Pengaturan QoS dalam RPP POSTELSIAR Jadi Kunci Kualitas Layanan Telekomunikasi
loading...
A
A
A
JAKARTA - UU No.36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi mengukuhkan liberalisasi industri telekomunikasi nasional . Sebelum adanya regulasi telekomunikasi tersebut, industri telekomunikasi masih menganut rezim duopoly. Kini perkembangan telekomunikasi yang pesat menghadirkan beberapa penyelenggara jaringan, operator selular, jasa internet, dan sebagainya sudah beroperasi di Indonesia.
Meski sudah lebih dari 21 tahun UU telekomunikasi berlaku, namun kenyataannya kualitas layanan operator telekomunikasi di Indonesia masih belum sesuai yang diharapkan apalagi untuk melayani layanan digital yang akan hadir.
(Baca Juga: Percepat Pembangunan Infrastruktur Komunikasi di Teras Indonesia )
Tak hanya kualitas, bahkan masih ada 3.435 desa non komersial yang belum menikmati layanan telekomunikasi. Ini disebabkan kualitas layanan dan komitmen pembangunan operator telekomunikasi satu dengan yang lainnya tidak sama.
Salah satu penyebabnya adalah tidak diaturnya secara rinci kualitas layanan dan komitmen pembangunan operator telekomunikasi. Padahal kualitas layanan dan komitmen pembangunan operator telekomunikasi saat ini menjadi kunci keberhasilan dari program pemerintah seperti belajar dari rumah, bekerja dari rumah, beribadah dari rumah.
Kegiatan normal baru akan sangat membantu menopang perekonomian nasional untuk kembali dari keterpurukan yang terjadi selama covid 19 terjadi. Namun yang terjadi saat ini, masyarakat mengeluhkan atas layanan telekomunikasi yang tidak stabil dan tidak merata sehingga belum sepenuhnya mendukung kegiatan normal baru. Hal ini dirasa karena penyelenggara telekomunikasi gemar menyajikan perang harga sehingga mengorbankan kualitas layanannya.
Dalam Webinar Sobat Cyber Indonesia yang bertajuk Kualitas Layanan Telekomunikasi Untuk Perekonomian Indonesia yang dilakukan beberapa waktu yang lalu, Plt. Kepala Bidang Ekosistem Ekonomi Digital Kemenko Perekonomian RI, Bayu Anggara Silvatika mengakui, pada saat kebiasaan baru (new normal), layanan operator telekomunikasi harus memiliki kualitas yang lebih baik.
Melihat akan pentingnya layanan dan kualitas ini, pemerintah merasa perlu untuk memasukkan kualitas layanan operator dan cakupan wilayah agar menjamin layanan telekomunikasi terbaik untuk masyarakat di seluruh Indonesia.
“Pemenuhan Quality of Service (QoS) merupakan kunci utama dalam telekomunikasi. Itu dapat menggerakan perekonomian dan beberapa komponen lapangan usaha yang sebetulnya terobosan dalam masa pandemik seperti saat ini. Dengan UU Cipta Kerja merupakan kesempatan untuk membenahi berbagai kelemahan fundamental dan peningkatan layanan telekomunikasi. Kemenko perekonomian menggunakan momentum ini dengan menyiapkan strategi-strategi nasional pengembangan ekonomi digital,” ujar Anggara.
Diharapkan dengan adanya UU Cipta Kerja dan RPP POSTELSIAR yang mengatur QoS dapat menciptakan, penyelenggaraan telekomunikasi yang optimal sehingga masyarakat dapat menikmati layanan telekomunikasi yang merata dengan kualitas yang sama di seluruh wilayah Indonesia. Anggara mengharapkan peran aktif dan partisipasi publik untuk dapat mengevaluasi penyelenggaraan telekomunikasi.
Meski sudah lebih dari 21 tahun UU telekomunikasi berlaku, namun kenyataannya kualitas layanan operator telekomunikasi di Indonesia masih belum sesuai yang diharapkan apalagi untuk melayani layanan digital yang akan hadir.
(Baca Juga: Percepat Pembangunan Infrastruktur Komunikasi di Teras Indonesia )
Tak hanya kualitas, bahkan masih ada 3.435 desa non komersial yang belum menikmati layanan telekomunikasi. Ini disebabkan kualitas layanan dan komitmen pembangunan operator telekomunikasi satu dengan yang lainnya tidak sama.
Salah satu penyebabnya adalah tidak diaturnya secara rinci kualitas layanan dan komitmen pembangunan operator telekomunikasi. Padahal kualitas layanan dan komitmen pembangunan operator telekomunikasi saat ini menjadi kunci keberhasilan dari program pemerintah seperti belajar dari rumah, bekerja dari rumah, beribadah dari rumah.
Kegiatan normal baru akan sangat membantu menopang perekonomian nasional untuk kembali dari keterpurukan yang terjadi selama covid 19 terjadi. Namun yang terjadi saat ini, masyarakat mengeluhkan atas layanan telekomunikasi yang tidak stabil dan tidak merata sehingga belum sepenuhnya mendukung kegiatan normal baru. Hal ini dirasa karena penyelenggara telekomunikasi gemar menyajikan perang harga sehingga mengorbankan kualitas layanannya.
Dalam Webinar Sobat Cyber Indonesia yang bertajuk Kualitas Layanan Telekomunikasi Untuk Perekonomian Indonesia yang dilakukan beberapa waktu yang lalu, Plt. Kepala Bidang Ekosistem Ekonomi Digital Kemenko Perekonomian RI, Bayu Anggara Silvatika mengakui, pada saat kebiasaan baru (new normal), layanan operator telekomunikasi harus memiliki kualitas yang lebih baik.
Melihat akan pentingnya layanan dan kualitas ini, pemerintah merasa perlu untuk memasukkan kualitas layanan operator dan cakupan wilayah agar menjamin layanan telekomunikasi terbaik untuk masyarakat di seluruh Indonesia.
“Pemenuhan Quality of Service (QoS) merupakan kunci utama dalam telekomunikasi. Itu dapat menggerakan perekonomian dan beberapa komponen lapangan usaha yang sebetulnya terobosan dalam masa pandemik seperti saat ini. Dengan UU Cipta Kerja merupakan kesempatan untuk membenahi berbagai kelemahan fundamental dan peningkatan layanan telekomunikasi. Kemenko perekonomian menggunakan momentum ini dengan menyiapkan strategi-strategi nasional pengembangan ekonomi digital,” ujar Anggara.
Diharapkan dengan adanya UU Cipta Kerja dan RPP POSTELSIAR yang mengatur QoS dapat menciptakan, penyelenggaraan telekomunikasi yang optimal sehingga masyarakat dapat menikmati layanan telekomunikasi yang merata dengan kualitas yang sama di seluruh wilayah Indonesia. Anggara mengharapkan peran aktif dan partisipasi publik untuk dapat mengevaluasi penyelenggaraan telekomunikasi.