Emiten Produsen Kemasan Ini Optimistis Raup Pendapatan Rp1,68 Triliun
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pandemi Covid-19 yang terjadi sejak bulan Maret 2020 di Indonesia secara umum berdampak terhadap terhambatnya kegiatan operasional hampir seluruh perusahaan, tak terkecuali emiten produsen kemasan PT Satyamitra Kemas Lestari Tbk (SMKL). Sehingga Pemerintah memandang pentingnya pemberlakuan Kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Direktur Satyamitra Kemas Lestari Heriyanto S Hidayat mengatakan pemberlakuan PSBB, menyebabkan tingkat konsumsi masyarakat menurun tajam dan pertumbuhan ekonomi anjlok. PSBB pun terus diperpanjang dan berdampak pada melambatnya kegiatan operasional perseroan dan proses produksi.
“Di sisi lain, para pelanggan juga menghadapi masalah yang sama bahkan sebagian pelanggan menutup kegiatan usaha mereka. Masalah dan hambatan yang terjadi tersebut menyebabkan turunnya perolehan pendapatan, cahsflow pun terganggu,” kata dia dalam paparan publik perseroan di Jakarta, Kamis (3/12/2020).
Sepanjang Januari-Juni 2020, penjualan Satyamitra Kemas Lestari hanya mencapai Rp832,47 miliar (60.017 ton), turun sedikit jika dibandingkan pada periode yang sama tahun 2019 sebesar Rp918,69 miliar (60.437 ton). Meski demikian, laba sebelum pajak perseroan mengalami lonjakan tajam menjadi Rp20,140 miliar sepanjang periode Januari-Juni 2020, dibandingkan Rp765,35 juta yang diperoleh pada periode yang sama tahun 2019.
(Baca Juga : Liga Ditunda, Emiten Bali United Rugi Rp22,4 Miliar )
“Kami memperkirakan penjualan pada semester II/2020 akan naik sedikit menjadi Rp850 miliar (62.000 ton) dari Rp832,47 miliar (60.437 ton). Sehingga penjualan selama tahun 2020 diproyeksikan akan mencapai Rp1,68 triliun,” sebutnya.
Untuk catatan, pada bulan Juli 2019 perseroan menjual saham kepada masyarakat sebanyak 650 juta saham dan memperoleh dana sekitar Rp125,45 miliar. Setelah dikurangi dengan biaya emisi dan biaya lainnya, perusahaan telah menggunakan dana tersebut sebesar 40% atau Rp48,43 miliar untuk membeli persediaan bahan baku kertas dan Penyelesaian Implementasi Sistem SAP, sebanyak 30% atau Rp36,32 miliar untuk pelunasan sebagian utang dan sisanya 30% atau Rp36,32 miliar untuk pembelian mesin dan lokasi baru.
Pada 23 September 2020, perseroan telah menggunakan laba bersih tahun 2019 untuk pembagian dividen sebesar Rp17 miliar atau 83,58% dari total laba bersih atau Rp5 per saham. Perseroan juga menggunakan sebagian laba bersih yaitu 4,92% atau Rp1 miliar sebagai dana cadangan umum dan 11,50% dari keuntungan sisanya atau Rp2,34 miliar digunakan sebagai laba ditahan.
(Baca Juga : Tanpa Libur Panjang, Perayaan Natal Tetap Akan Mendongkrak Konsumsi Masyarakat )
Lebih lanjut dia menjelaskan, pada tahun 2021 pemerintah telah menunjuk empat sektor industri sebagai prioritas bagi revolusi Industri 4.0. Keempat sektor itu adalah sektor makanan dan minuman, sektor tekstil dan busana, sektor otomotif dan sektor biokimia serta sektor elektronik. Pemerintah telah memfokuskan masing-masing sektor menjadi kekuatan besar bagi industri nasional. Sektor makanan dan minuman (mamin) akan menjadi fokus pemerintah sebagai kekuatan besar bagi Indonesia di kancah Asean.
Pemerintah juga akan memfokuskan sektor tekstil dan busana yang selama ini menyumbang 60% terhadap PDB manufaktur, menjadi produsen functional clothing terkemuka. Demikian sektor otomotif yang menyumbang 65% terhadap ekspor manufaktur dan sektor biokimia serta elektronik yang telah menyerap 60% pekerja sektor manufaktur.
Heriyanto menjelaskan sektor industri tersebut adalah sektor potensial yang selama ini menjadi pasar bagi produk perseroan. Belum lagi dukungan dari pertumbuhan kelas menengah di tahun-tahun mendatang juga akan memperkuat pasar bagi produk perseroan.
“Sehingga propsek perseroan di masa mendatang akan berjalan seiring dengan pertumbuhan sektor-sektor tersebut. Industri kemasan yang menjadi produk kami, akan memiliki peranan penting bagi sektor-sektor tersebut. Sebab produk kemasan akan menjadi daya saing suatu produk terutama untuk produk-produk yang dikonsumsi langsung oleh masyarakat (consumer goods) dan produk ritel,” tutupnya.
Lihat Juga: Jurusan Manajemen Industri Jasa Makanan dan Gizi IPB, Mahasiswa Bisa Belajar Kuliner hingga Diet
Direktur Satyamitra Kemas Lestari Heriyanto S Hidayat mengatakan pemberlakuan PSBB, menyebabkan tingkat konsumsi masyarakat menurun tajam dan pertumbuhan ekonomi anjlok. PSBB pun terus diperpanjang dan berdampak pada melambatnya kegiatan operasional perseroan dan proses produksi.
“Di sisi lain, para pelanggan juga menghadapi masalah yang sama bahkan sebagian pelanggan menutup kegiatan usaha mereka. Masalah dan hambatan yang terjadi tersebut menyebabkan turunnya perolehan pendapatan, cahsflow pun terganggu,” kata dia dalam paparan publik perseroan di Jakarta, Kamis (3/12/2020).
Sepanjang Januari-Juni 2020, penjualan Satyamitra Kemas Lestari hanya mencapai Rp832,47 miliar (60.017 ton), turun sedikit jika dibandingkan pada periode yang sama tahun 2019 sebesar Rp918,69 miliar (60.437 ton). Meski demikian, laba sebelum pajak perseroan mengalami lonjakan tajam menjadi Rp20,140 miliar sepanjang periode Januari-Juni 2020, dibandingkan Rp765,35 juta yang diperoleh pada periode yang sama tahun 2019.
(Baca Juga : Liga Ditunda, Emiten Bali United Rugi Rp22,4 Miliar )
“Kami memperkirakan penjualan pada semester II/2020 akan naik sedikit menjadi Rp850 miliar (62.000 ton) dari Rp832,47 miliar (60.437 ton). Sehingga penjualan selama tahun 2020 diproyeksikan akan mencapai Rp1,68 triliun,” sebutnya.
Untuk catatan, pada bulan Juli 2019 perseroan menjual saham kepada masyarakat sebanyak 650 juta saham dan memperoleh dana sekitar Rp125,45 miliar. Setelah dikurangi dengan biaya emisi dan biaya lainnya, perusahaan telah menggunakan dana tersebut sebesar 40% atau Rp48,43 miliar untuk membeli persediaan bahan baku kertas dan Penyelesaian Implementasi Sistem SAP, sebanyak 30% atau Rp36,32 miliar untuk pelunasan sebagian utang dan sisanya 30% atau Rp36,32 miliar untuk pembelian mesin dan lokasi baru.
Pada 23 September 2020, perseroan telah menggunakan laba bersih tahun 2019 untuk pembagian dividen sebesar Rp17 miliar atau 83,58% dari total laba bersih atau Rp5 per saham. Perseroan juga menggunakan sebagian laba bersih yaitu 4,92% atau Rp1 miliar sebagai dana cadangan umum dan 11,50% dari keuntungan sisanya atau Rp2,34 miliar digunakan sebagai laba ditahan.
(Baca Juga : Tanpa Libur Panjang, Perayaan Natal Tetap Akan Mendongkrak Konsumsi Masyarakat )
Lebih lanjut dia menjelaskan, pada tahun 2021 pemerintah telah menunjuk empat sektor industri sebagai prioritas bagi revolusi Industri 4.0. Keempat sektor itu adalah sektor makanan dan minuman, sektor tekstil dan busana, sektor otomotif dan sektor biokimia serta sektor elektronik. Pemerintah telah memfokuskan masing-masing sektor menjadi kekuatan besar bagi industri nasional. Sektor makanan dan minuman (mamin) akan menjadi fokus pemerintah sebagai kekuatan besar bagi Indonesia di kancah Asean.
Pemerintah juga akan memfokuskan sektor tekstil dan busana yang selama ini menyumbang 60% terhadap PDB manufaktur, menjadi produsen functional clothing terkemuka. Demikian sektor otomotif yang menyumbang 65% terhadap ekspor manufaktur dan sektor biokimia serta elektronik yang telah menyerap 60% pekerja sektor manufaktur.
Heriyanto menjelaskan sektor industri tersebut adalah sektor potensial yang selama ini menjadi pasar bagi produk perseroan. Belum lagi dukungan dari pertumbuhan kelas menengah di tahun-tahun mendatang juga akan memperkuat pasar bagi produk perseroan.
“Sehingga propsek perseroan di masa mendatang akan berjalan seiring dengan pertumbuhan sektor-sektor tersebut. Industri kemasan yang menjadi produk kami, akan memiliki peranan penting bagi sektor-sektor tersebut. Sebab produk kemasan akan menjadi daya saing suatu produk terutama untuk produk-produk yang dikonsumsi langsung oleh masyarakat (consumer goods) dan produk ritel,” tutupnya.
Lihat Juga: Jurusan Manajemen Industri Jasa Makanan dan Gizi IPB, Mahasiswa Bisa Belajar Kuliner hingga Diet
(her)