Tarik Investasi PLTS Atap, Pemerintah Selaraskan Regulasi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengatakan, pemerintah tengah menyelaraskan regulasi melalui Peraturan Presiden mengenai tarif listrik energi baru terbarukan (EBT) dan revisi Permen ESDM agar orang lebih tertarik investasi Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap.
Saat ini, sudah ada empat payung hukum yang mengatur tentang pemasangan PLTS Atap. Yaitu Peraturan Pemerintah No 25 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang ESDM, Peraturan Pemerintah No 14 tahun 2012 tentang Kegiatan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik, Peraturan Menteri ESDM No 2018 tentang Penggunaan PLTS Atap oleh Konsumen PLN dan Permen ESDM No 2019 tentang Kapasitas Pembangkit Tenaga Listrik untuk Kepentingan Sendiri yang Dilaksanakan Berdasarkan Izin Operasi.
"Pemasangan PLTS Atap ini secara teknis dapat mengurangi biaya tagihan listrik bulanan sekitar 30% dari pemakaian listrik PLN. Ini tergantung kapasitas daya PLTS Atap yang dipasang dan konsumsi listrik tiap bulannya. Bahkan bila ada kelebihan tenaga listrik, 65% nilai kWh ekspor menjadi pengurang tagihan listrik bulan berikutnya," jelas Dadan dalam keterangan tertulis, Kamis (15/4/2021).
Dadan melanjutkan, perhitungan nilai ekspor maksimal 65%, mempertimbangkan biaya distribusi dan biaya pembangkitan PLN sekitar 2/3 dari harga tarif listrik. Selain itu, nilai 35% dianggap sebagai kompensasi biaya penyimpanan tenaga listrik PLTS Atap di PLN.
"Melihat efisiensi dan menjaga keberlangsungan bisnis PLN, kapasitas sistem PLTS Atap dibatasi paling tinggi 100% dari daya tersambung konsumen PLN," tuturnya.
Atas dasar penghematan tersebut, hasil analisa Advokasi dan Edukasi Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI) menyatakan bahwa investasi PLTS Atap dinilai lebih menarik dibandingkan dengan bunga deposito. Tentu, kondisi ini dibarengi dengan dukungan dari sektor perbankan sehingga menjadi sinyal positif dalam pengembangan energi terbarukan di Indonesia.
Dukungan ini setidaknya telah diberikan oleh PT Bank Rakyat Indonsia (BRI) dengan melakukan penandatanganan nota kesepahaman dengan Dewan Energi Nasional (DEN) dan PT Len Industri (Persero) pada Januari lalu.
Bank himbara (himpunan bank negara) tersebut berkomitmen membiayai pemasangan PLTS atap dengan tingkat bunga rendah dan jangka waktu pinjaman hingga 15 tahun.
Bagi masyarakat yang tertarik melakukan pemasangan, Kementerian ESDM menyediakan layanan jasa untuk perencanaan pemasangan PLTS menggunakan aplikasi berbasis web yaitu electronic Survey, Monitoring, and Reporting (e-SMART) yang tersedia via link https://esmart-plts.jatech.co.id/.
Aplikasi ini merupakan hasil inovasi peneliti P3TKEBTKE Litbang ESDM yang menginformasikan potensi kapasitas dan produksi PLTS Atap hingga biaya yang diperlukan. e-SMART memungkinkan pengguna mendapatkan sejumlah informasi ketika mempertimbangkan investasi PLTS Atap adalah manfaat dan biaya, yaitu seperti potensi produksi listrik PLTS, pengurangan biaya tagihan listrik, biaya investasi dan operasional.
Energi surya sendiri terbilang memiliki potensi paling besar di Indonesia, yakni sekitar 207,8 GW. Pemerintah pun menargetkan akan ada penambahan pembangkit listrik 138,8 MW dari PLT Surya.
Penambahan ini seiring ditargetkannya nilai investasi EBT tahun 2021 menjadi USD2,05 miliar atau sekitar Rp28,9 triliun (asumsi kurs Rp14.100 per dolar AS) atau naik dari capaian investasi 2020 sebesar USD1,36 miliar atau sekitar Rp19,2 triliun.
Saat ini, sudah ada empat payung hukum yang mengatur tentang pemasangan PLTS Atap. Yaitu Peraturan Pemerintah No 25 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang ESDM, Peraturan Pemerintah No 14 tahun 2012 tentang Kegiatan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik, Peraturan Menteri ESDM No 2018 tentang Penggunaan PLTS Atap oleh Konsumen PLN dan Permen ESDM No 2019 tentang Kapasitas Pembangkit Tenaga Listrik untuk Kepentingan Sendiri yang Dilaksanakan Berdasarkan Izin Operasi.
"Pemasangan PLTS Atap ini secara teknis dapat mengurangi biaya tagihan listrik bulanan sekitar 30% dari pemakaian listrik PLN. Ini tergantung kapasitas daya PLTS Atap yang dipasang dan konsumsi listrik tiap bulannya. Bahkan bila ada kelebihan tenaga listrik, 65% nilai kWh ekspor menjadi pengurang tagihan listrik bulan berikutnya," jelas Dadan dalam keterangan tertulis, Kamis (15/4/2021).
Dadan melanjutkan, perhitungan nilai ekspor maksimal 65%, mempertimbangkan biaya distribusi dan biaya pembangkitan PLN sekitar 2/3 dari harga tarif listrik. Selain itu, nilai 35% dianggap sebagai kompensasi biaya penyimpanan tenaga listrik PLTS Atap di PLN.
"Melihat efisiensi dan menjaga keberlangsungan bisnis PLN, kapasitas sistem PLTS Atap dibatasi paling tinggi 100% dari daya tersambung konsumen PLN," tuturnya.
Atas dasar penghematan tersebut, hasil analisa Advokasi dan Edukasi Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI) menyatakan bahwa investasi PLTS Atap dinilai lebih menarik dibandingkan dengan bunga deposito. Tentu, kondisi ini dibarengi dengan dukungan dari sektor perbankan sehingga menjadi sinyal positif dalam pengembangan energi terbarukan di Indonesia.
Dukungan ini setidaknya telah diberikan oleh PT Bank Rakyat Indonsia (BRI) dengan melakukan penandatanganan nota kesepahaman dengan Dewan Energi Nasional (DEN) dan PT Len Industri (Persero) pada Januari lalu.
Bank himbara (himpunan bank negara) tersebut berkomitmen membiayai pemasangan PLTS atap dengan tingkat bunga rendah dan jangka waktu pinjaman hingga 15 tahun.
Bagi masyarakat yang tertarik melakukan pemasangan, Kementerian ESDM menyediakan layanan jasa untuk perencanaan pemasangan PLTS menggunakan aplikasi berbasis web yaitu electronic Survey, Monitoring, and Reporting (e-SMART) yang tersedia via link https://esmart-plts.jatech.co.id/.
Aplikasi ini merupakan hasil inovasi peneliti P3TKEBTKE Litbang ESDM yang menginformasikan potensi kapasitas dan produksi PLTS Atap hingga biaya yang diperlukan. e-SMART memungkinkan pengguna mendapatkan sejumlah informasi ketika mempertimbangkan investasi PLTS Atap adalah manfaat dan biaya, yaitu seperti potensi produksi listrik PLTS, pengurangan biaya tagihan listrik, biaya investasi dan operasional.
Energi surya sendiri terbilang memiliki potensi paling besar di Indonesia, yakni sekitar 207,8 GW. Pemerintah pun menargetkan akan ada penambahan pembangkit listrik 138,8 MW dari PLT Surya.
Penambahan ini seiring ditargetkannya nilai investasi EBT tahun 2021 menjadi USD2,05 miliar atau sekitar Rp28,9 triliun (asumsi kurs Rp14.100 per dolar AS) atau naik dari capaian investasi 2020 sebesar USD1,36 miliar atau sekitar Rp19,2 triliun.
(ind)