Merger Bank Syariah BUMN Diharapkan Bisa Bersaing dengan Malaysia

Minggu, 27 Desember 2020 - 15:30 WIB
loading...
Merger Bank Syariah BUMN Diharapkan Bisa Bersaing dengan Malaysia
Foto/Ilustrasi/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Anggota Komisi XI DPR RI Puteri Komarudin turut mengakui langkah pemerintah, khususnya Kementerian BUMN untuk melakukan penggabungan bank syariah BUMN . Menurutnya, merger itu merupakan terobosan yang patut diapresiasi karena dapat memperkuat sisi permodalan bank dengan modal inti lebih dari Rp20,4 triliun dan masuk bank BUKU III.

"Sekaligus masuk top 10 bank terbesar di Indonesia dengan perkiraan total aset mencapai Rp214,6 triliun," ujar Puteri hari ini (27/12/2020) di Jakarta. ( Baca juga:Kementerian ATR/BPN Sebut Transaksi Jual Beli Lahan Milik PTPN VIII yang Dilakukan FPI Ilegal )

Hadirnya bank syariah terbesar di Indonesia ini diharapkan dapat memperkuat posisi Indonesia untuk dapat bersaing di pasar keuangan syariah internasional. Termasuk memperluas akses pasar asuransi syariah di pasar ASEAN seiring disahkannya ratifikasi protokol AFAS ke-7.

"Selama ini pasar keuangan syariah masih didominasi oleh Malaysia. Dengan adanya penguatan dari sisi permodalan, bank syariah itu mampu meningkatkan inovasi dan kapasitas layanan. Dengan demikian sektor jasa keuangan syariah juga turut menggerakkan sektor industri halal," tambahnya.

Menurut dia hal yang menjadi tugas bersama saat ini adalah mendorong jasa keuangan untuk masuk pada mata rantai industri halal. Lantaran, ekonomi dan keuangan syariah merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dikembangkan secara parsial.

"Ekonomi ini tidak dapat berkembang secara optimal tanpa dukungan sektor keuangan, begitupun sektor keuangan tidak akan tumbuh tanpa permintaan sektor riil," ujarnya.

Dia menambahkan keuangan syariah di Indonesia merupakan salah satu sub-sektor yang berkembang cepat. Namun selama ini masih belum mampu memperbesar pangsa pasarnya.

Hingga Juni 2020, OJK mencatat market share keuangan syariah Indonesia masih sangat rendah, yaitu 9,63% atau secara nominal mencapai sekitar Rp1.608,50 triliun. Posisi ini naik dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya 8,29% atau sekitar Rp1.335,41%.

Dari total aset tersebut keuangan syariah tahun 2020, masih didominasi pada sektor pasar modal syariah dengan aset mencapai Rp955,89 triliun atau 17,72% dari total market share pasar modal. Perbankan syariah hanya memiliki market share sekitar 6,18%.

Sedangkan, IKNB Syariah juga masih 4,33%. Masih rendahnya market share ini menunjukkan bahwa keuangan syariah masih belum sepenuhnya dioptimalkan. ( Baca juga:Pandemi COVID-19, Menparekraf Sandiaga Uno Segera Berbenah Potensi Wisata Bali )

Hal tersebut dikarenakan lanskap keuangan syariah kita berbeda dibandingkan dengan negara lain, seperti malaysia maupun negara timur tengah. Pasar keuangan syariah kita masih lebih berorientasi pada ritel dibandingkan negara tersebut yang sangat bergantung pada perbankan investasi syariah dan sukuk. Hal tersebut tidak terlepas dari keterbatasan dari sisi permodalan untuk mengembangkan inovasi produk layanan.

Anggota DPR RI lainnya, Misbakhun, juga menyampaikan harapannya pada Bank Syariah hasil merger tersebut. Menurut Misbakhun, ini harus bisa memperluas dan memperkuat akses keuangan syariah dalam perekonomian Indonesia. "Sehingga perbankan syariah bisa menjadi salah satu pendorong kemajuan sektor riil dengan pembiayaan sistem syariah dan menjadi alternatif di luar pembiayaan konvensional," kata Misbakhun.
(uka)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1307 seconds (0.1#10.140)