salah satu berdampak pada sektor IHT," ujar Henry.

Ketiga, rencana kebijakan kenaikan tarif CHT belum pernah dikomunikasikan dengan pelaku usaha. Karenanya Perkumpulan GAPPRI berharap sebaiknya perumusan kebijakan tersebut dilakukan secara transparan dan terukur, tidak mengorbankan IHT.

Perkumpulan GAPPRI berharap industri hasil tembakau (IHT) diberikan kesempatan untuk melakukan pemulihan paling sedikit dua tahun. Pihaknya juga berharap pemerintah agar mendengar aspirasi pelaku usaha, sehingga pertimbangan objektif akan menjadi lebih bijak dan harmonis.

“Salah satu aspirasi pelaku usaha yang patut dipertimbangkan adalah tidak menaikkan cukai hasil tembakau rokok setelah tahun ini. Sebab, IHT dua kali dihantam badai. Badai akibat kenaikan cukai 23% dan harga jual eceran (HJE) 35% dan pandemi Covid-19,” paparnya.

Henry menambahkan, tidak adanya kenaikan CHT akan mempercepat recovery bagi IHT. Percepatan recovery juga selaras dengan program pemerintah yang tengah fokus melakukan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) akibat pandemi. “Pemulihan ekonomi yang semakin cepat, akan menyelamatkan ratusan ribu hingga jutaan tenaga kerja di sektor industri hasil tembakau,” ujar Henry.

Perkumpulan GAPPRI pun mewanti-wanti bilamana pemerintah menaikan cukai 2021 di tengah pandemi Covid-19 dan pelemahan ekonomi justru berdampak negatif bagi semua stakeholders. "Antara lain terhadap penerimaan negara, serapan bahan baku, petani tembakau dan cengkeh, rasionalisasi tenaga kerja, serta rokok ilegal," pungkasnya.
(tim)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2408 seconds (0.1#10.140)