Kewajiban Kerja Sama OTT Datangkan Investasi di Indonesia

Rabu, 10 Februari 2021 - 02:20 WIB
loading...
Kewajiban Kerja Sama OTT Datangkan Investasi di Indonesia
Founder Sobat Cyber Indonesia, Al Akbar Rahmadillah. (Foto: Ist)
A A A
JAKARTA - Rancangan Peraturan Pemerintah mengenai Pos, Telekomunikasi, dan Penyiaran (RPP Postelsiar) sebagai turunan dari UU Cipta Kerja bertujuan menambah lapangan kerja di Indonesia.

Tujuan itu akan terwujud jika investasi yang datang ke Indonesia juga meningkat. “Peningkatan investasi inilah yang menjadi sasaran utama pada berbagai pengaturan dalam RPP Postelsiar,” ujar founder Sobat Cyber Indonesia, Al Akbar Rahmadillah dalam keterangan tertulisnya, Selasa (9/2/2021).

(Baca juga:RPP Pos Telekomunikasi dan Penyiaran Dinilai Perlu Atur soal Persaingan Usaha)

Upaya pemerintah menjaring lebih banyak investasi di sektor postelsiar ini, utamanya terkait dengan pengaturan kewajiban kerja sama antara penyelenggara over the top ( OTT ) dengan penyelenggara telekomunikasi.OTT adalahlayanandengan konten berupa data, informasi atau multimedia yang berjalan melalui jaringan internet.

Bukan tanpa alasan, layanan OTT yang semakin berkembang telah menghasilkan nilai ekonomi yang besar. Melalui kewajiban kerja sama tersebut, diyakini akan mendatangkan investasi baru yang besar bagi Indonesia.

(Baca juga:Pengaturan QoS dalam RPP POSTELSIAR Jadi Kunci Kualitas Layanan Telekomunikasi)

Akbar menilai pengaturan kewajiban kerja sama antara penyelenggara OTT dengan penyelenggara telekomunikasi merupakan hal yang tepat. “Kewajiban kerja sama ini sudah tepat. Melalui kewajiban kerja sama, OTT dapat layanan yang lebih baik dari operator. Operator pun mendapatkan dukungan dalam berinvestasi untuk mengembangkan infrastrukturnya. Kapasitas dan cakupan jaringan dan data center nasional akan meningkat. Investasi ini tentu akan membuka banyak lapangan kerja. Ini kan yang selama ini kita tunggu-tunggu. Apalagi kewajiban ini merupakan mitigasi untuk menjaga kedaulatan digital,” terang Akbar.

Sebagai aktivis di dunia digital, Akbar melihat kewajiban kerja sama ini berdampak langsung terhadap pembukaan berbagai lapangan pekerjaan di sektor telekomunikasi dan digital.

(Baca juga:Jaga Kedaulatan, DPR Minta Menkominfo Jangan Mau Ditakut-takuti OTT Asing)

“Investasi ini strategis. Lapangan kerja yang dibuka nantinya akan banyak menyerap digital talent Indonsia. Yang akan diuntungkan nantinya adalah generasi milenial Indonesia, UMKM dan penggiat konten Indonesia. Untuk itu, pengaturan kewajiban kerja sama ini sangat perlu kita dukung dan perjuangkan,” terang Akbar.

Pria yang aktif memperjuangkan peningkatan literasi digital ini juga melihat pengaturan kewajiban kerja sama tersebut telah mendapatkan dukungan dari berbagai pihak di Indonesia.

(Baca juga:10 Perusahaan Telekomunikasi Terbesar di Dunia, Tebak Siapa Paling Tajir?)

“Tujuan pengaturan ini mulia dan cita-cita bersama. Karena itu, pengaturan ini didukung berbagai elemen masyakarat. Di media kan sudah banyak asosiasi yang bersuara. Mastel (Masyarakat Telematika Indonesia) selaku induk asosiasi telekomunikasi dan digital di Indonesia saja telah menyatakan dukungannya. Selain itu, APJI (Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia), APJATEL (Asosiasi Penyelenggara JaringaN Telekomunikasi), dan APNATEL (Asosiasi Perusahaan Nasional Telekomunikasi) juga dengan tegas mendukung,” ungkap Akbar.

Di samping dukungan, Akbar juga menyampaikan adanya penolakan dari beberapa pihak karena tidak mau tunduk pada peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Perwakilan regional dari beberapa penyelenggara OTT menyatakan keberatan terhadap regulasi ini. Bagi Akbar, keberatan ini tidak lepas dari persaingan berebut investasi di kawasan.

(Baca juga:Deretan Alat Telekomunikasi dari Masa ke Masa, Ada yang Masih Ingat?)

“Wajarlah. Itu yang keberatan kan VP regionalnya OTT saja. Mereka kan ngantor di Singapura. Kalau regulasi ini jalan, mereka kan pindah investasi ke Indonesia. Sedangakan OTT global lainnya yang sudah investasi di Indonesia tidak menolak kewajiban kerja sama. Artinya, penolakan ini bisa dilokalisir karena kepentingan pihak tertentu di kawasan saja. Pasar terbesar OTT di kawasan ini kan Indonesia, investasinya ya harus di Indonesia juga dong,” tegas Akbar.

Namun, sangat disayangkan oleh Akbar adanya segelintir pihak di dalam negeri yang mau diadu domba untuk ikut-ikutan menyatakan penolakannya. Akbar meyakini pihak tersebut tidak paham telah dimanfaatkan oleh penyelenggara OTT global yang tidak mau berinvestasi di Indonesia.

(Baca juga:Mas Erick Tolong Dong Segerakan IPO BUMN Sektor Telekomunikasi)

Bagi Akbar, penolakan ini sama saja dengan mengkhianati perjuangan bangsa. “Sangat disayangkan ada asosiasi kecil yang menolak. Kita semua paham, di sana kan ada penyelenggara OTT global yang tidak mau invest di Indonesia,” ungkap Akbar.

Melihat hal tersebut, Akbar tidak hilang asa. Pendiri Sobat Cyber Indonesia ini kembali mengajak semua pihak di Indonesia untuk merapatkan barisan. Momen ini adalah kesempatan terbaik bagi Pemerintah Indonesia untuk memenangkan persaingan menggandeng investor asing masuk ke Indonesia.

Seluruh anak bangsa harus kompak mendukung pemerintah mengatur kewajiban kerja sama antara penyelenggara OTT dengan penyelenggara telekomunikasi. Kalau kita tidak kompak, negara lain yang akan bertepuk tangan. Dampaknya, investasi yang seharusnya didapatkan oleh Indonesia malah berbelok ke negara tetangga.

“Jangan mau diadu domba negara sebelah. Ini bukan isu layanan OTT, ini kan negara sebelah yang tidak mau kehilangan investasi. Indonesia harus solid. Kalau kita kompak, investasi tidak akan berbelok ke negara tetangga. Investasi akan ke Indonesia. Yakinlah kewajiban kerja sama ini juga akan saling menguntungkan semua pihak, everybody happy,” tutup Akbar.
(dar)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.6527 seconds (0.1#10.140)