YLKI Desak Kemenhub & KPPU Evaluasi Monopoli Dermaga Eksekutif
loading...
A
A
A
JAKARTA - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia ( YLKI ) meminta Kementerian Perhubungan segera mengevaluasi PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) sebagai satu-satunya operator kapal penyeberangan di dermaga eksekutif lintasan Merak-Bakauheni.
"Kita minta Dirjen Perhubungan Darat Kemenhub untuk segera evaluasi monopoli ASDP di dermaga 6 atau dermaga eksekutif karena hal itu berpotensi melanggar Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen," kata Ketua YLKI Tulus Abadi, Kamis (3/2/2021).
Menurut dia, monopoli dermaga eksekutif tersebut berpotensi melanggar hak-hak konsumen sebagaimana diatur dalam UU No. 8/1999, antara lain hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa; hak untuk memilih barang dan/atau jasa, serta hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa.
Di sisi lain, UU itu juga mewajibkan pelaku usaha untuk memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; serta wajib menjamin mutu barang dan/atau jasa berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku. Tulus mengatakan regulator harus konsisten dan berlaku adil terhadap semua operator agar dermaga itu bisa memberikan manfaat bagi sebesar-besarnya kepentingan publik. Semua operator harus diberikan kesempatan yang sama selama memenuhi standar pelayanan yang ditetapkan.
"Monopoli tidak fair apalagi infrastruktur itu kan dibangun menggunakan APBN dan Penyertaan Modal Negara (PMN). Kecuali kalau dibangun sendiri oleh operator (ASDP) , tapi kalau menggunakan anggaran negara maka harus diberikan kesempatan bagi semua operator yang memenuhi standar," tandasnya.
Selain melanggar UU Perlindungan Konsumen, menurut Tulus, monopoli dermaga itu berpotensi menabrak UU No. 5 Tahun 1999 tentang Persaingan Usaha Tidak Sehat, sebab menghalang-halangi operator lain untuk berusaha. Oleh karena itu, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) perlu segera turun tangan agar kondisi itu tidak berlarut-larut dan merugikan hak konsumen.
Kemenhub juga diharapkan segera menyusun Standar Pelayanan Minimum (SPM) yang fair untuk dermaga eksekutif dengan melibatkan semua stakeholder, seperti operator (Gapasdap), konsumen (YLKI), pengamat, dan lainnya.Pernyataan Tulus senada dengan penilaian Bambang Haryo Soekartono, pemerhati transportasi dan logistik yang juga Ketua Dewan Penasihat DPP Gabungan Pengusaha Nasional Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan (Gapasdap).
Bambang Haryo menyoroti Dermaga 6 yang masih dimonopoli oleh ASDP sehingga pelayanannya dinilai kurang maksimal sebagai dermaga eksekutif. "Publik berhak mendapatkan pelayanan terbaik karena dermaga itu dibangun dengan uang negara dari pajak rakyat," tegasnya.
Bambang Haryo mempertanyakan kapal-kapal di Dermaga 6 yang dinilai belum memenuhi standar eksekutif, terutama dari sisi kapasitas angkut (ukuran kapal), kecepatan, kenyamanan, dan keselamatan. Data menunjukkan kapal-kapal yang sandar di Dermaga 6 mayoritas panjang 110 meter, bahkan ada yang panjangnya cuma 80-an meter. “Untuk menjamin kapasitas angkut, kapal di sana harusnya besar minimal panjang 160-180 meter atau sesuai dengan ukuran kade yang disiapkan," ujarnya.
Dari sisi kecepatan, lanjut Bambang Haryo, kapal yang melayani Dermaga 6 harus di atas 15 knot sehingga masyarakat benar-benar merasakan percepatan penyeberangan. Kenyataannya, kapal-kapal di dermaga itu rata-rata jauh di bawah 15 knot atau di bawah standar kecepatan kapal eksekutif. Dalam hal kenyamanan, fasilitas kapal juga harus berbeda dari kapal regular, misalnya tersedia lift atau eskalator ke geladak, kamar kelas eksekutif dan fasilitas VIP lainnya.
"Jadi, bukan hanya prasarana atau dermaganya yang kelas eksekutif, kapal-kapalnya juga harus benar-benar memenuhi standar eksekutif. Kapal-kapalnya harus yang terbaik, jangan kapal-kapal unyil (kecil) dan tua, apalagi sering rusak seperti KMP Portlink 3 yang sempat rusak hingga setahun. Berikan kesempatan kepada kapal-kapal lain yang sering mendapatkan penghargaan dari Kemenhub sebagai reward," ungkapnya.
Selain itu, jelas Bambang Haryo, tingkat keselamatan kapal eksekutif harus lebih mumpuni, misalnya SDM kapal terlatih dan profesional, serta peralatan kapal lengkap dan di atas standar kapal reguler. Dengan demikian, masyarakat betul-betul bisa merasakan pelayanan kelas eksekutif sesuai harga tiket yang mereka beli dan menikmati manfaat dari hasil pajak yang mereka bayarkan untuk membangun dermaga tersebut
"Kita minta Dirjen Perhubungan Darat Kemenhub untuk segera evaluasi monopoli ASDP di dermaga 6 atau dermaga eksekutif karena hal itu berpotensi melanggar Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen," kata Ketua YLKI Tulus Abadi, Kamis (3/2/2021).
Baca Juga
Menurut dia, monopoli dermaga eksekutif tersebut berpotensi melanggar hak-hak konsumen sebagaimana diatur dalam UU No. 8/1999, antara lain hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa; hak untuk memilih barang dan/atau jasa, serta hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa.
Di sisi lain, UU itu juga mewajibkan pelaku usaha untuk memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; serta wajib menjamin mutu barang dan/atau jasa berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku. Tulus mengatakan regulator harus konsisten dan berlaku adil terhadap semua operator agar dermaga itu bisa memberikan manfaat bagi sebesar-besarnya kepentingan publik. Semua operator harus diberikan kesempatan yang sama selama memenuhi standar pelayanan yang ditetapkan.
"Monopoli tidak fair apalagi infrastruktur itu kan dibangun menggunakan APBN dan Penyertaan Modal Negara (PMN). Kecuali kalau dibangun sendiri oleh operator (ASDP) , tapi kalau menggunakan anggaran negara maka harus diberikan kesempatan bagi semua operator yang memenuhi standar," tandasnya.
Selain melanggar UU Perlindungan Konsumen, menurut Tulus, monopoli dermaga itu berpotensi menabrak UU No. 5 Tahun 1999 tentang Persaingan Usaha Tidak Sehat, sebab menghalang-halangi operator lain untuk berusaha. Oleh karena itu, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) perlu segera turun tangan agar kondisi itu tidak berlarut-larut dan merugikan hak konsumen.
Kemenhub juga diharapkan segera menyusun Standar Pelayanan Minimum (SPM) yang fair untuk dermaga eksekutif dengan melibatkan semua stakeholder, seperti operator (Gapasdap), konsumen (YLKI), pengamat, dan lainnya.Pernyataan Tulus senada dengan penilaian Bambang Haryo Soekartono, pemerhati transportasi dan logistik yang juga Ketua Dewan Penasihat DPP Gabungan Pengusaha Nasional Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan (Gapasdap).
Bambang Haryo menyoroti Dermaga 6 yang masih dimonopoli oleh ASDP sehingga pelayanannya dinilai kurang maksimal sebagai dermaga eksekutif. "Publik berhak mendapatkan pelayanan terbaik karena dermaga itu dibangun dengan uang negara dari pajak rakyat," tegasnya.
Bambang Haryo mempertanyakan kapal-kapal di Dermaga 6 yang dinilai belum memenuhi standar eksekutif, terutama dari sisi kapasitas angkut (ukuran kapal), kecepatan, kenyamanan, dan keselamatan. Data menunjukkan kapal-kapal yang sandar di Dermaga 6 mayoritas panjang 110 meter, bahkan ada yang panjangnya cuma 80-an meter. “Untuk menjamin kapasitas angkut, kapal di sana harusnya besar minimal panjang 160-180 meter atau sesuai dengan ukuran kade yang disiapkan," ujarnya.
Dari sisi kecepatan, lanjut Bambang Haryo, kapal yang melayani Dermaga 6 harus di atas 15 knot sehingga masyarakat benar-benar merasakan percepatan penyeberangan. Kenyataannya, kapal-kapal di dermaga itu rata-rata jauh di bawah 15 knot atau di bawah standar kecepatan kapal eksekutif. Dalam hal kenyamanan, fasilitas kapal juga harus berbeda dari kapal regular, misalnya tersedia lift atau eskalator ke geladak, kamar kelas eksekutif dan fasilitas VIP lainnya.
"Jadi, bukan hanya prasarana atau dermaganya yang kelas eksekutif, kapal-kapalnya juga harus benar-benar memenuhi standar eksekutif. Kapal-kapalnya harus yang terbaik, jangan kapal-kapal unyil (kecil) dan tua, apalagi sering rusak seperti KMP Portlink 3 yang sempat rusak hingga setahun. Berikan kesempatan kepada kapal-kapal lain yang sering mendapatkan penghargaan dari Kemenhub sebagai reward," ungkapnya.
Selain itu, jelas Bambang Haryo, tingkat keselamatan kapal eksekutif harus lebih mumpuni, misalnya SDM kapal terlatih dan profesional, serta peralatan kapal lengkap dan di atas standar kapal reguler. Dengan demikian, masyarakat betul-betul bisa merasakan pelayanan kelas eksekutif sesuai harga tiket yang mereka beli dan menikmati manfaat dari hasil pajak yang mereka bayarkan untuk membangun dermaga tersebut
(nng)