Ekspor Meningkat, Industri Oleokimia Diprediksi Semakin Positif di 2021
loading...
A
A
A
JAKARTA - Asosiasi Produsen Oleochemical Indonesia (APOLIN) meyakini bahwa industri oleokimia semakin positif di 2021. Indikator itu terlihat dari meningkatnya ekspor industri tersebut sepanjang 2020.
Berdasarkan data Pusat Statistik Data untuk ekspor produk oleokimia dengan 15 HS Code menunjukkan volume ekpor produk oleokimia dari Januari-November 2020 mencapai 3,5 juta ton dan nilai ekspornya sebesar USD2,4 miliar. Capaian ini lebih tinggi dibandingkan periode sama 2019 masing-masing volume ekspor 3 juta ton dan nilai ekspornya USD1,9 miliar.
Sementara di pasar domestik, sepanjang tahun 2020 ini berada pada 150 ribu ton per bulan, sehingga volume konsumi produk oleochemical di pasar domestik berkisar 1,8 juta-2 juta ton.
“Hingga akhir tahun 2020, volume ekspor diproyeksikan sebesar 3,87 juta ton. Sementara nilai ekspornya sebesar USD2,6 miliar,” kata Rapolo Hutabarat, Ketua Umum APOLIN, dalam keterangan resminya, Rabu (23/12/2020). ( Baca juga:Kenaikan Cukai Rokok, Tak Cukup Jadi Solusi )
Ia menjelaskan bahwa industri oleochemical Indonesia bisa tumbuh positif sepanjang 2020 karena sejalan dengan kebijakan pemerintah melalui izin operasional dan mobilitas kegiatan industri (IOMKI). Dengan adanya IOMKI tersebut maka pasokan bahan baku, proses produksi, logistik dan pengiriman ke pasar ekspor dan pasar di dalam negeri berjalan dengan lancar.
Sementara terkait PMK 191/2020, lanjut Rapolo, merupakan oase bagi semua pemangku kepentingan industri sawit di Indonesia mulai dari sektor hulu (petani, perkebunan dan perkebunan terintegrasi); mid downstream (refinery) dan further downstream (produsen FAME dan produsen Oleochemical) termasuk pemerintah.
PMK 191/2020 memberikan empat benefit bagi industri sawit. Pertama, adanya kepastian penghimpunan dana yang dilakukan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapsa Sawit, yang dapat digunakan untuk berbagai hal di industri sawit seperti Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) yang perlu ditingkatkan luasnya dari 180 ribu hektar menjadi 500 ribu hektar per tahun mulai tahun 2021; kesinambungan pendanaan riset-riset industri sawit; program bea siswa; pendanaan promosi dan advokasi.
Kedua, pelaku usaha dan pemerintah untuk melanjutkan program mandatori B30 yang bisa dilanjutkan menjadi B40 bahkan B50. Ketiga, program B30 saat ini merupakan tulang punggung utama industri sawit Indonesia karena menyerap 9,6 juta KL FAME (memang ada kontraksi sedikit tahun 2020 ini karena adanya pandemi Covid-19).
Keempat, Momentum paling besar dari terbitnya PMK 191/2020 ini dapat dikatakan sebagai persiapan implementasi program B40 yang sudah barang tentu akan menyerap CPO di dalam negeri kira-kira 12 juta-13 juta ton yang artinya adanya penambahan konsumsi CPO di dalam negeri sebesar kira-kira 2,8 juta-3 juta ton. Potensi peningkatan ini harus ditangkap atau terjemahkan sebagai salah satu strategi jitu industri sawit Indonesia guna menghadapi pasar global yang selalu menyudutkan industri sawit Indonesia. ( Baca juga:Suap Bansos Covid-19, KPK Perpanjang Penahanan Juliari Peter Batubara 40 Hari )
“Dari sisi industri oleochemical Indonesia, kami memandang bahwa langkah pemerintah sudah sangat tepat karena dengan kenaikan pungutan ini maka menjamin tersedianya bahan baku industri oleochemical dan akan mendorong adanya investasi di sektor oleochemical. Sebagai informasi bahwa tahun 2020 ini ada investasi sektor oleochemical yang akan meningkatkan volume produksi nasional kita tahun 2021 yang akan datang,” ujar Rapolo.
APOLIN memproyeksikan pasar domestik dan ekspor semakin positif pada 20201. Di pasar ekspor tahun 2021 kami perkirakan volume akan tumbuh berkisar 17%-22% sehingga rata-rata volume ekspor oleokimia Indonesia akan berada di kisaran 364 ribu sampai 379 ribu ton per bulan. Dengan kata lain volume ekspor oleochemical Indonesia tahun 2021 akan berada di kisaran 4,3 sampai 4,6 juta ton.
Sedangkan pasar domestik berada pada 150 ribu ton per bulan dan untuk tahun 2021 akan tumbuh 10-12%, sehingga volume serapan di dalam negeri berada pada kisaran 165-168 ribu ton per bulan.
Rapolo menambahkan tantangan 2021 industri oleokimia akan menghadapi seberapa cepat pemulihan ekonomi dari negara-negara tujuan ekspor utama produk oleochemical Indonesia, seperti India, Tiongkok, Eropa, Pakistan dan lain-lain. Kalau pemulihan ekonomi negara-negara utama tujuan ekspor tersebut dapat segera pulih, maka ada harapan yang positif atau permintaan produk oleochemical Indonesia akan tetap tumbuh positif.
Berdasarkan data Pusat Statistik Data untuk ekspor produk oleokimia dengan 15 HS Code menunjukkan volume ekpor produk oleokimia dari Januari-November 2020 mencapai 3,5 juta ton dan nilai ekspornya sebesar USD2,4 miliar. Capaian ini lebih tinggi dibandingkan periode sama 2019 masing-masing volume ekspor 3 juta ton dan nilai ekspornya USD1,9 miliar.
Sementara di pasar domestik, sepanjang tahun 2020 ini berada pada 150 ribu ton per bulan, sehingga volume konsumi produk oleochemical di pasar domestik berkisar 1,8 juta-2 juta ton.
“Hingga akhir tahun 2020, volume ekspor diproyeksikan sebesar 3,87 juta ton. Sementara nilai ekspornya sebesar USD2,6 miliar,” kata Rapolo Hutabarat, Ketua Umum APOLIN, dalam keterangan resminya, Rabu (23/12/2020). ( Baca juga:Kenaikan Cukai Rokok, Tak Cukup Jadi Solusi )
Ia menjelaskan bahwa industri oleochemical Indonesia bisa tumbuh positif sepanjang 2020 karena sejalan dengan kebijakan pemerintah melalui izin operasional dan mobilitas kegiatan industri (IOMKI). Dengan adanya IOMKI tersebut maka pasokan bahan baku, proses produksi, logistik dan pengiriman ke pasar ekspor dan pasar di dalam negeri berjalan dengan lancar.
Sementara terkait PMK 191/2020, lanjut Rapolo, merupakan oase bagi semua pemangku kepentingan industri sawit di Indonesia mulai dari sektor hulu (petani, perkebunan dan perkebunan terintegrasi); mid downstream (refinery) dan further downstream (produsen FAME dan produsen Oleochemical) termasuk pemerintah.
PMK 191/2020 memberikan empat benefit bagi industri sawit. Pertama, adanya kepastian penghimpunan dana yang dilakukan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapsa Sawit, yang dapat digunakan untuk berbagai hal di industri sawit seperti Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) yang perlu ditingkatkan luasnya dari 180 ribu hektar menjadi 500 ribu hektar per tahun mulai tahun 2021; kesinambungan pendanaan riset-riset industri sawit; program bea siswa; pendanaan promosi dan advokasi.
Kedua, pelaku usaha dan pemerintah untuk melanjutkan program mandatori B30 yang bisa dilanjutkan menjadi B40 bahkan B50. Ketiga, program B30 saat ini merupakan tulang punggung utama industri sawit Indonesia karena menyerap 9,6 juta KL FAME (memang ada kontraksi sedikit tahun 2020 ini karena adanya pandemi Covid-19).
Keempat, Momentum paling besar dari terbitnya PMK 191/2020 ini dapat dikatakan sebagai persiapan implementasi program B40 yang sudah barang tentu akan menyerap CPO di dalam negeri kira-kira 12 juta-13 juta ton yang artinya adanya penambahan konsumsi CPO di dalam negeri sebesar kira-kira 2,8 juta-3 juta ton. Potensi peningkatan ini harus ditangkap atau terjemahkan sebagai salah satu strategi jitu industri sawit Indonesia guna menghadapi pasar global yang selalu menyudutkan industri sawit Indonesia. ( Baca juga:Suap Bansos Covid-19, KPK Perpanjang Penahanan Juliari Peter Batubara 40 Hari )
“Dari sisi industri oleochemical Indonesia, kami memandang bahwa langkah pemerintah sudah sangat tepat karena dengan kenaikan pungutan ini maka menjamin tersedianya bahan baku industri oleochemical dan akan mendorong adanya investasi di sektor oleochemical. Sebagai informasi bahwa tahun 2020 ini ada investasi sektor oleochemical yang akan meningkatkan volume produksi nasional kita tahun 2021 yang akan datang,” ujar Rapolo.
APOLIN memproyeksikan pasar domestik dan ekspor semakin positif pada 20201. Di pasar ekspor tahun 2021 kami perkirakan volume akan tumbuh berkisar 17%-22% sehingga rata-rata volume ekspor oleokimia Indonesia akan berada di kisaran 364 ribu sampai 379 ribu ton per bulan. Dengan kata lain volume ekspor oleochemical Indonesia tahun 2021 akan berada di kisaran 4,3 sampai 4,6 juta ton.
Sedangkan pasar domestik berada pada 150 ribu ton per bulan dan untuk tahun 2021 akan tumbuh 10-12%, sehingga volume serapan di dalam negeri berada pada kisaran 165-168 ribu ton per bulan.
Rapolo menambahkan tantangan 2021 industri oleokimia akan menghadapi seberapa cepat pemulihan ekonomi dari negara-negara tujuan ekspor utama produk oleochemical Indonesia, seperti India, Tiongkok, Eropa, Pakistan dan lain-lain. Kalau pemulihan ekonomi negara-negara utama tujuan ekspor tersebut dapat segera pulih, maka ada harapan yang positif atau permintaan produk oleochemical Indonesia akan tetap tumbuh positif.
(uka)