Legislator Tantang Chatib Basri Debat Terbuka Soal Kebijakan Moneter

Jum'at, 15 Mei 2020 - 00:01 WIB
loading...
Legislator Tantang Chatib Basri Debat Terbuka Soal Kebijakan Moneter
Anggota Komisi XI DPR RI Misbakhun lewat kicauannya di media Twitter menantang mantan Menteri Keuangan (Menkeu) Muhammad Chatib Basri debat terbuka soal Quantitative Easing (QE) atau yang dikenal dengan sebutan cetak uang. Foto/Dok
A A A
JAKARTA - Anggota Komisi XI DPR RI Misbakhun lewat kicauannya di media Twitter menantang mantan Menteri Keuangan (Menkeu) Muhammad Chatib Basri debat terbuka soal Quantitative Easing (QE) atau yang dikenal dengan sebutan 'cetak uang'. Seperti diketahui sebelumnya Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI mengusulkan Bank Indonesia (BI) dan pemerintah mencetak uang hingga Rp 600 triliun.

( )

DPR menyebut langkah itu sebagai upaya penyelamatan ekonomi akibat dampak pandemi COVID-19. Akan tetapi dalam beberapa kesempatan, ekonom senior sekaligus mantan Menkeu Chatib Basri menilai ada risiko yang bakal dihadapi Indonesia jika BI mencetak uang besar-besaran yakni inflasi naik.

"Pak Dede @Chatib Basri Yth. Saya menantang Bapak untuk berdebat terbuka dengan topik soal tawaran Quantitative Easing sebagai alternative kebijakan moneter di tengah pandemi Covid-19. Karena saya sangat terkesan beberapa postingan Bapak terkait teori moneter," tulis Misbakhun di Twitter lewat akun resminya @MMisbakhun.

Legislator Tantang Chatib Basri Debat Terbuka Soal Kebijakan Moneter


Beberapa kali Chatib Basri sempat memposting artikel yang menerangkan dan menjelaskan bahwa QE bukanlah “cetak uang” atau “helicopter money”. Sedangkan dalam diskusi virtual yang tayang di YouTube, Jumat lalu, Chatib memaparkan risiko BI bila mencetak uang berlebih.

"Nah kalau misalnya di dalam rupiah dicetak begitu banyak sementara yang menggunakan itu hanya di lokal, aktivitas ekonominya nggak berjalan di sini, Anda tambah money supply sementara produksinya nggak ada maka risikonya inflasi naik," kata Chatib.

Inflasi tersebut dipicu karena jumlah uang beredar lebih banyak daripada kebutuhannya. Masalah supply-demand tersebut membuat nilai rupiah mengecil.

"Ini kan sama dengan hukum supply-demand. Kalau supply-nya Anda tambah maka harga dari barang itu akan turun. Kalau supply uangnya Anda tambah, demand-nya nggak naik maka harga uangnya akan turun kan? Harga uangnya turun kan itu inflasi sebenarnya," jelas Menkeu periode 2013-2014.

Kalau ditanya apakah BI punya ruang untuk mencetak uang seperti usulan DPR, Chatib menjelaskan ruang itu ada. Namun dia menggarisbawahi bahwa ruang bagi BI untuk mencetak uang tidak cukup besar. Sebab dipengaruhi oleh supply-demand saat ini yang sedang menurun.

Sementara itu Misbakhun sempat menyampaikan pentingnya Bank Indonesia (BI) mengeluarkan Quantitative Easing atau pelonggaran kuantitatif untuk situasi saat ini. Hal itu dapat dilakukan untuk membantu negara dalam menghadapi pandemi virus corona (Covid-19).

Misbakhun menuturkan, hal ini harus diambil karena Quantitative Easing efektif untuk diterapkan saat ini. Jika dilihat dari penerbitan global bonds oleh pemerintah sebanyak USD4,3 miliar, dampak cukup banyak karena tenor surat utang tersebut ada yang mencapai 50 tahun.

"Ketika pemerintah memutuskan menerbitkan 4,3 miliar dolar AS dan itu dikatakan sebagai terbesar dalam sejarah dengan tenor 10, 30, 50 tahun dan kita Covid-19 ini sudah mewariskan utang yang mempunyai tenor 50 tahun," ujar Misbakhun

Dia pun memerinci dengan tenor 50 tahun dan tingkat bunga 4,5 per tahun, jika dikalikan dengan tenor maka Indonesia harus membayar 225 juta dolar AS untuk bunga per 1 miliar dolar AS. Selain itu, dengan melepas surat utang ke pihak asing, politikus Partai Golkar ini menyebut akan menimbulkan risiko yang cukup besar, karena mau tidak mau harus siap dengan penurunan nilainya.

"BI sebagai stand by buyer harus menyerap, begitu asing menyerap maka kita punya risiko volatilitas nilai tukar rupiah. Pada saat yang sama menunjuk ketika itu turun kita mau tidak mau nilai surat utang kita mengalami penurunan," kata dia.
(akr)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1926 seconds (0.1#10.140)