DPR Minta Independensi OJK dan BI Dipertahankan dalam RUU RPPSK
loading...
A
A
A
JAKARTA - Anggota Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun mengingatkan untuk mempertahankan independensi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI) dalam pembahasan Rancangan Undang Undang Reformasi, Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU RPPSK).
Apalagi, jelasnya, RUU RPPSK yang sudah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas tahun 2021 ini, akan disusun dan akan diterbitkan menjadi Omnibus Law Sektor Keuangan. Undang-undang sapu jagat ini diharapkan dapat memperkuat kewenangan lembaga sektor moneter dan keuangan, seperti BI, OJK dan LPS, untuk menjaga stabilitas sektor keuangan dan mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Di sisi lain, dia menilai peraturan perundang-undangan dan kelembagaan saat ini masih kuat mengatasi dampak pandemi Covid-19 pada sistem keuangan, termasuk Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang beranggotakan Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia dan Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan.
“Ini harus menjadi perhatian dalam pembahasan RUU RPPSK. Mengingat banyak masalah di sektor keuangan akibat pandemi bersifat temporer,” kata Misbakhun kepada sejumlah media di Jakarta, Senin (26/4/2021).
Dia menegaskan independensi regulator moneter dan keuangan perlu dipertahankan. Dari RUU RPPSK, paparnya, dia mengingatkan ada potensi mengganggu independensi BI dan OJK karena Pemerintah melalui Menteri Keuangan berhak menetapkan keputusan dalam rapat KSSK, serta dapat menunjuk Dewan Pengawas OJK dan BI.
“Jika independensi ini tergores, maka kredibilitas pasar keuangan Indonesia di dalam dan di luar negeri akan terancam karena independensi kedua lembaga otoritas keuangan inilah yang menjadi kunci kepercayaan terhadap kebijakan moneter dan keuangan sebuah negara,” tambahnya.
Dalam draf RUU RPPSK, diatur penataan ulang kewenangan kelembagaan KSSK yang beranggotakan Menteri Keuangan, Gubernur BI dan Ketua OJK. Pengambilan keputusan KSSK dilakukan dalam rapat KSSK secara musyawarah untuk mufakat.
Namun, jika tidak tercapai kesepakatan, Menteri Keuangan sebagai Ketua KSSK mengambil keputusan atas nama KSSK dan keputusan itu sah mengikat setiap anggota KSSK dan/atau pihak terkait.
Berbeda dengan UU Nomor 9/2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan. Dalam undang-undang ini, pengambilan keputusan rapat KSSK dilakukan oleh Menteri Keuangan, Gubernur BI dan Ketua OJK berdasarkan musyawarah untuk mufakat. Namun, jika tidak mencapai mufakat, pengambilan keputusan dilakukan berdasarkan suara terbanyak.
Apalagi, jelasnya, RUU RPPSK yang sudah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas tahun 2021 ini, akan disusun dan akan diterbitkan menjadi Omnibus Law Sektor Keuangan. Undang-undang sapu jagat ini diharapkan dapat memperkuat kewenangan lembaga sektor moneter dan keuangan, seperti BI, OJK dan LPS, untuk menjaga stabilitas sektor keuangan dan mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Di sisi lain, dia menilai peraturan perundang-undangan dan kelembagaan saat ini masih kuat mengatasi dampak pandemi Covid-19 pada sistem keuangan, termasuk Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang beranggotakan Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia dan Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan.
“Ini harus menjadi perhatian dalam pembahasan RUU RPPSK. Mengingat banyak masalah di sektor keuangan akibat pandemi bersifat temporer,” kata Misbakhun kepada sejumlah media di Jakarta, Senin (26/4/2021).
Dia menegaskan independensi regulator moneter dan keuangan perlu dipertahankan. Dari RUU RPPSK, paparnya, dia mengingatkan ada potensi mengganggu independensi BI dan OJK karena Pemerintah melalui Menteri Keuangan berhak menetapkan keputusan dalam rapat KSSK, serta dapat menunjuk Dewan Pengawas OJK dan BI.
“Jika independensi ini tergores, maka kredibilitas pasar keuangan Indonesia di dalam dan di luar negeri akan terancam karena independensi kedua lembaga otoritas keuangan inilah yang menjadi kunci kepercayaan terhadap kebijakan moneter dan keuangan sebuah negara,” tambahnya.
Dalam draf RUU RPPSK, diatur penataan ulang kewenangan kelembagaan KSSK yang beranggotakan Menteri Keuangan, Gubernur BI dan Ketua OJK. Pengambilan keputusan KSSK dilakukan dalam rapat KSSK secara musyawarah untuk mufakat.
Namun, jika tidak tercapai kesepakatan, Menteri Keuangan sebagai Ketua KSSK mengambil keputusan atas nama KSSK dan keputusan itu sah mengikat setiap anggota KSSK dan/atau pihak terkait.
Berbeda dengan UU Nomor 9/2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan. Dalam undang-undang ini, pengambilan keputusan rapat KSSK dilakukan oleh Menteri Keuangan, Gubernur BI dan Ketua OJK berdasarkan musyawarah untuk mufakat. Namun, jika tidak mencapai mufakat, pengambilan keputusan dilakukan berdasarkan suara terbanyak.