Dilema si Burung Besi Hadapi Pandemi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Izin rute sejumlah maskapai harus dibekukan karena menjual harga tarif dibawah ketentuan, pada hal ini sebagai upaya si ‘burung besi’ memacu jumlah penumpang yang kian sepi dikala pandemi.
Pada akhir pekan lalu, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) membekukan izin rute penerbangan beberapa maskapai (Badan Usaha Angkutan Udara) yang telah melakukan pelanggaran penerapan Tarif Batas Bawah (TBB)
Hal itu sesuai dengan peraturan Keputusan Menteri Perhubungan (KMP) Nomor 106 Tahun 2019 tentang Tarif Batas Atas Penumpang Pelayanan Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri.
Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kemenhub, Novie Riyanto mengatakan, pemerintah bakal menindak tegas terhadap operator penerbangan yang menjual tiket kurang dari ketentuan Tarif Batas Bawah atau melebihi Tarif Batas Atas.
“Kami akan tindak tegas bagi operator penerbangan yang melanggar aturan yang telah ditetapkan, semua operator penerbangan wajib mematuhi aturan penerbangan terkait TBB dan TBA, karena peraturan ini merupakan pedoman bagi operator penerbangan dalam menjual tiket,” jelas Dirjen Novie di Jakarta, Jumat (22/1).
Dirjen Novie menambahkan, bahwa KMP No 106 Tahun 2019 tentang Tarif Batas Atas Penumpang Pelayanan Kelas Ekonomi Angkutan Niaga Berjadwal Dalam negeri merupakan pedoman untuk menentukan tarif tiket bagi operator penerbangan yang bertujuan untuk menghindari persaingan tidak sehat antar operator penerbangan dan juga memperhatikan perlindungan konsumen.
Dari hasil pengawasan oleh Inspektur Penerbangan Angkutan Udara di lapangan terdapat beberapa pelanggaran yang dilakukan oleh sejumlah operator penerbangan seperti menjual harga tiket yang tidak sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
Meskipun pemerintah tidak menyebutkan operator penerbangan mana saja yang melanggar, namun sanksi pembekuan izin rute penerbangan tersebut diberikan terhadap beberapa maskapai yang melayani rute-rute Jakarta-Ujung Pandang (Makassar), Jakarta-Pontianak, dan Jakarta-Kualanamu (Medan).
“Sesuai dengan Peraturan Menteri No 78 Tahun 2017 maka maskapai tersebut diberikan sanksi administratif berupa Pembekuan Izin Rute Penerbangan yang berlaku selama tujuh hari,” tegas Dirjen Novie.
Anggota Ombudsman Alvin Lie menilai keputusan pemerintah membekukan izin rute penerbangan tersebut wajar saja dilakukan. Menurutnya Direktorat Jenderal Perhubungan Udara wajib menegakkan peraturan yang berlaku secara adil dan konsisten.
“Dampak terhadap industrinya bisa membuat para operator-operator akan menjadi lebih patuh terhadap peraturan dan lebih tertib. Sementara bagi pengguna pelayanan juga lebih percaya bahwa Pemerintah hadir untuk mengatur dan melindungi baik penumpang maupun para pengangkut,” kata Alvin saat dihubungi di Jakarta, kemarin.
Pengamat penerbangan Gatot Raharjo menilai sebenarnya maskapai masih bisa menerapkan harga di bawah TBB tapi hanya untuk tiket promo dan jumlahnya dibatasi. Untuk memperoleh tarif itu maskapai harus izin dulu ke Kemenhub khususnya Ditjen Perhubungan Udara.
Namun menurutnya Pemerintah juga harus mencari tahu, kenapa maskapai melanggar tarif tersebut. Jika ternyata maskapai kesulitan keuangan karena pandemi virus korona (Covid-19), maka seharusnya pemerintah juga interospeksi. Bisa jadi pemerintah memberi kelonggaran pada maskapai, atau bisa juga mengevaluasi TBA yang ada. Ada kemungkinan memang sudah waktunya untuk dinaikkan.
“Tapi kalau tidak ada alasan mendesak dari maskapai maka wajar kalau diberi sanksi karena pelanggaran itu dapat menyusahkan masyarakat. Jadi intinya Pemerintah jangan hanya memberi sanksi tanpa tahu akar permasalahan pelanggaran TBB atau TBA itu,” katanya.
Pengamat Transportasi dari Universitas Soegijapranata, Djoko Setijowarno juga menilai kebijakan itu tidak terlalu berdampak negatif pada pengguna moda transportasi pesawat. Terlebih menurutnya jumlah yang dibekukan terbilang kecil. “Hanya tiga rute saja. Mungkin di masa pandemi ini tidak begitu banyak pengaruhnya,” ujar Djoko.
Lebih lanjut dia juga menilai pembekuan juga tidak dalam kurun waktu yang cukup lama. Sementara itu pengguna pesawat masih memiliki opsi dari penerbangan maskapai yang lain. “Tidak mungkin kosong sama sekali tanpa penerbangan. Bisa jadi yang dibekukan itu pada jam tertentu saja jadi kecil dampaknya pada konsumen. Sekarang juga masih dalam kondisi PSKM,” pungkasnya.
Direktur Riset CORE Indonesia Piter Abdullah mengatakan saat ini industri penerbangan sedang mengalami tekanan yang luar biasa akibat pandemi, semua penerbangan merugi karena jumlah penumpang yang menurun drastis.
“Yang dibutuhkan saat ini adalah pemerintah memberikan bantuan kepada penerbangan untuk bisa bertahan. Kalau mau tegas, bukan tegas terkait harga tiket tapi lebih kepada penerapan protokol kesehatan,” katanya saat dihubungi kemarin.
Jangan sampai penerbangan dalam rangka mengejar keuntungan, full capacity, membiarkan penumpang tidak jaga jarak. Menurut Piter, pembekukan izin penerbangan atau membiarkan maskapai bangkrut akan menyulitkan pemerintah dalam melakukan pemulihan ekonomi.
“Dampak negatifnya terhadap perekonomian cukup besar baik ke industri hilir maupun hulu akan significant maka dampaknya ke pengangguran,” ucap dia. (kunthi fahmar sandy/hafid fuad)
Pada akhir pekan lalu, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) membekukan izin rute penerbangan beberapa maskapai (Badan Usaha Angkutan Udara) yang telah melakukan pelanggaran penerapan Tarif Batas Bawah (TBB)
Hal itu sesuai dengan peraturan Keputusan Menteri Perhubungan (KMP) Nomor 106 Tahun 2019 tentang Tarif Batas Atas Penumpang Pelayanan Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri.
Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kemenhub, Novie Riyanto mengatakan, pemerintah bakal menindak tegas terhadap operator penerbangan yang menjual tiket kurang dari ketentuan Tarif Batas Bawah atau melebihi Tarif Batas Atas.
“Kami akan tindak tegas bagi operator penerbangan yang melanggar aturan yang telah ditetapkan, semua operator penerbangan wajib mematuhi aturan penerbangan terkait TBB dan TBA, karena peraturan ini merupakan pedoman bagi operator penerbangan dalam menjual tiket,” jelas Dirjen Novie di Jakarta, Jumat (22/1).
Dirjen Novie menambahkan, bahwa KMP No 106 Tahun 2019 tentang Tarif Batas Atas Penumpang Pelayanan Kelas Ekonomi Angkutan Niaga Berjadwal Dalam negeri merupakan pedoman untuk menentukan tarif tiket bagi operator penerbangan yang bertujuan untuk menghindari persaingan tidak sehat antar operator penerbangan dan juga memperhatikan perlindungan konsumen.
Dari hasil pengawasan oleh Inspektur Penerbangan Angkutan Udara di lapangan terdapat beberapa pelanggaran yang dilakukan oleh sejumlah operator penerbangan seperti menjual harga tiket yang tidak sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
Meskipun pemerintah tidak menyebutkan operator penerbangan mana saja yang melanggar, namun sanksi pembekuan izin rute penerbangan tersebut diberikan terhadap beberapa maskapai yang melayani rute-rute Jakarta-Ujung Pandang (Makassar), Jakarta-Pontianak, dan Jakarta-Kualanamu (Medan).
“Sesuai dengan Peraturan Menteri No 78 Tahun 2017 maka maskapai tersebut diberikan sanksi administratif berupa Pembekuan Izin Rute Penerbangan yang berlaku selama tujuh hari,” tegas Dirjen Novie.
Anggota Ombudsman Alvin Lie menilai keputusan pemerintah membekukan izin rute penerbangan tersebut wajar saja dilakukan. Menurutnya Direktorat Jenderal Perhubungan Udara wajib menegakkan peraturan yang berlaku secara adil dan konsisten.
“Dampak terhadap industrinya bisa membuat para operator-operator akan menjadi lebih patuh terhadap peraturan dan lebih tertib. Sementara bagi pengguna pelayanan juga lebih percaya bahwa Pemerintah hadir untuk mengatur dan melindungi baik penumpang maupun para pengangkut,” kata Alvin saat dihubungi di Jakarta, kemarin.
Pengamat penerbangan Gatot Raharjo menilai sebenarnya maskapai masih bisa menerapkan harga di bawah TBB tapi hanya untuk tiket promo dan jumlahnya dibatasi. Untuk memperoleh tarif itu maskapai harus izin dulu ke Kemenhub khususnya Ditjen Perhubungan Udara.
Namun menurutnya Pemerintah juga harus mencari tahu, kenapa maskapai melanggar tarif tersebut. Jika ternyata maskapai kesulitan keuangan karena pandemi virus korona (Covid-19), maka seharusnya pemerintah juga interospeksi. Bisa jadi pemerintah memberi kelonggaran pada maskapai, atau bisa juga mengevaluasi TBA yang ada. Ada kemungkinan memang sudah waktunya untuk dinaikkan.
“Tapi kalau tidak ada alasan mendesak dari maskapai maka wajar kalau diberi sanksi karena pelanggaran itu dapat menyusahkan masyarakat. Jadi intinya Pemerintah jangan hanya memberi sanksi tanpa tahu akar permasalahan pelanggaran TBB atau TBA itu,” katanya.
Pengamat Transportasi dari Universitas Soegijapranata, Djoko Setijowarno juga menilai kebijakan itu tidak terlalu berdampak negatif pada pengguna moda transportasi pesawat. Terlebih menurutnya jumlah yang dibekukan terbilang kecil. “Hanya tiga rute saja. Mungkin di masa pandemi ini tidak begitu banyak pengaruhnya,” ujar Djoko.
Lebih lanjut dia juga menilai pembekuan juga tidak dalam kurun waktu yang cukup lama. Sementara itu pengguna pesawat masih memiliki opsi dari penerbangan maskapai yang lain. “Tidak mungkin kosong sama sekali tanpa penerbangan. Bisa jadi yang dibekukan itu pada jam tertentu saja jadi kecil dampaknya pada konsumen. Sekarang juga masih dalam kondisi PSKM,” pungkasnya.
Direktur Riset CORE Indonesia Piter Abdullah mengatakan saat ini industri penerbangan sedang mengalami tekanan yang luar biasa akibat pandemi, semua penerbangan merugi karena jumlah penumpang yang menurun drastis.
“Yang dibutuhkan saat ini adalah pemerintah memberikan bantuan kepada penerbangan untuk bisa bertahan. Kalau mau tegas, bukan tegas terkait harga tiket tapi lebih kepada penerapan protokol kesehatan,” katanya saat dihubungi kemarin.
Jangan sampai penerbangan dalam rangka mengejar keuntungan, full capacity, membiarkan penumpang tidak jaga jarak. Menurut Piter, pembekukan izin penerbangan atau membiarkan maskapai bangkrut akan menyulitkan pemerintah dalam melakukan pemulihan ekonomi.
“Dampak negatifnya terhadap perekonomian cukup besar baik ke industri hilir maupun hulu akan significant maka dampaknya ke pengangguran,” ucap dia. (kunthi fahmar sandy/hafid fuad)
(her)