Indonesia Menuju Ekonomi Terbesar Dunia

Jum'at, 16 April 2021 - 05:57 WIB
loading...
A A A
Marwan juga berharap pemerintah membuat kebijakan konkret, bisa dalam bentuk keputusan presiden (Keppres) maupun peraturan pemerintah (PP) sehingga ada regulasi yang mampu memproteksi hasil produksi dalam negeri, terutama di kalangan petani lokal. Misalnya, kasus CPO sawit produksi Indonesia yang diembargo oleh Eropa. Keputusan itu membuat Presiden Jokowi berani memutuskan untuk memakai produk sawit dalam negeri.

“Itu kan bagus. Artinya, produksi lokal kita dipakai. Dengan begitu, petani sawit kita pede. Gitu juga karet. Kalau enggak bisa diekspor, ya pakai di dalam negeri sendiri. Intinya, kalau hal mendasar ini diselesaikan, otomatis dengan sendirinya target pertumbuhan ekonomi 6-7% itu akan tercapai,” tandasnya.

Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis di Universitas Mercu Buana, Agus Herta Sumarto juga menyampaikan optimismenya Indonesia bisa menjadi 10 negara besar dunia. Bahkan, Indonesia bisa menjadi lima negara besar dengan kekuatan yang ada.“Sikap optimisme wajib kita miliki. Kita harus yakin bahwa kita mampu menjadikan negara Indonesia sebagai 5 besar negara dengan kekuatan ekonomi terbesar di dunia,” katanya.

Namun, kata dia, perlu juga sikap hati-hati dengan berbagai skenario dan proyeksi yang dikeluarkan oleh lembaga-lembaga internasional tersebut. Berbagai proyeksi dan perkiraan tersebut didasarkan pada berbagai asumsi.’’Jika asumsi-asumsi tersebut tidak terpenuhi maka bisa dipastikan proyeksi tersebut tidak akan terwujud. Apalagi dimensi waktu proyeksi ini adalah jangka panjang yang tentunya tingkat ketidakpastiannya juga tinggi,’’ tandasnya.

Karena itu dia menandaskan, untuk mencapai skenario keberhasilan tersebut, seluruh asumsi yang mendasarinya harus terpenuhi. Menurut dia, pernyataan dari Menteri Keuangan Sri Mulyani bahwa untuk menjadi negara 5 besar ekonomi dunia maka diperlukan SDM yang unggul dan berkualitas, teknologi yang tepat guna dan sedang berkembang, infrastruktur yang mendukung dan berkualitas, serta sistem keuangan yang sehat dan kuat, sebagai pernyataan tepat.

“Ini bukanlah perkara mudah. Sebagai contoh, sampai saat ini kualitas SDM kita masih bisa dikatakan rendah. Struktur tenaga kerja kita 40% lebih berasal dari lulusan SD ke bawah, lebih dari 70% berasal dari lulusan SMP, SMA / sederajat,” katanya.


Agus juga menggariskan pentingnya infrastruktur sebagai salah satu syarat utama keberhasilan menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas. Namun, di tengah anggaran negara yang sangat terbatas dan utang negara yang sudah sangat tinggi, maka pembangunan infrastruktur tidak lagi bisa dilakukan sembarangan tanpa perhitungan matang.

“Sebagai contoh, pembangunan kereta api cepat Jakarta – Bandung dari sisi urgensi pembangunan tidaklah begitu penting, lebih penting membangun jalan, pelabuhan, dan pasar di daerah-daerah sentral industri yang selama ini masih kurang,” katanya.

Menurut dia, sektor keuangan ini menjadi sektor paling berisiko karena arus keluar masuk modal sangat cepat dan besar. Cadangan devisa juga tidak begitu kuat karena neraca perdagangan RI juga tidak terlalu bagus. Ditandaskan bahwaIndonesia seringkali mengalami defisit neraca perdagangan dan neraca berjalan, sehingga sektor keuangan rentan terhadap shock yang terjadi dari luar.

Apalagi sebagian besar lembaga perbankan juga dikuasai asing, sehingga potensi arus modal keluar juga sangat tinggi. “Untuk memperkuat sektor keuangan, kita harus memiliki regulasi kuat, penggunaan teknologi tepat guna dan modern, serta menciptakan sistem keuangan yang kuat dan terintegrasi antara pemerintah, swasta, BI, dan OJK,” katanya.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1246 seconds (0.1#10.140)