Pasar Lebih Optimistis Dibandingkan Kondisi Makro
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pasar obligasi dan valas Indonesia mengawali tahun dengan posisi kokoh. Ekonom Bank DBS, Radhika Rao mengatakan pergerakan rupiah mengalami gejolak sepanjang 2020, walau akhirnya hanya terdepresiasi sekitar-1,3% dibandingkan dolar AS di akhir tahun sebelum memulai 2021 dengan sedikit positif karena penurunan dolar dan arus balik modal.
"Pasar obligasi bernasib baik pada paruh kedua tahun lalu, dengan imbal hasil obligasi 10 tahun terkoreksi 250 basis poin (bps), turun di bawah 6%," kata Radhika di jakarta jumat.
Adapun takaran pembiayaan 2021 dipatok di angka Rp1654,9 triliun. Di sisi pembiayaan, pemerintah berencana menaikkan total penerbitan obligasi dalam mata uang lokal sebesar 88%, dengan 12-15% di antaranya dalam mata uang asing.
Baca Juga: Tembus USD16,54 Miliar, Ekspor Desember 2020 Tertinggi Sejak 2013
Menurut dia, penawaran obligasi dalam mata uang asing telah digulirkan, yang pertama di antara negara-negara Asia untuk tahun ini, dengan penawaran tiga tahap sebesar 3 miliar dolar AS. Di dalam negeri sendiri, sambung dia, lelang obligasi pertama berhasil mengumpulkan dana sebesar Rp37,55 triliun, penawaran terbesar sejak hampir dua dasawarsa dan menarik permintaan kuat.
Baca Juga: Program Langit Biru Dinilai Berdampak ke Kesehatan dan Produktivitas Pekerja
"Aspek-aspek menarik, seperti, perbedaan suku bunga riil, yang lebar, harga pasar untuk penguatan rupiah, arus masuk kembali utang luar negeri, dan imbal hasil tinggi versus obligasi daerah, telah membantu pasar utang memulai tahun 2021 dengan optimistis," paparnya.
Radhika menuturkan DBS tetap berpandangan konstruktif terhadap obligasi rupiah pada tahun ini. Namune perjalanannya mungkin bergejolak setelah kenaikan imbal hasil surat utang pemerintah AS dan kenaikan harga komoditas baru-baru ini.
Lihat Juga: Rincian APBN 2025 di Tahun Pertama Prabowo, Pendapatan Negara Ditarget Rp3.005,1 Triliun
"Pasar obligasi bernasib baik pada paruh kedua tahun lalu, dengan imbal hasil obligasi 10 tahun terkoreksi 250 basis poin (bps), turun di bawah 6%," kata Radhika di jakarta jumat.
Adapun takaran pembiayaan 2021 dipatok di angka Rp1654,9 triliun. Di sisi pembiayaan, pemerintah berencana menaikkan total penerbitan obligasi dalam mata uang lokal sebesar 88%, dengan 12-15% di antaranya dalam mata uang asing.
Baca Juga: Tembus USD16,54 Miliar, Ekspor Desember 2020 Tertinggi Sejak 2013
Menurut dia, penawaran obligasi dalam mata uang asing telah digulirkan, yang pertama di antara negara-negara Asia untuk tahun ini, dengan penawaran tiga tahap sebesar 3 miliar dolar AS. Di dalam negeri sendiri, sambung dia, lelang obligasi pertama berhasil mengumpulkan dana sebesar Rp37,55 triliun, penawaran terbesar sejak hampir dua dasawarsa dan menarik permintaan kuat.
Baca Juga: Program Langit Biru Dinilai Berdampak ke Kesehatan dan Produktivitas Pekerja
"Aspek-aspek menarik, seperti, perbedaan suku bunga riil, yang lebar, harga pasar untuk penguatan rupiah, arus masuk kembali utang luar negeri, dan imbal hasil tinggi versus obligasi daerah, telah membantu pasar utang memulai tahun 2021 dengan optimistis," paparnya.
Radhika menuturkan DBS tetap berpandangan konstruktif terhadap obligasi rupiah pada tahun ini. Namune perjalanannya mungkin bergejolak setelah kenaikan imbal hasil surat utang pemerintah AS dan kenaikan harga komoditas baru-baru ini.
Lihat Juga: Rincian APBN 2025 di Tahun Pertama Prabowo, Pendapatan Negara Ditarget Rp3.005,1 Triliun
(nng)