Kritik Impor Beras di Awal Tahun, Pengamat: Idealnya September
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah akan melakukan impor beras sebanyak 1 juta ton pada awal tahun ini. Diketahui, impor dilakukan untuk menjaga stok beras dalam rangka menjaga ketersediaan pangan sepanjang 2021.
Menanggapi hal tersebut, Pengamat pertanian Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Khudori menilai, dari sisi momentum dan waktu melakukan impor di awal tahun dinilai kurang tepat. Menurutnya, hal ini sebetulnya menyakiti petani.
“Idealnya jika mengacu pada pengalaman puluhan tahun Indonesia mengelola impor, idealnya impor dilakukan kira-kira di bulan Agustus – September. Kenapa bulan-bulan itu? Karena sekarang kita masih panen raya, bahkan kalau menurut data BPS itu Maret ini,” ujarnya saat dihubungi MNC Portal Indonesia di Jakarta, Kamis (18/3/2021).
Dia melanjutkan, alih-alih impor, pemerintah seharusnya lebih memokuskan pengadaan dari dalam negeri. Menurutnya, sekarang di beberapa tempat harga gabah dikabarkan turun di bawah harga pembelian pemerintah, di mana untuk gabah kering panen menurut aturan harganya Rp4.200/kg.
"Nah kenapa pemerintah tidak mendorong pengadaan dari dalam negeri, menyerap harga yang turun itu. Barang ada, bahkan menurut perkiraan produksi itu berlebih, kok kita melakukan impor? Kan aneh,” tambah Khudori.
Menurut dia, beras adalah komoditas yang sangat sensitif. Oleh karena itu, ketika pemerintah membocorkan sesuatu misal mengenai data beras di gudang Bulog yang tipis atau rencana impor hal tersebut sensitif terhadap harga.
“Makanya kita bisa lihat akhir-akhir ini di berbagai daerah banyak yang menjerit. Pemerintah belum memastikan impor ketika baru merencanakan impor saja itu dampaknya secara psikologis itu sudah menekan harga, baik harga gabah maupun harga beras,” kata Khudori.
“Sementara kita lihat juga dari data-data BPS hingga Februari itu harga turun. Nah kalau pada saat yang sama pemerintah betul-betul melakukan impor bulan ini, kita bisa perkirakan harga akan semakin turun,” tambah dia.
Lanjut dia, sebaiknya impor beras dilakukan di bulan September karena pada bulan tersebut terjadi musim panen gadu. “Panen gadu itu terjadi kira-kira dari Juni – September, kira-kira produksinya 30 – 35% dari produksi nasional. Biasanya itu nanti musim paceklik, kecil kalau musim paceklik. Kenapa September itu momen yang tepat untuk memutuskan impor atau tidak? Karena kita sudah tahu sebetulnya di musim panen raya, di musim panen gadu, itu produksi kita bagus tidak. Nah pada saat itu lah kalau kita yakin bahwa data-data produksi kita memang nggak bagus, perkiraan sampai akhir tahun itu ternyata ada defisit, ya putuskan segera impor,” bebernya.
Menanggapi hal tersebut, Pengamat pertanian Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Khudori menilai, dari sisi momentum dan waktu melakukan impor di awal tahun dinilai kurang tepat. Menurutnya, hal ini sebetulnya menyakiti petani.
“Idealnya jika mengacu pada pengalaman puluhan tahun Indonesia mengelola impor, idealnya impor dilakukan kira-kira di bulan Agustus – September. Kenapa bulan-bulan itu? Karena sekarang kita masih panen raya, bahkan kalau menurut data BPS itu Maret ini,” ujarnya saat dihubungi MNC Portal Indonesia di Jakarta, Kamis (18/3/2021).
Baca Juga
Dia melanjutkan, alih-alih impor, pemerintah seharusnya lebih memokuskan pengadaan dari dalam negeri. Menurutnya, sekarang di beberapa tempat harga gabah dikabarkan turun di bawah harga pembelian pemerintah, di mana untuk gabah kering panen menurut aturan harganya Rp4.200/kg.
"Nah kenapa pemerintah tidak mendorong pengadaan dari dalam negeri, menyerap harga yang turun itu. Barang ada, bahkan menurut perkiraan produksi itu berlebih, kok kita melakukan impor? Kan aneh,” tambah Khudori.
Menurut dia, beras adalah komoditas yang sangat sensitif. Oleh karena itu, ketika pemerintah membocorkan sesuatu misal mengenai data beras di gudang Bulog yang tipis atau rencana impor hal tersebut sensitif terhadap harga.
“Makanya kita bisa lihat akhir-akhir ini di berbagai daerah banyak yang menjerit. Pemerintah belum memastikan impor ketika baru merencanakan impor saja itu dampaknya secara psikologis itu sudah menekan harga, baik harga gabah maupun harga beras,” kata Khudori.
“Sementara kita lihat juga dari data-data BPS hingga Februari itu harga turun. Nah kalau pada saat yang sama pemerintah betul-betul melakukan impor bulan ini, kita bisa perkirakan harga akan semakin turun,” tambah dia.
Lanjut dia, sebaiknya impor beras dilakukan di bulan September karena pada bulan tersebut terjadi musim panen gadu. “Panen gadu itu terjadi kira-kira dari Juni – September, kira-kira produksinya 30 – 35% dari produksi nasional. Biasanya itu nanti musim paceklik, kecil kalau musim paceklik. Kenapa September itu momen yang tepat untuk memutuskan impor atau tidak? Karena kita sudah tahu sebetulnya di musim panen raya, di musim panen gadu, itu produksi kita bagus tidak. Nah pada saat itu lah kalau kita yakin bahwa data-data produksi kita memang nggak bagus, perkiraan sampai akhir tahun itu ternyata ada defisit, ya putuskan segera impor,” bebernya.
(ind)