Pedagang Online Diminta Tak Tawarkan Gula-Gula yang Pahit
loading...
A
A
A
JAKARTA - Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) mengingatkan agar penjual online tidak melakukan strategi gimmick marketing yang tidak bertanggung jawab selama momentum Harbolnas .
Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Rizal Halim mengingatkan pelaku e-commerce, khususnya penjual online, harus bisa memberikan tawaran yang logis dan valid kepada konsumen. Selain itu juga tidak boleh melakukan quasi promotion atau quasi marketing.
"Biasanya itu disebut gimmick marketing. Tapi tidak boleh berlebihan. Terlebih bila hanya sekedar menarik pasar, namun tidak ada realisasi nyata," ujar Rizal hari ini (12/12) di Jakarta.( Baca juga:Fintech Ilegal Jerumuskan Warga ke Jurang Kemiskinan )
BPKN mencatat hingga Agustus 2020 lalu, jumlah pengaduan di sektor e-commerce mencapai 185 pengaduan. Sejumlah 140 pengaduan sedang dalam proses, dan sisanya 45 pengaduan sudah selesai diproses. "Hingga Desember aduan khusus e-commerce sudah di atas 200 kasus," terangnya.
Pengaduan e-commerce di antaranya seperti kasus pembobolan akun konsumen di e-commerce, produk yang tidak sesuai dengan pesanan konsumen baik jasa atau barang, lalu produk yang tidak sampai ke konsumen, pemberian hadiah lewat game online, dan refund atau pembatalan barang yang kosong. "BPKN memusatkan perhatiannya pada jenis pengaduan pembobolan akun konsumen di e-commerce," ujar Rizal.
Dia meminta masyarakat agar tetap cerdas dan bijak dalam mengambil keputusan belanja online. Perilaku pembelian sebaiknya berdasarkan kebutuhan dan rasionalitas atas tawaran yang diberikan oleh platform belanja online.
Dirinya berharap semoga harbolnas tahun ini menjadi momentum memperkuat iklim usaha dan kepercayaan konsumen sehingga pemulihan ekonomi nasional bisa terakselerasi dengan baik. "Harapannya agar hari ini dapat kembali menstimulus daya beli dan iklim ritel yang tertekan di tengah pandemi," tambahnya.( Baca juga:Soal Aliran Dana Suap Bansos Covid-19 ke Parpol, KPK Bilang Begini )
Koordinator Bidang Pengaduan dan Hukum YLKI, Larsi, mencontohkan gimmick marketing yang berlebihan yang kerap terjadi di e-commerce. Salah satunya memberi diskon 50 atau 90%. Ini harus diwaspadai khususnya untuk barang kurang familiar atau tidak terkenal. "Kalau barang merek terkenal bisa dibandingkan harga dasarnya tapi jika barang lain yang tidak diketahui karena memang tidak ada standar harga," ujar Larsi saat dihubungi.
Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Rizal Halim mengingatkan pelaku e-commerce, khususnya penjual online, harus bisa memberikan tawaran yang logis dan valid kepada konsumen. Selain itu juga tidak boleh melakukan quasi promotion atau quasi marketing.
"Biasanya itu disebut gimmick marketing. Tapi tidak boleh berlebihan. Terlebih bila hanya sekedar menarik pasar, namun tidak ada realisasi nyata," ujar Rizal hari ini (12/12) di Jakarta.( Baca juga:Fintech Ilegal Jerumuskan Warga ke Jurang Kemiskinan )
BPKN mencatat hingga Agustus 2020 lalu, jumlah pengaduan di sektor e-commerce mencapai 185 pengaduan. Sejumlah 140 pengaduan sedang dalam proses, dan sisanya 45 pengaduan sudah selesai diproses. "Hingga Desember aduan khusus e-commerce sudah di atas 200 kasus," terangnya.
Pengaduan e-commerce di antaranya seperti kasus pembobolan akun konsumen di e-commerce, produk yang tidak sesuai dengan pesanan konsumen baik jasa atau barang, lalu produk yang tidak sampai ke konsumen, pemberian hadiah lewat game online, dan refund atau pembatalan barang yang kosong. "BPKN memusatkan perhatiannya pada jenis pengaduan pembobolan akun konsumen di e-commerce," ujar Rizal.
Dia meminta masyarakat agar tetap cerdas dan bijak dalam mengambil keputusan belanja online. Perilaku pembelian sebaiknya berdasarkan kebutuhan dan rasionalitas atas tawaran yang diberikan oleh platform belanja online.
Dirinya berharap semoga harbolnas tahun ini menjadi momentum memperkuat iklim usaha dan kepercayaan konsumen sehingga pemulihan ekonomi nasional bisa terakselerasi dengan baik. "Harapannya agar hari ini dapat kembali menstimulus daya beli dan iklim ritel yang tertekan di tengah pandemi," tambahnya.( Baca juga:Soal Aliran Dana Suap Bansos Covid-19 ke Parpol, KPK Bilang Begini )
Koordinator Bidang Pengaduan dan Hukum YLKI, Larsi, mencontohkan gimmick marketing yang berlebihan yang kerap terjadi di e-commerce. Salah satunya memberi diskon 50 atau 90%. Ini harus diwaspadai khususnya untuk barang kurang familiar atau tidak terkenal. "Kalau barang merek terkenal bisa dibandingkan harga dasarnya tapi jika barang lain yang tidak diketahui karena memang tidak ada standar harga," ujar Larsi saat dihubungi.
(uka)