Samara Suites Jadi Ladang Investasi Menggiurkan di Pusat Bisnis Jakarta
loading...
A
A
A
JAKARTA - Data DPP Real Estat Indonesia (REI) memperlihatkan, selama masa pandemi Covid-19 semua sub-sektor industri properti Tanah Air mengalami koreksi. Pasar perumahan tercatat turun 50%, perkantoran turun 70%-75%, pusat belanja (mal) turun 85%, sementara hotel paling terkena imbas dengan penurunan 90%-95%.
Asnedi, Channel Manager Synthesis Development menjelaskan, selama pandemi, penjualan properti secara general banyak terpengaruh dan sempat mengalami penurunan. Kendati demikian, Synthesis Development berkomitmen merampungkan Samara Suites sesuai jadwal.
“Saat ini unit di Samara Suites telah terjual 95% dan serah terima akan dimulai bulan April 2021,” kata Asnedi, di Jakarta, Senin (8/3/2021).
Edi--demikian Asnedi akrab disapa--mengatakan, apartemen di area central business district (CBD) Jakarta yang sekelas dengan Samara Suites sudah tidak ada lagi yang dibangun. Kalau pun ada, hanya produk lama yang dirilis kembali. Menurut Edi, langkanya pembangunan apartemen di area CBD disebabkan harga lahan mahal, sulitnya perizinan, dan harga sudah terlalu tinggi. ( Baca juga:Luhut Sebut Kinerja Ekonomi Digital Indonesia Masih Keok oleh Vietnam )
“Jadi, Samara Suites yang hanya memiliki single tower dengan 292 unit apartemen eksklusif, hand over di bulan April 2021, serta harga yang di bawah rata-rata, tentu akan jadi invetasi yang menarik,” katanya.
Menurut Edi, kelebihan lain dari Samara Suites yang tak dimiliki banyak proyek apartemen lain adalah lokasinya yang berada di titik 0 stasiun LRT dan TransJakarta--yang terkoneksi dengan jalur MRT. Perkantoran dan hunian yang terkoneksi dengan public transportation, memiliki nilai sewa dan tingkat okupansi yang tetap baik, meski di tengah krisis akibat pandemi.
Misalnya, perkantoran yang dekat dengan stasiun MRT atau halte TransJakarta. Kendati banyak perusahaan melakukan resizing saat pandemi, tetap saja memiliki okupansi yang baik.
Menyoal investasi, Samara Suites telah mengalami kenaikan harga (capital gain) lebih dari 100% sejak awal dirilis. Bila saat awal diluncurkan harga masih berkisar Rp26 juta per meter persegi, kini harganya sekitar Rp55 juta per meter persegi.
Untuk pendapatan pasif dari sewa unit pun terbilang menggiurkan. Pasalnya, yield unit apartemen ini bermain di kisaran 7%-12% per tahun.
Edi melihat, apartemen yang banyak terkoreksi saat ini, umumnya yang berada di dalam satu kawasan superblok dengan jumlah unit yang banyak. Investasi di Samara Suites termasuk yang tidak tergerus kondisi ekonomi saat ini, karena hanya memiliki single tower dengan hanya 292 unit.
Lokasinya juga berada di tengah pengembangan mixed-use Synthesis Square, ketika perkantoran di sini bisa menjadi captive market untuk apartemen sewa. Potensi sewa Samara Suites juga bakal terdongkrak dengan rampungnya pusat training Bank BRI se-Indonesia di sebelah Synthesis Square.
“Syntheis Square dirancang menjadi kawasan mixed-use dengan dua tower office dan satu tower apartemen. Saat ini, office tower pertama telah tersewa 90%. Satu tower office lagi akan dikembangkan dengan kelas premium setinggi lebih dari 40 lantai,” ungkap Edi.
Untuk menuntaskan penjualan Samara Suites, imbuhnya, pihak pengembang melakukan strategi dengan memberikan harga dan cara bayar yang bisa di-customized. Jadi, bila berminat, calon konsumen bisa melakukan negosiasi harga dan memilih cara bayar yang diinginkan.
“Uang muka dan termin pembayaran bisa dinegosiasikan sesuai kebutuhan konsumen. Hingga saat ini, cara tunai bertahap (installment) selama dua tahun masih menjadi pilihan utama dengan DP 20%. Nah, bila konsumen membayar DP sekarang, Bulan April sudah bisa pindah ke Samara Suites,” jelas Edi.
Di masa pandemi ini, Synthesis Development memilih untuk mengevaluasi beberapa proyek yang tengah dan akan dikembangkan ke depan. Edi mengatakan, pihaknya masih wait and see dan menimbang-nimbang secara cermat produk mana yang akan dirilis.
“Kami sebenarnya harus merilis minimal tiga proyek tahun ini, tetapi kami juga mesti melihat kondisi pasar. Kalau konsep dibuat lima tahun yang lalu, tentu harus disesuaikan dengan kondisi saat ini. Jika memaksakan konsep awal dengan situasi sekarang, bisa jadi produk tidak akan diserap pasar. Jadi konsep proyek harus dievaluasi dengan malihat pasar ke depan,” urainya.
Edi memberi contoh, rumah-rumah berukuran besar akan di-resize menjadi lebih kecil, sehingga ticketing price sesuai dengan pangsa pasar. Konsep desain dan layout rumah juga sudah harus disesuaikan dengan kondisi pandemi. Misalnya, sekarang orang butuh ruang kerja, roof top, dan ruang santai. ( Baca juga:Politikus Gerindra Sebut Moeldoko Bikin Malu, Sebaiknya Mundur dari KSP )
“Kita tidak tahu sampai kapan pandemi berlangsung. Dan pandemi ini sudah mengubah cara hidup dan kebiasaan orang, sehingga rumah pun harus disesuaikan. Dulu powder roo--toilet kecil dibuat khusus untuk tamu--di dalam rumah sempat ditinggalkan, namun setelah pandemi kembali diminati,” ucapnya.
Lebih lanjut, Asnedi menggarisbawahi bahwa harga properti tidak akan pernah turun. Properti di Jakarta juga akan tetap mahal dan kebutuhan properti di CBD area tidak akan pernah berhenti.
Menurutnya, kiblat tempat tinggal masyarakat tetap di tengah kota. Kalau kota penyangga berkembang, hal itu karena kebutuhan market makin tinggi, yang dipicu oleh ketidaksanggupan masyakarat membeli properti di tengah kota yang kian tak terjangkau.
“Nah, bila ada proyek di tengah kota, tetapi dengan harga kawasan penyangga kenapa tidak? Konsumen akan memperoleh fasilitas dan potensi sewa yang lebih baik. Salah satunya adalah Samara Suites,” pungkasnya.
Asnedi, Channel Manager Synthesis Development menjelaskan, selama pandemi, penjualan properti secara general banyak terpengaruh dan sempat mengalami penurunan. Kendati demikian, Synthesis Development berkomitmen merampungkan Samara Suites sesuai jadwal.
“Saat ini unit di Samara Suites telah terjual 95% dan serah terima akan dimulai bulan April 2021,” kata Asnedi, di Jakarta, Senin (8/3/2021).
Edi--demikian Asnedi akrab disapa--mengatakan, apartemen di area central business district (CBD) Jakarta yang sekelas dengan Samara Suites sudah tidak ada lagi yang dibangun. Kalau pun ada, hanya produk lama yang dirilis kembali. Menurut Edi, langkanya pembangunan apartemen di area CBD disebabkan harga lahan mahal, sulitnya perizinan, dan harga sudah terlalu tinggi. ( Baca juga:Luhut Sebut Kinerja Ekonomi Digital Indonesia Masih Keok oleh Vietnam )
“Jadi, Samara Suites yang hanya memiliki single tower dengan 292 unit apartemen eksklusif, hand over di bulan April 2021, serta harga yang di bawah rata-rata, tentu akan jadi invetasi yang menarik,” katanya.
Menurut Edi, kelebihan lain dari Samara Suites yang tak dimiliki banyak proyek apartemen lain adalah lokasinya yang berada di titik 0 stasiun LRT dan TransJakarta--yang terkoneksi dengan jalur MRT. Perkantoran dan hunian yang terkoneksi dengan public transportation, memiliki nilai sewa dan tingkat okupansi yang tetap baik, meski di tengah krisis akibat pandemi.
Misalnya, perkantoran yang dekat dengan stasiun MRT atau halte TransJakarta. Kendati banyak perusahaan melakukan resizing saat pandemi, tetap saja memiliki okupansi yang baik.
Menyoal investasi, Samara Suites telah mengalami kenaikan harga (capital gain) lebih dari 100% sejak awal dirilis. Bila saat awal diluncurkan harga masih berkisar Rp26 juta per meter persegi, kini harganya sekitar Rp55 juta per meter persegi.
Untuk pendapatan pasif dari sewa unit pun terbilang menggiurkan. Pasalnya, yield unit apartemen ini bermain di kisaran 7%-12% per tahun.
Edi melihat, apartemen yang banyak terkoreksi saat ini, umumnya yang berada di dalam satu kawasan superblok dengan jumlah unit yang banyak. Investasi di Samara Suites termasuk yang tidak tergerus kondisi ekonomi saat ini, karena hanya memiliki single tower dengan hanya 292 unit.
Lokasinya juga berada di tengah pengembangan mixed-use Synthesis Square, ketika perkantoran di sini bisa menjadi captive market untuk apartemen sewa. Potensi sewa Samara Suites juga bakal terdongkrak dengan rampungnya pusat training Bank BRI se-Indonesia di sebelah Synthesis Square.
“Syntheis Square dirancang menjadi kawasan mixed-use dengan dua tower office dan satu tower apartemen. Saat ini, office tower pertama telah tersewa 90%. Satu tower office lagi akan dikembangkan dengan kelas premium setinggi lebih dari 40 lantai,” ungkap Edi.
Untuk menuntaskan penjualan Samara Suites, imbuhnya, pihak pengembang melakukan strategi dengan memberikan harga dan cara bayar yang bisa di-customized. Jadi, bila berminat, calon konsumen bisa melakukan negosiasi harga dan memilih cara bayar yang diinginkan.
“Uang muka dan termin pembayaran bisa dinegosiasikan sesuai kebutuhan konsumen. Hingga saat ini, cara tunai bertahap (installment) selama dua tahun masih menjadi pilihan utama dengan DP 20%. Nah, bila konsumen membayar DP sekarang, Bulan April sudah bisa pindah ke Samara Suites,” jelas Edi.
Di masa pandemi ini, Synthesis Development memilih untuk mengevaluasi beberapa proyek yang tengah dan akan dikembangkan ke depan. Edi mengatakan, pihaknya masih wait and see dan menimbang-nimbang secara cermat produk mana yang akan dirilis.
“Kami sebenarnya harus merilis minimal tiga proyek tahun ini, tetapi kami juga mesti melihat kondisi pasar. Kalau konsep dibuat lima tahun yang lalu, tentu harus disesuaikan dengan kondisi saat ini. Jika memaksakan konsep awal dengan situasi sekarang, bisa jadi produk tidak akan diserap pasar. Jadi konsep proyek harus dievaluasi dengan malihat pasar ke depan,” urainya.
Edi memberi contoh, rumah-rumah berukuran besar akan di-resize menjadi lebih kecil, sehingga ticketing price sesuai dengan pangsa pasar. Konsep desain dan layout rumah juga sudah harus disesuaikan dengan kondisi pandemi. Misalnya, sekarang orang butuh ruang kerja, roof top, dan ruang santai. ( Baca juga:Politikus Gerindra Sebut Moeldoko Bikin Malu, Sebaiknya Mundur dari KSP )
“Kita tidak tahu sampai kapan pandemi berlangsung. Dan pandemi ini sudah mengubah cara hidup dan kebiasaan orang, sehingga rumah pun harus disesuaikan. Dulu powder roo--toilet kecil dibuat khusus untuk tamu--di dalam rumah sempat ditinggalkan, namun setelah pandemi kembali diminati,” ucapnya.
Lebih lanjut, Asnedi menggarisbawahi bahwa harga properti tidak akan pernah turun. Properti di Jakarta juga akan tetap mahal dan kebutuhan properti di CBD area tidak akan pernah berhenti.
Menurutnya, kiblat tempat tinggal masyarakat tetap di tengah kota. Kalau kota penyangga berkembang, hal itu karena kebutuhan market makin tinggi, yang dipicu oleh ketidaksanggupan masyakarat membeli properti di tengah kota yang kian tak terjangkau.
“Nah, bila ada proyek di tengah kota, tetapi dengan harga kawasan penyangga kenapa tidak? Konsumen akan memperoleh fasilitas dan potensi sewa yang lebih baik. Salah satunya adalah Samara Suites,” pungkasnya.
(uka)