Jabat Menteri KP Ad Interim, Luhut Diminta Jangan Terjebak pada Pencitraan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia--lembaga nasional yang menghimpun praktik destructive fishing (DF) atau kegiatan penangkapan ikan tidak ramah lingkungan--menyatakan mencuatnya pidana korupsi dalam perizinan ekspor benih lobster yang menjerat Edhy Prabowo mengindikasikan bahwa selama ini Kementerian kelautan dan Perikanan hanya fokus pada regulasi benih lobster dan melupakan prioritas program strategis lainnya.
Padahal di masa pandemi seperti saat ini, Presiden Jokowi berulang kali meminta para menterinya untuk bekerja lebih keras dan mencari terobosan untuk mengatasi krisis dan meningkatkan perlindungan ekonomi masyarakat. ( Baca juga:Kebijakan Ekspor Benih Lobster Masih (Terus) Dievaluasi )
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mempunyai peran untuk memberikan perlindungan ekonomi kepada kelompok nelayan, pembudidaya dan pelaku usaha di masa krisis seperti saat ini. Sayangnya hal tersebut gagal dijalankan secara sungguh-sungguh.
“Hal ini bisa dilihat dari rendahnya kemampuan belanja KKP karena sampai dengan bulan Sept 2020 lalu, penyerapan anggaran hanya 50,28% dari pagu APBN sebesar Rp5,082 triliuan” kata Moh. Abdi Suhufan, Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia, dalam keterangan tertulisnya dikutip Minggu (29/11/2020).
Kondisi ini sangat ironis karena masyarakat kelautan dan perikanan sangat membutuhakn intervensi dan stimulus pemerintah untuk mempertahankan keberlanjutan kehidupan dan usaha. Yang paling memprihatinkan adalah belanja untuk kegiatan budidaya melalui Ditjen Perikanan Budidaya hanya sebesar Rp328 miliar atau 32,24% dari pagu sebesar Rp1,018 triliun.
“Tujuan pemerintah melakukan refokusing anggaran dengan maksud menopang ekonomi pembudidaya akhirnya gagal tercapai,” tambah Abdi.
Momentum saat ini perlu dimanfaatkan oleh KKP untuk kembali melihat prioritas pembangunan sektor kelautan dan perikanan, terutama yang menyentuh kehidupan nelayan, pembudidaya dan masyarakat pesisir.
“PR (pekerjaan rumah) KKP masih banyak seperti menciptakan lapangan kerja baru di sektor perikanan, memulihkan serapan pasar terhadap produk perikanan yang tertekan selama pandemi, mendorong BUMN perikanan untuk mengaktifkan sistim logistik ikan yang mandek serta mengimplementasikan kegiatan budidaya perikanan yang hingga saat ini belum kelihatan di lapangan,” kata Abdi.
Sementara itu peneliti DFW-Indonesia, Muh Arifuddin meminta presiden Jokowi untuk mendukung langkah KPK melakukan bersih-bersih di KKP. “Tidak hanya kasus saat ini, tapi juga melakukan penataan ulang terhadap format kelembagan dan komposisi pejabat KKP agar mencegah perilaku koruptif,” kata Arif. ( Baca juga:Dua Pengendara Motor Tabrakan, Satu Tewas dan Satu Luka Parah )
Dia berharap agar Jokowi tidak salah menempatkan orang untuk menjadi Menteri KP pengganti Edhy Prabowo. “Pilih figur yang bersih, mengerti masalah dan lapangan serta yang bisa bekerja cepat,” jelas Arif.
Sementara itu, dengan masa jabatan yang singkat, Arif meminta agar Menteri KP Ad Interim, Luhut Binsar Panjaitan agar fokus pada program yang bersentuhan langsung pada kelompok rentan di pesisir.
“Pak Luhut sebaiknya fokus dan memastikan belanja KKP terserap untuk mengatasi masalah ekonomi nelayan dan pembudidaya yang terdampak krisis, jangan terjebak pada program pencitraan yang tidak perlu,” kata Arif.
Lihat Juga: Cerita Mahfud MD Dikawal 2 Anggota Sat-81/Gultor Kopassus Anak Buah Luhut saat Konflik Cicak Vs Buaya
Padahal di masa pandemi seperti saat ini, Presiden Jokowi berulang kali meminta para menterinya untuk bekerja lebih keras dan mencari terobosan untuk mengatasi krisis dan meningkatkan perlindungan ekonomi masyarakat. ( Baca juga:Kebijakan Ekspor Benih Lobster Masih (Terus) Dievaluasi )
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mempunyai peran untuk memberikan perlindungan ekonomi kepada kelompok nelayan, pembudidaya dan pelaku usaha di masa krisis seperti saat ini. Sayangnya hal tersebut gagal dijalankan secara sungguh-sungguh.
“Hal ini bisa dilihat dari rendahnya kemampuan belanja KKP karena sampai dengan bulan Sept 2020 lalu, penyerapan anggaran hanya 50,28% dari pagu APBN sebesar Rp5,082 triliuan” kata Moh. Abdi Suhufan, Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia, dalam keterangan tertulisnya dikutip Minggu (29/11/2020).
Kondisi ini sangat ironis karena masyarakat kelautan dan perikanan sangat membutuhakn intervensi dan stimulus pemerintah untuk mempertahankan keberlanjutan kehidupan dan usaha. Yang paling memprihatinkan adalah belanja untuk kegiatan budidaya melalui Ditjen Perikanan Budidaya hanya sebesar Rp328 miliar atau 32,24% dari pagu sebesar Rp1,018 triliun.
“Tujuan pemerintah melakukan refokusing anggaran dengan maksud menopang ekonomi pembudidaya akhirnya gagal tercapai,” tambah Abdi.
Momentum saat ini perlu dimanfaatkan oleh KKP untuk kembali melihat prioritas pembangunan sektor kelautan dan perikanan, terutama yang menyentuh kehidupan nelayan, pembudidaya dan masyarakat pesisir.
“PR (pekerjaan rumah) KKP masih banyak seperti menciptakan lapangan kerja baru di sektor perikanan, memulihkan serapan pasar terhadap produk perikanan yang tertekan selama pandemi, mendorong BUMN perikanan untuk mengaktifkan sistim logistik ikan yang mandek serta mengimplementasikan kegiatan budidaya perikanan yang hingga saat ini belum kelihatan di lapangan,” kata Abdi.
Sementara itu peneliti DFW-Indonesia, Muh Arifuddin meminta presiden Jokowi untuk mendukung langkah KPK melakukan bersih-bersih di KKP. “Tidak hanya kasus saat ini, tapi juga melakukan penataan ulang terhadap format kelembagan dan komposisi pejabat KKP agar mencegah perilaku koruptif,” kata Arif. ( Baca juga:Dua Pengendara Motor Tabrakan, Satu Tewas dan Satu Luka Parah )
Dia berharap agar Jokowi tidak salah menempatkan orang untuk menjadi Menteri KP pengganti Edhy Prabowo. “Pilih figur yang bersih, mengerti masalah dan lapangan serta yang bisa bekerja cepat,” jelas Arif.
Sementara itu, dengan masa jabatan yang singkat, Arif meminta agar Menteri KP Ad Interim, Luhut Binsar Panjaitan agar fokus pada program yang bersentuhan langsung pada kelompok rentan di pesisir.
“Pak Luhut sebaiknya fokus dan memastikan belanja KKP terserap untuk mengatasi masalah ekonomi nelayan dan pembudidaya yang terdampak krisis, jangan terjebak pada program pencitraan yang tidak perlu,” kata Arif.
Lihat Juga: Cerita Mahfud MD Dikawal 2 Anggota Sat-81/Gultor Kopassus Anak Buah Luhut saat Konflik Cicak Vs Buaya
(uka)