Pengamat Ungkap Resep Jitu Demi Kerek Permintaan Kredit

Kamis, 04 Februari 2021 - 19:07 WIB
loading...
Pengamat Ungkap Resep...
Ilustrasi. FOTO/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Tingkat permintaan dan penyaluran kredit perbankan yang masih rendah dinilai terjadi bukan karena faktor tingginya suku bunga kredit yang berlaku, melainkan akibat masih adanya keraguan masyarakat dan pelaku usaha untuk mengambil pembiayaan di lembaga keuangan.

Analis pasar uang dari Bank Woori Bersaudara Rully Nova mengatakan, upaya meningkatkan penyaluran kredit perbankan tidak bisa dilakukan semata melalui formula penurunan suku bunga, dan penyediaan likuiditas bagi bank. Apalagi, saat ini terbukti likuiditas sejumlah bank masih dalam taraf aman, dan suku bunga kredit telah secara beruntun turun sejak pandemi Covid-19 melanda.

“Terkait pasar kredit yang belum membaik, masalahnya bukan di ekonomi. Jadi salah besar kalau dikasih obat suku bunga dan likuiditas. Masalahnya ada ketakutan di masyarakat karena pandemi belum bisa dikendalikan dengan baik oleh pemerintah. Ada pembatasan kegiatan masyarakat dan bisnis yang tidak growth, jadi pengusaha takut ngambil kredit, takut nggak bisa bayar,” ujar Rully.



Dia berpendapat, krisis yang terjadi saat ini berbeda dengan kesulitan-kesulitan terdahulu. Pada krisis di tahun-tahun yang lalu, kesulitan terjadi akibat masalah ekonomi. Karena itu, formula untuk menjaga dan menaikkan permintaan kredit bisa melalui suntikan likuiditas serta penerapan disiplin fiskal. Saat ini, kesulitan ekonomi terjadi akibat pandemi. Kondisi ini membuat pendekatan yang diambil untuk mengatasi krisis harus berbeda dibanding sebelumnya.

“Saya lihat pemerintah sudah habis-habisan mengeluarkan kebijakan untuk mendorong kredit, tapi memang masih ada ketakutan di masyarakat. Jadi resepnya ya memulihkan ketakutan di masyarakat, membuat masyarakat confident bahwa kita bisa melewati tantangan pandemi ini,” ujarnya.

Dihubungi terpisah, Ekonom Bank Permata Josua Pardede berkata, tren penurunan suku bunga kredit perbankan yang cenderung lambat dipengaruhi meningkatnya risiko kredit karena adanya penurunan aktivitas ekonomi dari sisi permintaan dan penawaran. Josua menilai tren penurunan suku bunga kredit perbankan akan terus berlanjut sepanjang 2021.

“Penurunan suku bunga kredit konsumsi cenderung lebih rendah dibandingkan dengan kredit investasi dan modal kerja mempertimbangkan risk premium kredit konsumsi yang cenderung lebih tinggi daripada kredit modal kerja dan investasi, mempertimbangkan bahwa restrukturisasi kredit yang diimplementasikan oleh OJK lebih fokus pada restrukturisasi kredit produktif. Ke depannya, suku bunga kredit modal kerja berpotensi turun lebih mempertimbangkan bahwa permintaan kredit modal kerja yang akan cenderung pulih lebih awal, dengan catatan pemulihan ekonomi domestik berimplikasi pada meningkatnya permintaan kredit untuk modal kerja,” ujar Josua.

Pada awal Januari lalu, Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) mengungkap tren penurunan suku bunga pinjaman telah berlangsung sejak 2015 bersamaan dengan turunnya suku bunga acuan Bank Indonesia. Akan tetapi, selama penurunan suku bunga kredit terjadi, permintaan kredit tidak mengalami kenaikan signifikan.

Berdasarkan hasil analisa Himbara, faktor yang paling elastis atau memengaruhi pertumbuhan kredit adalah tingkat konsumsi rumah tangga dan daya beli masyarakat. Selain dua variabel ini, faktor lain yang turut berkontribusi membuat naik/turunnya permintaan kredit adalah suku bunga, NPL, dan penjualan ritel.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1770 seconds (0.1#10.140)