Masih Tinggi, Harga Sapi Australia Diramal Turun di Semester II

Rabu, 28 April 2021 - 15:36 WIB
loading...
Masih Tinggi, Harga Sapi Australia Diramal Turun di Semester II
Ilustrasi foto/Dok SINDOphoto/Ali Masduki
A A A
JAKARTA - Kemitraan Indonesia – Australia tentang Ketahanan Pangan di Sektor Daging Merah dan Sapi (Partnership) mempublikasikan Laporan Status Industri Indonesia-Australia dalam Sektor Daging Merah dan Sapi 2020.

Laporan ini menyoroti upaya kedua negara dalam menghadapi tantangan peningkatan harga sapi Australia di tahun 2021, menyusul adanya pemulihan kembali populasi ternak oleh Australia dan mendorong Indonesia mencari negara pemasok alternatif.

Dari laporan Status Industri menemukan bahwa impor sapi hidup dari Australia ke Indonesia merosot pada tahun 2020, dikarenakan kenaikan harga sapi bakalan yang menembus rekor tertinggi sepanjang 20 tahun terakhir.

Diperkirakan, harga sapi bakalan Australia akan tetap tinggi pada tahun 2021 karena upaya repopulasi yang dilakukan Australia, setelah dialaminya kekeringan dalam beberapa tahun kebelakang.



Co-chair Partnership dari Australia Chris Tinning mengharapkan harga sapi bakalan Australia akan menurun pada semester kedua tahun 2021 ini, seiring dengan mulai pulihnya tingkat pertumbuhan populasi ternak Australia.

"Kami memahami bahwa harga yang tinggi dari Australia ini menimbulkan tantangan bagi industri daging merah dan sapi Indonesia di tengah sulitnya masa pandemi Covid-19. Namun, kami memperkirakan harga akan berubah pada semester kedua tahun 2021, seiring repopulasi dan kembali stabilnya jumlah kawanan ternak,” Kata Chris dalam webinar Indonesia Australia Red Meat & Cattle Partnership, Rabu (28/4/2021).

Dia menjelaskan, saat ini dengan kondisi cuaca dan lingkungan yang lebih mendukung, para peternak Australia tengah melakukan repopulasi ternak. Hal ini meningkatkan kompetisi antar peternak, pemasok, ekspotir dan agen lainnya untuk mendapatkan sapi Australia dari sumber populasi ternak.

Sementara itu, Co-Chair Partnership dari Indonesia Dr Riyatno menyatakan, pemerintah Indonesia bertekad untuk memenuhi kebutuhan daging sapi nasional, terutama pada bulan Ramadan dan perayaan Idul Fitri mendatang.

“Pemerintah Indonesia akan berupaya memenuhi kebutuhan daging sapi nasional dengan memperluas pasokan domestik dan juga memperluas akses impor dari negara lain, seperti Meksiko dan Brazil. Namun, saya percaya, Australia akan tetap menjadi mitra terbesar dan pilihan kami di sektor ini,” terangnya.



Saat ini, pemerintah telah meningkatkan ketentuan batasan importasi daging kerbau India menjadi 80.000-ton untuk tahun 2021, dan daging sapi Brasil sebesar 20.000 ton. Impor ini diharapkan akan secara efektif menutup sebagian permintaan dalam negeri untuk daging yang lebih terjangkau.

Selain itu, industri feedlot Indonesia melalui Gapuspindo bersama dengan pemerintah Indonesia tengah berupaya mengakses sumber alternatif sapi hidup, seperti dari Meksiko dan Brasil.

Chief Representative Meat & Livestock Australia untuk Indonesia, Valeska mengatakan, berdasarkan laporan OECD-FAO, diperkirakan konsumsi daging sapi Indonesia akan tumbuh sekitar 7% per tahun.

"Seiring meningkatnya kebutuhan daging sapi segar di Indonesia, maka selain mengandalkan produksi sapi lokal, Indonesia akan perlu memenuhi kebutuhan tersebut dari segi impor. Kami yakin bahwa Australia dapat mendukung hal tersebut untuk secara konsisten menyediakan daging sapi yang segar, berkualitas, aman bagi konsumen Indonesia," tuturnya.
(ind)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.4283 seconds (0.1#10.140)