Ini Rekomendasi idEA Terkait Regulasi Ekonomi Digital
loading...
A
A
A
JAKARTA - Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) memberikan rekomendasi terkait regulasi di bidang ekonomi digital. Pertama, terkait dengan perizinan. Dalam Peraturan Menteri Perdagangan No. 50 Tahun 2020, pelaku kreatif dan UMKM wajib memiliki izin untuk berjualan online di platform digital seperti marketplace, online retail, dan semacamnya.
"Dalam kondisi pandemi saat ini, kami merekomendasikan adanya peninjauan kembali aturan tersebut karena UMKM membutuhkan kemudahan dalam berusaha terutama secara digital. Kami memandang perlu adanya penyesuaian PP 80/2019 maupun aturan turunannya. Pun dengan Omnibus Law yang seharusnya bisa dievaluasi kembali," ujar Ketua Umum idEA Bima Laga dalam keterangan tertulis, Rabu (24/2/2021).
(
)
Rekomendasi kedua adalah terkait dengan pengawasan konten di Permenkominfo 5/2020. Menurut idEA, sangat sulit bagi Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) jika hanya diberi waktu satu hari untuk menyikapi pelaporan konten. Hal ini terkait dengan ketersediaan sumber daya yang ada.
Terkait dengan pemberian akses data dalam rangka penegakan hukum, perlu dibuat rambu-rambu agar hak akses terhadap data ini bisa menjaga akuntabilitas sehingga memberikan kepastian hukum bagi pelaku usaha.
Rambu-rambu ini bisa dilakukan dengan adanya approval dari lembaga independen yang diamanatkan RUU Perlindungan Data Pribadi bagi Kementerian atau Lembaga Negara yang berkeinginan melakukan akses terhadap data di Platform Digital.
( )
Rekomendasi juga menyoroti pelaporan data oleh pelaku digital yang akan diatur dengan Rancangan Peraturan Badan Pusat Statistik (BPS). Menurut IdEA, tata cara pelaporan diharapkan juga mengakomodir keberagaman skala bisnis dari setiap pelaku e-commerce.
"Setiap pelaku digital memiliki kapasitas infrastruktur IT yang berbeda-beda dengan menyediakan beberapa pilihan mekanisme pelaporan data. Pelaporan data juga hendaknya merujuk pada perlindungan data pribadi dan untuk tujuan yang terbatas," jelas Bima.
Rekomendasi terakhir terkait dengan peraturan perpajakan. Dua aturan di antaranya adalah UU Cipta Kerja bidang perpajakan dan UU Bea Meterai. Tantangan penerapan yang menjadi perhatian platform digital di awal 2021 adalah peraturan turunan dari UU Bea Meterai.
( )
idEA menyampaikan perlu ada penyesuaian ketentuan dalam UU Bea Meterai terutama ruang lingkup objek meterai. Pemberlakuan materai dalam surat perjanjian sebagai salah satu dokumen perdata tidak seharusnya mengikutsertakan Terms and Conditions (T&C) di Platform Digital.
Penerapan aturan ini juga masih memerlukan masa peralihan hingga 1 tahun. Sementara itu, UU Cipta Kerja bidang perpajakan juga mengamanatkan pemberlakuan Nomor Induk Kependudukan dalam faktur pembelian. Hal ini bisa berpengaruh menurunkan transaksi di platform digital, di mana transaksi memerlukan KYC baru dengan NIK pembeli. "Kami dari idEA berharap bisa terlibat dalam proses penyusunan agar aturan bisa tepat sasaran," kata Bima.
"Dalam kondisi pandemi saat ini, kami merekomendasikan adanya peninjauan kembali aturan tersebut karena UMKM membutuhkan kemudahan dalam berusaha terutama secara digital. Kami memandang perlu adanya penyesuaian PP 80/2019 maupun aturan turunannya. Pun dengan Omnibus Law yang seharusnya bisa dievaluasi kembali," ujar Ketua Umum idEA Bima Laga dalam keterangan tertulis, Rabu (24/2/2021).
(
Baca Juga
Rekomendasi kedua adalah terkait dengan pengawasan konten di Permenkominfo 5/2020. Menurut idEA, sangat sulit bagi Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) jika hanya diberi waktu satu hari untuk menyikapi pelaporan konten. Hal ini terkait dengan ketersediaan sumber daya yang ada.
Terkait dengan pemberian akses data dalam rangka penegakan hukum, perlu dibuat rambu-rambu agar hak akses terhadap data ini bisa menjaga akuntabilitas sehingga memberikan kepastian hukum bagi pelaku usaha.
Rambu-rambu ini bisa dilakukan dengan adanya approval dari lembaga independen yang diamanatkan RUU Perlindungan Data Pribadi bagi Kementerian atau Lembaga Negara yang berkeinginan melakukan akses terhadap data di Platform Digital.
( )
Rekomendasi juga menyoroti pelaporan data oleh pelaku digital yang akan diatur dengan Rancangan Peraturan Badan Pusat Statistik (BPS). Menurut IdEA, tata cara pelaporan diharapkan juga mengakomodir keberagaman skala bisnis dari setiap pelaku e-commerce.
"Setiap pelaku digital memiliki kapasitas infrastruktur IT yang berbeda-beda dengan menyediakan beberapa pilihan mekanisme pelaporan data. Pelaporan data juga hendaknya merujuk pada perlindungan data pribadi dan untuk tujuan yang terbatas," jelas Bima.
Rekomendasi terakhir terkait dengan peraturan perpajakan. Dua aturan di antaranya adalah UU Cipta Kerja bidang perpajakan dan UU Bea Meterai. Tantangan penerapan yang menjadi perhatian platform digital di awal 2021 adalah peraturan turunan dari UU Bea Meterai.
( )
idEA menyampaikan perlu ada penyesuaian ketentuan dalam UU Bea Meterai terutama ruang lingkup objek meterai. Pemberlakuan materai dalam surat perjanjian sebagai salah satu dokumen perdata tidak seharusnya mengikutsertakan Terms and Conditions (T&C) di Platform Digital.
Penerapan aturan ini juga masih memerlukan masa peralihan hingga 1 tahun. Sementara itu, UU Cipta Kerja bidang perpajakan juga mengamanatkan pemberlakuan Nomor Induk Kependudukan dalam faktur pembelian. Hal ini bisa berpengaruh menurunkan transaksi di platform digital, di mana transaksi memerlukan KYC baru dengan NIK pembeli. "Kami dari idEA berharap bisa terlibat dalam proses penyusunan agar aturan bisa tepat sasaran," kata Bima.
(ind)