Kejar Target Produksi Migas di 2030 RI Butuh Investasi Rp2.618 T

Rabu, 28 April 2021 - 14:01 WIB
loading...
Kejar Target Produksi...
Kebutuhan investasi di sektor migas untuk mencapai target produksi di 2030 mencapai ribuan triliun. Foto/Ilustrasi
A A A
JAKARTA - Kebutuhan investasi untuk menggapai produksi minyak 1 juta barel per hari (bph) dan gas bumi 12 miliar standar kaki kubik per hari (BSCFD) pada tahun 2030 tak main-main.

Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) memperkirakan, untuk mencapai target tersebut, Indonesia membutuhkan investasi sebesar USD187 miliar atau sekitar Rp2.618 triliun (kurs Rp14.000 per USD).



"Kami perkirakan kebutuhan investasi sebesar USD187 miliar, dengan total gross revenue mencapai USD371 miliar dengan proyeksi pendapatan negara mencapai USD131 miliar," ujar Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto dalam webinar SKK Migas, Rabu (28/4/2021).

Dia melanjutkan, besarnya investasi tersebut tidak hanya memberi dampak dari sisi pendapatan negara, namun juga efek pengganda (multiplier effect) dari uang yang beredar sehingga berdampak pada ekonomi baik secara nasional maupun regional.

Meski begitu, dia mengakui masih ada tantangan yang harus diatasi untuk menarik investasi di sektor hulu migas. Diantaranya rumitnya perizinan, tumpang tindih peraturan pusat dan daerah, sistem fiskal yang dianggap terlalu rumit, hingga hambatan di daerah operasional yang jauh dari jangkauan infrastruktur.



"Upaya mencapai 1 juta BPOD dan 12 BSCFD memerlukan dukungan dari seluruh lapisan masyarakat agar kegiatan di lapangan bisa berjalan lancar dan efektif," jelasnya.

Menurut dia, Indonesia masih memiliki potensi yang besar di sektor hulu migas. Dari 128 cekungan hidrokarbon yang dimiliki, baru 20 cekungan yang diproduksi, dan 27 cekungan lainnya sudah ditemukan namun belum diproduksi. Selain itu, ada 13 cekungan belum ada temuan dan 68 cekungan yang belum dibuktikan keberadaannya.

"Hal ini menunjukkan potensi masih sangat besar namun kita sadari bahwa industri migas membutuhkan investasi yang besar, teknologi yang tinggi, risiko yang tinggi, dan persaingan antar negara yang makin meningkat," tandasnya.
(fai)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1674 seconds (0.1#10.140)