Jika Vaksinasi Sukses, Ekonomi Asia Tenggara Bakal Pulih di 2021
loading...
A
A
A
JAKARTA - Produk domestik bruto (PDB) seluruh Asia Tenggara diproyeksikan mengalami lonjakan tajam menjadi 6,2% di 2021 dari sebelumnya terkontraksi 4,1% pada tahun 2020. Proyeksi tersebut itu tertuang dalam laporan prospek ekonomi terbaru dari Oxford Economics, bersama the Institute of Chartered Accountants in England and Wales (ICAEW).
Pemulihan tersebut sebagian disebabkan oleh low base effect dari tahun ini, tetapi kebijakan makro dinilai akan tetap berperan akomodatif, dengan dukungan fiskal yang ekstensif dan suku bunga rendah.
(Baca Juga: Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Diramal Melonjak Sebesar 6% di Tahun Depan)
ICAEW Regional Director, Greater China and South-East Asia Mark Billington mengatakan, perhatian terbesar bagi ekonomi Asia Tenggara adalah mencegah gelombang infeksi tambahan, serta secara bertahap mengembalikan kegiatan ekonomi dan masyarakat.
"Kesinambungan ekonomi global mengharuskan negara-negara bekerja secara kolektif untuk memperkuat rencana tanggap pandemi mereka, dan mengatasi tantangan, baik dalam melanjutkan aktivitas bisnis maupun menjaga keamanan rakyatnya," kata Mark dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Senin (28/12/2020).
Dalam tingkat global, periode lockdown dan social distancing yang berkepanjangan diperkirakan akan membatasi pertumbuhan PDB global tahun ini. Hal ini menyebabkan kecil kemungkinan angka PDB akan kembali seperti sebelum Covid-19, dan kegiatan perdagangan juga diprediksi akan kembali aktif sebelum akhir 2021.
Di Asia Tenggara, pertumbuhan ekonomi akan dibatasi oleh masih berlanjutnya penerapan social distancing. Namun, pembatasan ini diperkirakan akan secara bertahap dilonggarkan sepanjang tahun depan, terutama di negara-negara yang mampu mendistribusikan vaksin dengan cepat.
Meskipun ketidakpastian akan tetap ada dan sebagian besar negara akan membutuhkan waktu untuk pulih dari kerugian, berita positif baru-baru ini terkait vaksin turut menyeimbangkan risiko atau skenario negatif yang dapat terjadi. Selain itu, prospek optimis untuk pertumbuhan regional Asia Tenggara tetap terlihat dalam jangka menengah dan panjang.
Laporan ICAEW menemukan bahwa pemulihan ekonomi pada 2021 tetap bergantung pada pelonggaran lockdown, momentum pemulihan global, dan keberhasilan vaksin virus Corona. Maka, perkembangan baik dalam program vaksinasi akan menjadi barometer penting untuk pertumbuhan di tahun 2021.
Hal ini didukung oleh hidupnya kembali berbagai layanan publik yang kemungkinan besar akan menyusul lebih cepat di negara-negara dengan pengadaan dan distribusi vaksin yang lebih baik. Singapura diperkirakan akan memimpin dalam upaya program vaksin. Namun, negara-negara Asia Tenggara lainnya kemungkinan besar akan menghadapi tantangan logistik yang lebih besar.
Asia Tenggara telah mengalami three-speed recovery, dengan perbedaan antara satu negara dan yang lainnya dipengaruhi oleh keberhasilan masing-masing negara dalam mengatasi gelombang baru infeksi Covid-19 dan menerapkan strategi lockdown exit untuk membuka kembali ekonomi mereka dengan aman. Hal ini juga harus didukung oleh kebijakan fiskal dan moneter.
Negara-negara yang berhasil mengendalikan pandemi seperti Vietnam dan Singapura telah menjadi yang terdepan dalam proses pemulihan kawasan. Vietnam diprediksi menjadi satu-satunya ekonomi yang mencatat pertumbuhan positif tahun ini, yaitu sebesar 2,3%. Sementara, PDB Singapura diperkirakan pulih menjadi 5,7%, setelah berkontraksi 6% pada tahun 2020 mengikuti ketentuan social distancing yang terus berkurang di bawah Fase 3 mendatang.
(Baca Juga: Indef Sebut Pertumbuhan Ekonomi 5 Persen di 2021 Sulit Tercapai)
Thailand juga dinilai berhasil membendung gelombang infeksi Covid-19. Namun, pembatasan perjalanan telah memukul keras ekonominya mengingat pariwisata menyumbang 20% dari PDB-nya. Perekonomian Thailand diperkirakan akan berangsur pulih dengan asumsi bahwa pengeluaran publik berperan lebih besar untuk mendukung pemulihan ekonomi selama sisa tahun 2020 hingga 2021.
Di sisi lain, Filipina telah melalui lockdown yang ketat dan berkepanjangan, ditambah dengan respons fiskalnya yang sangat kecil. Dengan keadaan tersebut, PDB Filipina diperkirakan akan turun hampir 10% pada tahun 2020, meskipun kemungkinan akan tumbuh 7,8% pada tahun 2021 karena pembatasan aktivitas yang mulai dilonggarkan secara bertahap.
Terlepas dari prediksi pemulihan ekonomi pada tahun 2021, ketidakpastian yang dapat memengaruhi pemulihan pascapandemi dinilai akan tetap ada. Lambatnya perkembangan program vaksinasi massal, pandemi gelombang kedua yang mengakibatkan lockdown tingkat global lainnya, dan krisis keuangan dapat berdampak pada kerusakan ekonomi yang besar. Namun di sisi lain, terobosan vaksin dan stimulus AS pascapemilu diprediksi optimis dapat mempercepat pemulihan dalam jangka pendek dan menghindari risiko jangka panjang.
Pemulihan tersebut sebagian disebabkan oleh low base effect dari tahun ini, tetapi kebijakan makro dinilai akan tetap berperan akomodatif, dengan dukungan fiskal yang ekstensif dan suku bunga rendah.
(Baca Juga: Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Diramal Melonjak Sebesar 6% di Tahun Depan)
ICAEW Regional Director, Greater China and South-East Asia Mark Billington mengatakan, perhatian terbesar bagi ekonomi Asia Tenggara adalah mencegah gelombang infeksi tambahan, serta secara bertahap mengembalikan kegiatan ekonomi dan masyarakat.
"Kesinambungan ekonomi global mengharuskan negara-negara bekerja secara kolektif untuk memperkuat rencana tanggap pandemi mereka, dan mengatasi tantangan, baik dalam melanjutkan aktivitas bisnis maupun menjaga keamanan rakyatnya," kata Mark dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Senin (28/12/2020).
Dalam tingkat global, periode lockdown dan social distancing yang berkepanjangan diperkirakan akan membatasi pertumbuhan PDB global tahun ini. Hal ini menyebabkan kecil kemungkinan angka PDB akan kembali seperti sebelum Covid-19, dan kegiatan perdagangan juga diprediksi akan kembali aktif sebelum akhir 2021.
Di Asia Tenggara, pertumbuhan ekonomi akan dibatasi oleh masih berlanjutnya penerapan social distancing. Namun, pembatasan ini diperkirakan akan secara bertahap dilonggarkan sepanjang tahun depan, terutama di negara-negara yang mampu mendistribusikan vaksin dengan cepat.
Meskipun ketidakpastian akan tetap ada dan sebagian besar negara akan membutuhkan waktu untuk pulih dari kerugian, berita positif baru-baru ini terkait vaksin turut menyeimbangkan risiko atau skenario negatif yang dapat terjadi. Selain itu, prospek optimis untuk pertumbuhan regional Asia Tenggara tetap terlihat dalam jangka menengah dan panjang.
Laporan ICAEW menemukan bahwa pemulihan ekonomi pada 2021 tetap bergantung pada pelonggaran lockdown, momentum pemulihan global, dan keberhasilan vaksin virus Corona. Maka, perkembangan baik dalam program vaksinasi akan menjadi barometer penting untuk pertumbuhan di tahun 2021.
Hal ini didukung oleh hidupnya kembali berbagai layanan publik yang kemungkinan besar akan menyusul lebih cepat di negara-negara dengan pengadaan dan distribusi vaksin yang lebih baik. Singapura diperkirakan akan memimpin dalam upaya program vaksin. Namun, negara-negara Asia Tenggara lainnya kemungkinan besar akan menghadapi tantangan logistik yang lebih besar.
Asia Tenggara telah mengalami three-speed recovery, dengan perbedaan antara satu negara dan yang lainnya dipengaruhi oleh keberhasilan masing-masing negara dalam mengatasi gelombang baru infeksi Covid-19 dan menerapkan strategi lockdown exit untuk membuka kembali ekonomi mereka dengan aman. Hal ini juga harus didukung oleh kebijakan fiskal dan moneter.
Negara-negara yang berhasil mengendalikan pandemi seperti Vietnam dan Singapura telah menjadi yang terdepan dalam proses pemulihan kawasan. Vietnam diprediksi menjadi satu-satunya ekonomi yang mencatat pertumbuhan positif tahun ini, yaitu sebesar 2,3%. Sementara, PDB Singapura diperkirakan pulih menjadi 5,7%, setelah berkontraksi 6% pada tahun 2020 mengikuti ketentuan social distancing yang terus berkurang di bawah Fase 3 mendatang.
(Baca Juga: Indef Sebut Pertumbuhan Ekonomi 5 Persen di 2021 Sulit Tercapai)
Thailand juga dinilai berhasil membendung gelombang infeksi Covid-19. Namun, pembatasan perjalanan telah memukul keras ekonominya mengingat pariwisata menyumbang 20% dari PDB-nya. Perekonomian Thailand diperkirakan akan berangsur pulih dengan asumsi bahwa pengeluaran publik berperan lebih besar untuk mendukung pemulihan ekonomi selama sisa tahun 2020 hingga 2021.
Di sisi lain, Filipina telah melalui lockdown yang ketat dan berkepanjangan, ditambah dengan respons fiskalnya yang sangat kecil. Dengan keadaan tersebut, PDB Filipina diperkirakan akan turun hampir 10% pada tahun 2020, meskipun kemungkinan akan tumbuh 7,8% pada tahun 2021 karena pembatasan aktivitas yang mulai dilonggarkan secara bertahap.
Terlepas dari prediksi pemulihan ekonomi pada tahun 2021, ketidakpastian yang dapat memengaruhi pemulihan pascapandemi dinilai akan tetap ada. Lambatnya perkembangan program vaksinasi massal, pandemi gelombang kedua yang mengakibatkan lockdown tingkat global lainnya, dan krisis keuangan dapat berdampak pada kerusakan ekonomi yang besar. Namun di sisi lain, terobosan vaksin dan stimulus AS pascapemilu diprediksi optimis dapat mempercepat pemulihan dalam jangka pendek dan menghindari risiko jangka panjang.
(fai)