Kementerian ATR/BPN Sebut Transaksi Jual Beli Lahan Milik PTPN VIII yang Dilakukan FPI Ilegal

Minggu, 27 Desember 2020 - 14:30 WIB
loading...
Kementerian ATR/BPN...
Foto/Ilustrasi/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) atau Badan Pertanahan Nasional (BPN) menegaskan, transaksi jual beli lahan milik PT Perkebunan Nusantara VIII atau PTPN VIII antara pihak Front Pembela Islam (FPI) dan penjual (warga) tidak berdasar, alias ilegal.

Juru bicara BPN, Teuku Taufiqulhadi, mengatakan dalam proses transaksi tersebut pihak penjual tidak memiliki sertifikasi atau dokumen lain yang menegaskan jika lahan tersebut secara sah milik penjual. "Dari awal mereka mengetahui tidak ada surat, tidak ada bukti apa pun, mereka beli juga, itu sudah salah. Ini sama saja mereka membeli barang ilegal," ujarnya, Minggu (27/12/2020). ( Baca juga:Kementerian ATR/BPN Bantah Klaim FPI yang Menyatakan Sertifikat HGU PTPN VIII Dibatalkan MA )

Dengan begitu, pihak FPI sebagai pembeli yang diberikan somasi sudah tepat dan benar karena mereka menyadari bahwa tidak ada dokumen resmi yang mengatasnamakan hak penjual. "Jadi tetap menempatkan pihak pondok pesantren itu sebagai pihak yang melanggar," katanya.

Pernyataan Taufiqulhadi merupakan respons atas tanggapan yang diberikan tim kuasa hukum FPI terhadap surat somasi yang diajukan manajemen PTPN VIII. Dalam surat tanggapan itu, kuasa hukum FPI mengatakan, transaksi jual beli lahan milik negara itu didasari pada bukti-bukti.

"Bahwa atas bukti-bukti jual beli antara klien kami dengan pengelola dan pemilik juga sudah sangat lengkap dan diketahui oleh perangkat desa, baik RT, RW setempat yang kemudian terhadap surat tersebut telah ditembuskan kepada Bupati Kabupaten Bogor dan Gubernur Jawa Barat, sehingga legal standing klien kami dalam menempati dan mengusahakan atas lahan tersebut tidak dengan cara melawan hukum," ujar Aziz Yanuar kuasa Hukum FPI.

Bahkan dia bilang, transaksi jual beli lahan juga sesuai dengan kaidah-kaidah hukum bagi pembeli dilindungi itikad baik sebagaimana diatur putusan Mahkamah Agung No. 251K/Sip/1958 tanggal 26 Desember 1958. Di mana, kaidah hukumnya berbunyi “Pembeli yang telah bertindak dengan itikad baik harus dilindungi dan jual beli yang bersangkutan haruslah dianggap sah". ( Baca juga:Kapolda Metro Jaya Gelar Silaturahmi Nasional Lintas Agama, Sejumlah Tokoh Hadir )

Hal yang sama juga telah dijelaskan oleh MA dalam Surat Edaran MA No.7/2012, yang dalam butir ke IX dirumuskan bahwa perlindungan harus diberikan kepada Pembeli Beritikad Baik sekalipun kemudian diketahui bahwa penjual adalah orang yang tidak berhak. Dan Asas itikad baik tercantum juga dalam Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata yang berbunyi, perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.

Asas tersebut merupakan asas bahwa para pihak, yaitu pihak pertama dan kedua harus melaksanakan substansi perjanjian berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh maupun kemauan baik dari para pihak. "Sehingga tidak benar apabila klien kami dianggap telah melakukan tindak pidana atas penguasaan lahan tersebut," kata dia.
(uka)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1685 seconds (0.1#10.140)