Napak Tilas Kritik Susi atas Ekspor Benih Lobster: Minta Agama Lindungi Plasma Nutfah
loading...
A
A
A
JAKARTA - Peraturan Menteri (Permen) Kelautan dan Perikanan (KP) No. 12 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Lobster, Kepiting, dan Rajungan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Kesatuan Republik Indonesia terus menjadi perhatian. Bahkan, sejumlah pihak menilai aturan tersebut harus dicabut.
Pencabutan beleid yang diterbitkan eks Menteri KKP Edhy Prabowo itu, lantaran diduga melegitimasi adanya praktik monopoli dalam proses ekspor BBL atau benur hingga berujung praktik suap atau korupsi.
Mantan Menteri KKP periode 2014-2019, Susi Pudjiastuti merupakan salah satu tokoh publik yang konsisten mengkritisi regulasi tersebut sejak awal diterbitkan. Meski begitu, dalih Susi bukan soal monopoli atau korupsi, namun pada keberlanjutan (sustainability) benih lobster dalam negeri. ( Baca juga:Jabat Menteri KP Ad Interim, Luhut Diminta Jangan Terjebak pada Pencitraan )
MNC News Portal merangkum sejumlah kritikan Susi Pudjiastuti terhadap kebijakan ekspor benih lobster.
Pertama: Ekspor Benur Merugikan Rakyat
Secara ekonomis, dia menilai, benih lobster sebagai sumber daya yang dimiliki Indonesia akan memiliki nilai ekonomi tinggi jika dibudidayakan. Tidak saja memberikan keuntungan bagi masyarakat, tapi juga bagi negara. Lobster yang dibudidayakan akan memiliki harga yang jauh lebih tinggi daripada benih lobster itu sendiri. Susi menyebut, lobster berukuran 400 gram hingga 500 gram bisa dihargai Rp600.000 hingga Rp800.000. Sementara benih lobster hanya dihargai Rp30.000-Rp60.000 dari nelayan.
Dalam sebuah video pendek yang diunggah melalui akun instagram @susipudjiasuti115 pada Sabtu (28/11/2020), dia mengutarakan, pada saat aktivitas ekspor benih lobster dilegalkan, benih lobster mengalami penurunan nilai karena dihargai pada kisaran Rp6.000-Rp15.000. Hal ini memberikan kerugian bagi nelayan.
"Kenapa kita harus ambil bibitnya (lobster), uda begitu pakai kuota ekspor lagi, kemudian, dulu saya larang, harganya itu Rp30.000, Rp40.000, bahkan sampai Rp60.000 bibit lobsternya dari nelayan, sekarang setelah dilegalkan dan diatur dengan kuota nelayan cuman dapat Rp7.000, Rp15.000. Itu lah pola pikir dan dasar saya menjadi Menteri, saya punya amanah, saya lakukan meninggalkan legacy untuk melindungi para nelayan," ujar Susi.
Kedua: Menanggapi Komentar Luhut Binsar Pandjaitan
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi sekaligus Menteri KKP ad interim Luhut Binsar Pandjaitan menegaskan bahwa Permen KP No. 12 Tahun 2020 tidak mengalami kecacatan atau bermasalah.
Pencabutan beleid yang diterbitkan eks Menteri KKP Edhy Prabowo itu, lantaran diduga melegitimasi adanya praktik monopoli dalam proses ekspor BBL atau benur hingga berujung praktik suap atau korupsi.
Mantan Menteri KKP periode 2014-2019, Susi Pudjiastuti merupakan salah satu tokoh publik yang konsisten mengkritisi regulasi tersebut sejak awal diterbitkan. Meski begitu, dalih Susi bukan soal monopoli atau korupsi, namun pada keberlanjutan (sustainability) benih lobster dalam negeri. ( Baca juga:Jabat Menteri KP Ad Interim, Luhut Diminta Jangan Terjebak pada Pencitraan )
MNC News Portal merangkum sejumlah kritikan Susi Pudjiastuti terhadap kebijakan ekspor benih lobster.
Pertama: Ekspor Benur Merugikan Rakyat
Secara ekonomis, dia menilai, benih lobster sebagai sumber daya yang dimiliki Indonesia akan memiliki nilai ekonomi tinggi jika dibudidayakan. Tidak saja memberikan keuntungan bagi masyarakat, tapi juga bagi negara. Lobster yang dibudidayakan akan memiliki harga yang jauh lebih tinggi daripada benih lobster itu sendiri. Susi menyebut, lobster berukuran 400 gram hingga 500 gram bisa dihargai Rp600.000 hingga Rp800.000. Sementara benih lobster hanya dihargai Rp30.000-Rp60.000 dari nelayan.
Dalam sebuah video pendek yang diunggah melalui akun instagram @susipudjiasuti115 pada Sabtu (28/11/2020), dia mengutarakan, pada saat aktivitas ekspor benih lobster dilegalkan, benih lobster mengalami penurunan nilai karena dihargai pada kisaran Rp6.000-Rp15.000. Hal ini memberikan kerugian bagi nelayan.
"Kenapa kita harus ambil bibitnya (lobster), uda begitu pakai kuota ekspor lagi, kemudian, dulu saya larang, harganya itu Rp30.000, Rp40.000, bahkan sampai Rp60.000 bibit lobsternya dari nelayan, sekarang setelah dilegalkan dan diatur dengan kuota nelayan cuman dapat Rp7.000, Rp15.000. Itu lah pola pikir dan dasar saya menjadi Menteri, saya punya amanah, saya lakukan meninggalkan legacy untuk melindungi para nelayan," ujar Susi.
Kedua: Menanggapi Komentar Luhut Binsar Pandjaitan
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi sekaligus Menteri KKP ad interim Luhut Binsar Pandjaitan menegaskan bahwa Permen KP No. 12 Tahun 2020 tidak mengalami kecacatan atau bermasalah.