UMKM Perlu Dukungan Kemudahan Perizinan dan Perlindungan Merek

Jum'at, 23 April 2021 - 11:04 WIB
loading...
UMKM Perlu Dukungan Kemudahan Perizinan dan Perlindungan Merek
Dalam Undang-undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) ada kemudahan bagi UMKM. Salah satunya yakni memberikan kemudahan dalam hal pendaftaran dan pembiayaan Hak Kekayaan Intelektual. Foto/Dok
A A A
JAKARTA - Dalam Undang-undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) ada kemudahan bagi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) . Salah satunya yakni memberikan kemudahan dan penyederhanaan proses untuk Usaha Mikro dan Kecil dalam hal pendaftaran dan pembiayaan Hak Kekayaan Intelektual.



Lalu ada juga kemudahan impor bahan baku dan bahan penolong industri apabila tidak dapat dipenuhi dari dalam negeri, dan/atau fasilitas ekspor. Terdapat sejumlah pasal di UU yang memberikan akses dukungan, kemudahan berusaha, perlindungan dan pemberdayaan bagi UMKM.

“Pak Berry Fauzi dari Kementerian Koperasi dan UKM yang nantinya akan menguraikan lebih lanjut apa saja kemudahan berusaha yang dapat dimanfaatkan oleh para pelaku UMKM,” kata Direktur Eksekutif Hukum LPS sekaligus Ketua Umum Perkumpulan Bumi Alumni (PBA), Ary Zulfikar.

Hal ini disampaikan dalam Webinar bertajuk ‘Kemudahan Usaha dan Perlindungan Merek Bagi UMKM’ yang digelar oleh Koperasi UMKM Alumni Indonesia (KUALI), PBA Unpad, AZP Legal Consultants dan Kementerian Koperasi dan UKM.

Direktur Eksekutif Hukum LPS sekaligus Ketua Umum PBA, Ary Zulfikar, diundang sebagai keynote speaker dalam webinar ini. Hadir pula dua narasumber yakni Kepala Bidang Kemudahan Usaha Mikro Kementerian Koperasi dan UKM, Berry Fauzi dan Konsultan HKI AZP Legal Consultants, Evi Ulansari.

Terkait perlindungan merek, Ary menyatakan, merek selain menjadi pembeda bisa menjadi kekuatan penetrasi di pasar, yang bisa diajukan oleh pelaku UMKM secara individual dan kolektif.

Dengan dilakukan secara kolektif, akan memudahkan penetrasi di pasar, tidak perlu ada beban biaya marketing dan pendaftaran merek yang menjadi beban masing-masing, dan tidak perlu ada perang branding diantara pelaku UMKM.

Sehingga semua pelaku UMKM yang sejenis dapat memperoleh manfaat secara bersama, tanpa perlu bersaing dengan produk sejenis diantara mereka, yang pada gilirannya dapat meningkatkan produktivitas bagi pelaku UMKM.

“Merek Kolektif merupakan bagian dari filosofi komunitas yang digagas PBA untuk maju bersama-sama menembus pasar dengan kekuatan identitas bersama,” ujar Ary.

Berry Fauzi menyampaikan, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Kemudahan, Pelindungan, Pemberdayaan K-UMKM sebagai turunan UU Ciptaker supaya pelaku UMKM bisa berkembang dan naik kelas. PP tersebut memberikan kemudahan bagi pelaku UMKM untuk mengurus perizinan berusaha supaya mendapat sejumlah keuntungan.

Dalam PP No.7/2021 ini, pelaku UMKM wajib memiliki perizinan berusaha dalam melaksanakan kegiatannya. Berry menjelaskan, pemberian perizinan berusaha diketegorikan berdasarkan tingkat risiko usaha yang dimiliki.

“Jika tingkat risikonya rendah hanya Nomor Induk Berusaha (NIB) saja. Kalau kegiatan usaha risiko menengah rendah dan menengah tinggi perlu NIB dan sertifikat standar. Sedangkan, untuk kegiatan usaha risiko tinggi perlu ada NIB dan izin,” ujar Berry.

Berry menambahkan, sistem perizinan usaha sudah terintegrasi secara elektronik dengan beberapa pihak. Integrasi tersebut membuat pengajuan perizinan berusaha tunggal akan memperoleh perizinan berusaha, Standar Nasional Indonesia (SNI), dan sertifikasi Jaminan Produk Halal (JPH).

“Tapi SNI ini bukan SNI reguler, tapi SNI Bina UMK dan sertifikat halal yang ada bukan pada umumnya tapi surat pernyataan jaminan halal. Yang menarik, pendaftaran perizinan tunggal, pemenuhan kepemilikan sertifikat standar atau izin, dan perpanjangan sertifikat JPH bagi UMKM tidak dikenakan biaya,” ujar Berry.



Pelaku UMKM yang telah memiliki NIB juga akan diberikan sejumlah keuntungan. Dari segi legalitas, memberikan kemudahan untuk pendirian perseroan perseorangan bagi UMK, NIB sebagai perizinan tunggal bagi UMK, pembinaan pemenuhan standar produk dan sertifikat halal oleh pemerintah.

“Kedua, PP ini juga memberikan kemudahan produksi dan pembiayaan. PP ini memberikan pembebasan biaya perizinan bagi UMK, kemudahan pembiayaan dan pemodalan, kemudahaan penyediaan bahan baku dan produksi, dan peningkatan kualitas SDM UMK. Terkait peningkatan kualitas SDM UMK, setiap kegiatan pelatihan yang kami adakan wajib mempersyaratkan NIB untuk bisa mengikuti pelatihan,” kata Berry.

Berry menambahkan, PP ini juga memberikan kemudahan untuk pemasaran dan pasca produksi. Dalam hal ini, pemerintah telah mengalokasikan 30 persen lahan komersil, tempat perbelanjaan, maupun infrastruktur bagi pelaku UMKM. Kemudian juga menyediakan alokasi 40 persen pengadaan barang atau jasa pemerintah untuk produk UMK.

“Terkait alokasi 30 persen lahan komersil, kami sudah melakukan pendataan di rest area yang ada di jalan tol, pusat berbelanjaan, di hotel untuk melakukan mediasi kepada mereka supaya produk-produk UMKM yang biasa ada di jalan bisa masuk ke lahan komersial tersebut,” kata Berry.

Berry menjelaskan, kemudahan-kemudahan tersebut diberikan pelaku UMKM supaya mereka bisa berkembang dan naik kelas dengan cara bertransformasi dari sektor informal menjadi formal. Tranformasi itu bisa tercapai dengan memberikan pelaku UMKM kemudahan izin usaha, perlindungan usaha di area infrastruktur publik, dan memasukan usaha mikro dalam rantai pasok industri.

Di samping itu, Berry menyatakan, pihaknya sudah bekerja sama dengan beberapa platform digital untuk mewajibkan NIB para anggotanya.

“Hal ini sebagai tracing karena banyak predator yang memasukan barang-barang asing ke Indonesia dan dijual dengan harga murah. Tentu itu bisa menggerus pangsa pasar UMKM kita yang berjualan di marketplace,” katanya.

Terkait perlindungan merek, Evi Ulansari menyampaikan, pelaku UMKM perlu mendaftarkan merek miliknya supaya mendapatkan perlindungan hukum. Merek tersebut bisa didaftarkan ke Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) pada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.

“Untuk biaya pendaftaran bagi pelaku UMKM sebesar Rp500.000, untuk umum sebesar Rp1.800.000. Kalau daftar melalui Kemenkop UKM bisa gratis, tapi harus nunggu kuota dulu yaa,” ujar Evi.

Evi pun menjelaskan alur pendaftaran merek melalui DJKI. Hal pertama yang dilakukan pemilik merek yakni mengajukan permohonan pendaftaran merek kepada DJKI. Jika pendaftaran merek dilakukan dengan menggunakan jasa konsultan, biasanya pelaku UMKM akan diminta untuk memeriksa terlebih dahulu apakah merek yang diajukan memiliki kemiripan dengan merek yang sudah didaftarkan di DJKI.

“Kemudian, pihak DJKI akan melakukan pemeriksaan formalitas. Berkas administrasi yang didaftarkan ada yang kurang atau tidak. Kemudian merek yang didaftarkan akan diumumkan. Pada saat pengumuman, pihak ke tiga diberikan ruang untuk memberikan keberatan. Jika tidak ada keberatan maka akan diperiksa substansinya. Apakah merek tersebut melanggar atau tidak,” kata Evi.

Setelah itu, DJKI akan mengumumkan apakah merek yang diajukan diterima atau tidak. Jika diterima maka pihak DJKI akan memberikan sertifikat merek.

Seminar tersebut diikuti oleh lebih dari 100 peserta yang terdiri dari para pelaku bisnis UMKM. Dalam sambutannya, Ary Zulfikar menyampaikan, pemerintah telah menerbitkan UU Ciptaker yang memberikan kemudahan bagi UMKM.

UU Cipta Kerja juga memberikan amanah adanya penyelenggaraan inkubasi yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, perguruan tinggi, dunia usaha, dan/atau masyarakat.

Dalam kegiatan inkubasi ini, PBA yang mewadahi Komunitas UMKM Alumni dan Anggota KUALI ikut andil sebagai bagian dari peran masyarakat untuk membantu pelaku UMKM.

Adapun PBA berperan membantu pelaku UMKM dalam menciptakan usaha baru, menguatkan dan mengembangkan kualitas Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah yang mempunyai nilai ekonomi dan berdaya saing tinggi, dan memanfaatkan jejaring digital untuk akses pasar dan distribusi produk UMKM.

Pelaku UMKM juga harus memiliki literasi keuangan yang baik dalam memanfaatkan akses pendanaan baik dari perbankan atau melalui lembaga keuangan non bank lainnya, termasuk dari Fintech.

Pelaku UMKM harus membaca secara detail persyaratan dan ketentuan yang diberikan oleh penyelenggara fintech sebelum mengajukan permohonan melalui pinjaman online tersebut. Sudah saatnya juga pelaku UMKM memisahkan dana untuk kegiatan usahanya dengan dana untuk keperluan pribadi dengan mendirikan perseroan perseorangan sebagaimana diatur dalam UU Cipta kerja.
(akr)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1582 seconds (0.1#10.140)