Ini Dia Strategi Kejar Target Inklusi Keuangan 90 Persen

Kamis, 08 April 2021 - 16:09 WIB
loading...
Ini Dia Strategi Kejar Target Inklusi Keuangan 90 Persen
Foto/Ilustrasi
A A A
JAKARTA - Pandemi Covid-19 menjadi momentum untuk meningkatkan inklusi dan literasi keuangan di Indonesia. Presiden Joko Widodo telah menargetkan indeks inklusi keuangan nasional 90% pada 2024. Target tersebut tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 114 Tahun 2020 tentang Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI).

Keinginan pemerintah untuk mendongkrak inklusi keuangan lebih tinggi lagi karena memang masih banyak penduduk di negeri ini yang belum tersentuh lembaga keuangan. Data yang disampaikan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan masih ada sekitar 83 juta penduduk yang belum terjangkau akses perbankan.

Direktur Jenderal Aplikasi Informatika, Kementerian Komunikasi dan Informatika RI, Semuel Abrijani Pangerapan mengatakan, untuk mencapai target inklusi keuangan Indonesia sebesar 90 persen, pemerintah tidak bisa melakukannya sendiri. Selalu ada kolaborasi yang terus didorong baik antar kementerian atau lembaga, sektor pribadi, dan masyarakat.

"Ada tren peningkatan inklusi keuangan Indonesia. Pada 2016 meningkat 67,8%, 2019 meningkat 76,2%, dan 2024 ditargetkan menjadi 90%," kata Semuel saat menjadi keynote speaker dalam webinar Katadata dengan tema Peran Pos Indonesia dalam Inklusi Keuangan di Era Digital, Rabu (7/4/2021).



Menurut dia, pemerintah membuka peluang sebesar-besarnya bagi pemain baru, tidak terkecuali bila PT Pos ingin berpartisipasi dalam penyediaan layanan di sektor keuangan digital.

Direktur Utama PT Pos Indonesia (Persero) Faizal R Djoemadi mengatakan, PT Pos optimistis dapat berpartisipasi untuk meningkatkan indeks inklusi keuangan seperti yang ditargetkan pemerintah. PT Pos melihat potensi pasar inklusi finansial di Indonesia.

Dia menjelaskan, data survei tahun 2017, sekitar 49% penduduk Indonesia yang memiliki rekening bank. Data tersebut saat ini meningkat menjadi 53%. Bila dibandingkan dengan masyarakat dunia, rata-rata orang yang telah memiliki akun keuangan itu sudah mencapai 80 persen. Artinya, Indonesia jauh tertinggal. “Masih banyak sekali orang yang tidak terhubung dengan sistem keuangan," kata Faizal.

Melihat target pemerintah terkait inklusi keuangan Indonesia di 2024, sebenarnya terdapat kesenjangan. Maksudnya, antara target inklusi keuangan sebesar 90% dengan pengguna sistem keuangan saat ini yang baru berjumlah 50 hingga 60 persen, ada gap sekitar 30%.

Nah, mengisi kesenjangan ini PT Pos menyatakan siap untuk menyediakan sistem yang membuat masyarakat yang belum terhubung sistem keuangan menjadi terhubung.

Dalam sepak terjang bisnis, PT Pos memiliki rekam jejak dalam sistem keuangan. BUMN ini pernah tiga kali mempunyai bank, yaitu di masa Belanda Bank Tabungan Pos yang kemudian pada tahun 1959 berubah menjadi BTN, Bank Pos yang merupakan kerja sama dengan Rajawali namun dilikuidasi pada 1998-1999 saat krisis moneter, dan terakhir Bank Mantap Mandiri Taspen Pos. Namun, PT Pos keluar dari Bank tersebut pada 2017.

Sejatinya Pos Indonesia punya sejarah panjang di jasa keuangan. Sejak berdirinya Pos 275 tahun yang lalu, salah satu tugas pos yang didirikan pada jaman Belanda, mengirimkan uang dari Belanda ke Indonesia atau sebaliknya. Perusahaan ini juga punya tugas mengirimkan uang dari Batavia ke seluruh penjuru tanah air.

Melihat rekam jejaknya PT Pos memang bukan pemain baru di jasa keuangan. “Kami sangat optimistis dan sangat percaya diri dapat membantu pemerintah dalam menutup gap dalam inklusi keuangan,” ujar Faizal.



Untuk mengembangkan inklusi keuangan, PT Pos akan menyasar target sesuai dengan karakter PT Pos. Target itu adalah masyarakat di daerah tertinggal, masyarakat di perbatasan, masyarakat di pulau terluar, usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), kelompok masyarakat penyandang masalah kesejahteraan sosial, pekerja migran Indonesia, dan kelompok pelajar/mahasiswa/pemuda.

Strategi lainnya, PT Pos akan menggunakan sarana digital melalui pos giro mobile, dan interaksi fisik melalui layanan di kantor pos. Saat ini jumlah kantor pos di seluruh Indonesia sejumlah 8.400 kantor. PT Pos juga dibantu dengan 64 ribu agen pos jasa keuangan seperti BRILink.

Agar lebih intensif dalam pengembangan inklusi keuangan, PT Pos akan fokus pada payment dan remiten (menerima semua jenis pembayaran, listrik, pulsa, dan pbb), menyediakan rekening simpanan dengan aplikasi pos giro mobile, dan layanan keuangan yang terintegrasi.

Kontribusi OJK

Sementara itu, Kepala Strategic Business Unit Giropos Digital PT Pos Indonesia, Hanggoro Feriawan mengatakan, saat ini transaksi keuangan di PT Pos mencapai 23%. PT Pos menargetkan pertumbuhan transaksi keuangan menjadi 58% pada 2022.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga memiliki semangat yang sama dengan PT Pos. OJK yakin dapat berkontribusi dalam pencapaian target indeks inklusi keuangan 90% pada 2024. Direktur Pengembangan Inklusi Keuangan OJK, Edwin Nurhadi menyatakan, OJK memiliki beberapa produk untuk pengembangan inklusi keuangan.

"Ada produk simpanan pelajar dengan program satu rekening satu pelajar. Program ini untuk menjangkau pelajar di daerah. Saat ini terdapat 57 juta pelajar di Indonesia. Ini akan jadi backbone, potensi yang besar sekali untuk kita dukung perceparan target 90% itu," kata Edwin.

OJK juga mendorong akses keuangan daerah dengan tim percepatan akses keuangan daerah (TPKAD). Saat ini, terdapat 233 TPKAD. TPAKD mengoptimalkan pemberdayaamn UMKM di daerah.

Produk OJK lainnya adalah Laku Pandai. Laku Pandai merupakan penyediaan layanan perbankan sesuai layanan keuangan lainnya melalui kerja sama dengan pihak lain (agen bank), dan didukung dengan penggunaan sarana teknolofi informasi. Saat ini terdapat 1.252.767 agen Laku Pandai.

"Terakhir Bank Wakaf Mikro (BMW). BMW menyediakan akses keuangan bagi masyarakat kecil melalui ekonomi kerakyatan. Terdapat 60 BWM," tuturnya.



Selain itu, OJK juga meningkatkan edukasi keuangan dengan peningkatan kegiatan literasi keuangan. Terdapat edukasi keuangan berbasis massive open online course (MOOC), optimalisasi minisite SikapiUangmu sebagai pusat data literasi, edukasi keuangan serta pelaksanaan edukasi keuangan melalui media sosial, pengembangan platform learning management system sebagai pelengkap edukasi keuangan digital, dan penyusunan buku seri literasi keuangan (mulai PAUD hingga mahasiswa).

"Ini untuk meningkatkan tingkat literaasi yang masih relatif rendah di Indonesia. Makin tinggi tingkat literasi maka makin tinggi tingkat inklusi keuangan," kata Edwin.

Optimisme peningkatan inklusi keuangan di masa pandemi juga diakui CEO Dana Indonesia, Vincent Iswara. Menurut Vincent, pandemi meningkatkan kesadaran dan juga penggunaan keuangan digital.

"Data kami, mulai April 2020 pengguna Dana Indonesia sebesar 40 juta. Sampai dengan Desember 2020 sudah meningkat lebih dari 10 juta. Jadi pengguna kami saat ini sudah lebih dari 50 juta," ujarnya.

Vincent menjelaskan, meningkatnya pengguna Dana Indonesia di masa pandemi karena Dana memberikan layanan fasilitas yang sangat dibutuhkan masyarakat. Pada piramida Dana Indonesia, tiga besar layanan fasilitas yang ramai digunakan masyarakat adalah pembayaran online pedagang, P2P transfer kirim uang, dan bayar tagihan (listrik, air, gas, dan lainnya).

"Kami melihat kerja sama antara pemain swasta dan pemain, pemerintahan. Semua berkolaborasi agar bisa membantu masyarakat mentransformasi ke keuangan digital atau keuangan inklusif," kata Vincent.

Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Prani Sastiono mengakui penggunaan e-wallet periode Juli 2019 hingga Juli 2020 meningkat 70 persen. Hal itu terjadi karena peningkatan penggunaan akun keuangan digital selama pandemi.

"Di masa pandemi inklusi keuangan digital meningkat. Inklusi keuangan non digital bisa naik atau turun. Tetapi ada juga program untuk mendorong inklusi keuangan seperti bansos, tabungan pelajar, laku pandai, program digitaliasi keuangan PT Pos," ujarnya.
(ind)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2224 seconds (0.1#10.140)