Survei: 77% Warga Anggap Covid-19 Ancam Mata Pencaharian

Jum'at, 17 April 2020 - 13:31 WIB
loading...
Survei: 77% Warga Anggap...
Sebagian besar masyarakat Indonesia khawatir wabah corona akan berdampak pada mata pencahariannya. Foto/Ilustrasi
A A A
JAKARTA - Mayoritas rakyat Indonesia, sebesar 77%, menilai Covid-19 mengancam pemasukan atau penghasilannya. Lebih jauh lagi, sekitar 25% warga (atau sekitar 50 juta warga dewasa) menyatakan sudah tidak bisa lagi memenuhi kebutuhan pokok tanpa pinjaman; 15% warga menyatakan tabungan yang dimiliki hanya cukup untuk beberapa minggu; dan 15% warga menyatakan tabungan yang dimiliki hanya cukup untuk satu minggu.

Ini merupakan temuan survei nasional Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC) tentang wabah Covid-19 yang dirilis secara online hari ini. Survei dilakukan pada 9-12 April 2020 terhadap 1.200 responden yang diwawancarai melalui telepon yang dipilih secara acak, dengan margin of error 2,9 %.

"Survei ini juga menunjukkan 67% rakyat Indonesia menyatakan kondisi ekonominya semakin memburuk sejak pandemi Covid-19. Yang menyatakan tidak ada perubahan 24% dan yang menyatakan lebih baik hanya 5%," ujar Peneliti SMRC Irwan Amrizal di Jakarta, Jumat (17/4/2020).

(Baca Juga: Sri Mulyani Akui Pengangguran Terus Meningkat Akibat Corona)

Kalangan yang paing terkena dampak ini adalah mereka yang yang bekerja di sektor informal, kerah biru, dan kelompok yang mengandalkan pendapatan harian.

Sebanyak 92% masyarakat juga menganggap Covid-19 mengancam nyawa manusia. Tapi ada perbedaan kekhawatiran antardaerah. Terdapat dua provinsi yang persentase warganya menganggap Covid-19 mengancam nyawa sangat tinggi yakni Sulawesi Selatan (99%) dan DKI Jakarta (98%). Sementara di Jawa Barat hanya 77% warga yang menganggap Covid-19 mengancam nyawa.

"Mayoritas (52%) warga menganggap pemerintah pusat cepat menangani wabah Corona, sementara 41% menganggap lambat. Terdapat perbedaan antarprovinsi. Sementara mayoritas warga Jawa Tengah (61%) dan Jawa Timur (61%) menganggap langkah pemerintah pusat cepat; di Jawa Barat hanya 41% warga menganggap pemerintah pusat bekerja cepat," ungkap Irwan.

Demikian pula dengan soal kecepatan pemerintah provinsi. Sementara mayoritas warga Jawa tengah (73%), Jawa Timur (68%) dan DKI Jakarta (62%) menilai pemerintah provinsi bergerak cepat; di Jawa Barat hanya 39% warga menganggap pemerintah provinsi bergerak cepat.

Mayoritas (87,6%) juga setuju dengan aturan dalam Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang membatasi kegiatan-kegiatan tertentu untuk mencegah penularan Covid 19. Namun demikian, hanya 39% rakyat yang setuju bahwa seharusnya dikenakan denda atau penjara bagi mereka yang melanggar PSBB, sementara 31,2% menyatakan tidak setuju.

Yang paling banyak mendapatkan dukungan adalah pengurangan penumpang mobil pribadi (86%), dan yang mendapat persetujuan warga paling rendah adalah aturan bahwa sepeda motor tidak boleh membonceng (63%) dan ojek/ojek online tidak boleh membawa penumpang orang (66%). Artinya, ada 34 sampai 37% yang keberatan dengan aturan bahwa motor tidak boleh membonceng.

Sebanyak 21% warga tidak setuju dengan kebijakan agar kegiatan keagamaan dilakukan di rumah saja. Ini berarti ada sekitar 40 juta warga dewasa yang sebenarnya masih ingin melakukan kegiatan keagamaan di luar rumah. Persentase terbesar warga yang tidak setuju agar kegiatan keagamaan dilakukan di rumah saja berada di Jawa Barat. Hanya 54% warga Jawa Barat yang setuju kegiatan keagamaan dilakukan di rumah saja.

Selanjutnya, 76% warga setuju dengan kewajiban bekerja dari rumah saja. Namun di Jawa Barat, hanya 54% warga yang mendukung kebijakan tersebut.

Mengenai mudik, 31% warga DKI diketahui tetap ingin pulang kampung saat Lebaran nanti. Mereka yang ingin mudik ini termasuk juga kalangan yang berpendidikan tinggi dan berpenghasilan tinggi. Secara nasional, persentase warga yang ingin mudik mencapai 11% atau setara dengan 20 juta warga dewasa.

Mengingat yang paling terdampak secara ekonomi adalah kelompok warga yang berpendapatan rendah, khususnya pekerja harian, menurut SMRC, kewajiban social distancing dan PSBB akan cenderung dilanggar oleh banyak warga yang rentan secara ekonomi. Karena itu mensubsidi mereka menjadi mendesak agar penyebaran virus bisa ditekan.

"Bantuan pemerintah terhadap kelompok masyarakat yang rentan secara ekonomi harus segera dilakukan dan diawasi pelaksanaannya agar tepat sasaran serta menghindari penyimpangan," jelas Irwan.
(fai)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1678 seconds (0.1#10.140)