Timpang, Industri Pengolahan Masih Menumpuk di Pulau Jawa
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pengurus Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman (Gapmmi) Bidang Kerjasama Luar Negeri Iwan Winardi mengungkap, adanya kesenjangan industri pengolahan di sektor makanan dan minuman (mamin) yang masih terkonsentrasi di Pulau Jawa. Padahal, bahan baku lebih banyak tersebar di pulau-pulau lain di luar Jawa.
Pandangan ini dilontarkannya setelah mendengar keluhan dari berbagai pelaku usaha seperti di Sumatera, Sulawesi, dan Kalimantan. Menurut mereka, lebih dari 52% industri pengolahan masih terdapat di Pulau Jawa. ( Baca juga:Perumnas Gelar Topping Off Tower Cattleya Samesta Mahata Serpong )
"Teman-teman dari Sumatera mengeluhkan, ada bahan-bahan baik, kopi, ikan dan seterusnya, tetapi hampir 52% itu (industri pengolahan) terkonsentrasi di Pulau Jawa. Sementara potensi lainnya baik di Sulawesi, Kalimantan, Papua ini masih di bawah 10%," katanya dalam acara 500K Eksportir Baru, Senin (19/4/2021).
Ketimpangan itu menjadi tantangan ke depan, bagaimana cara mendistribusikan berbagai produk dari satu wilayah ke wilayah lainnya.
"Jadi infrastruktur untuk pengolahan mamin ini masih terkonsentrasi di Pulau Jawa. Ini yang menjadi tantangan men-sharing-kan bahan baku yang tumbuh di semua area di semua pulau termasuk mendistribusikannya," ujar dia.
Iwan menilai, pemerataan infrastruktur segera dibangun pemerintah. Sebab, perkiraan dalam 25 tahun mendatang pendapatan per kapita Indonesia akan tumbuh 60 kali lipat.
Proyeksi itu didorong oleh pertumbuhan pasar domestik 60 kali lipat dari yang ada saat ini. Karenanya, dibutuhkan infrastruktur di industri mamin yang mampu memproduksi barang konsumsi yang dapat didistribusikan secara berkelanjutan.
"Growth per kapita 25 tahun yang akan datang diperkirakan akan lompat sangat banyak hampir 60 kali. Maka market itu akan tumbuh dalam 25 tahun sebanyak 60 size market yang ada secara domestik," ujar dia. ( Baca juga:Janji Kampanye Ditagih, Pemerintah Jokowi Diminta Tuntaskan Skandal BLBI )
Industri mamin perlu digenjot untuk memenuhi kebutuhan akan datang, meskipun saat ini mengalami pertumbuhan yang negatif akibat pandemi Covid-19. "Consumption growth itu akibat pandemi mengalami penurunan, kita tumbuh minus, tetapi situasi ini mungkin 100 tahun sekali terjadi. Kita harus selalu positif situasi ini akan berakhir," katanya.
Lihat Juga: Jaga Nutrisi dan Kepercayaan Konsumen, Ini Peran Analisis Proximate dalam Industri Makanan
Pandangan ini dilontarkannya setelah mendengar keluhan dari berbagai pelaku usaha seperti di Sumatera, Sulawesi, dan Kalimantan. Menurut mereka, lebih dari 52% industri pengolahan masih terdapat di Pulau Jawa. ( Baca juga:Perumnas Gelar Topping Off Tower Cattleya Samesta Mahata Serpong )
"Teman-teman dari Sumatera mengeluhkan, ada bahan-bahan baik, kopi, ikan dan seterusnya, tetapi hampir 52% itu (industri pengolahan) terkonsentrasi di Pulau Jawa. Sementara potensi lainnya baik di Sulawesi, Kalimantan, Papua ini masih di bawah 10%," katanya dalam acara 500K Eksportir Baru, Senin (19/4/2021).
Ketimpangan itu menjadi tantangan ke depan, bagaimana cara mendistribusikan berbagai produk dari satu wilayah ke wilayah lainnya.
"Jadi infrastruktur untuk pengolahan mamin ini masih terkonsentrasi di Pulau Jawa. Ini yang menjadi tantangan men-sharing-kan bahan baku yang tumbuh di semua area di semua pulau termasuk mendistribusikannya," ujar dia.
Iwan menilai, pemerataan infrastruktur segera dibangun pemerintah. Sebab, perkiraan dalam 25 tahun mendatang pendapatan per kapita Indonesia akan tumbuh 60 kali lipat.
Proyeksi itu didorong oleh pertumbuhan pasar domestik 60 kali lipat dari yang ada saat ini. Karenanya, dibutuhkan infrastruktur di industri mamin yang mampu memproduksi barang konsumsi yang dapat didistribusikan secara berkelanjutan.
"Growth per kapita 25 tahun yang akan datang diperkirakan akan lompat sangat banyak hampir 60 kali. Maka market itu akan tumbuh dalam 25 tahun sebanyak 60 size market yang ada secara domestik," ujar dia. ( Baca juga:Janji Kampanye Ditagih, Pemerintah Jokowi Diminta Tuntaskan Skandal BLBI )
Industri mamin perlu digenjot untuk memenuhi kebutuhan akan datang, meskipun saat ini mengalami pertumbuhan yang negatif akibat pandemi Covid-19. "Consumption growth itu akibat pandemi mengalami penurunan, kita tumbuh minus, tetapi situasi ini mungkin 100 tahun sekali terjadi. Kita harus selalu positif situasi ini akan berakhir," katanya.
Lihat Juga: Jaga Nutrisi dan Kepercayaan Konsumen, Ini Peran Analisis Proximate dalam Industri Makanan
(uka)