Tuntutan Ganti Rugi Imaterial Terdampak Kilang Balongan Tak Memiliki Ukuran Jelas
loading...
A
A
A
JAKARTA - Tuntutan ganti rugi imaterial seperti dampak traumatik sebagian warga Balongan dari kebakaran kilang, dinilai tidak memiliki ukuran jelas. Sebab, menurut Ketua DPRD Kabupaten Indramayu Syaefudin, persoalan trauma terkait dengan medis, sehingga untuk mengatasinya pun harus melalui pendekatan medis.
“Landasan ukurannya belum jelas. Karena yang lebih bisa menentukan seseorang terdampak trauma adalah ukuran medis,” kata Syaefudin kepada media.
Itu sebabnya, Syaefudin lebih mendukung upaya Pertamina yang akan menyiapkan psikolog dan progam trauma healing. Upaya-upaya tersebut, jelasnya, dinilai tepat untuk mengatasi trauma akibat terbakarnya tangki Kilang Balongan .
“Nah, kalau hal itu sangat setuju. Sebab memang tidak ada cara lain untuk mengatasi persoalan imaterial seperti trauma atau kaget,” lanjutnya.
“Makanya saya meminta, agar jangan ada ‘penumpang’ yang mempengaruhi warga dengan memanfaatkan situasi. Kalau ada aspirasi yang ingin disampaikan, hendaknya pertimbangan perhitungan logis dan tidak mengada-ada,” tegasnya.
Dalam konteks itu pula, Syaefudin meminta warga untuk menerima upaya Pertamina yang akan melakukan ganti rugi rumah dan properti warga yang rusak akibat terbakarnya tangki Kilang Balongan.
Apalagi, jelasnya, proses dan penghitungan ganti rugi sudah sesuai tata kelola dengan nilai yang juga sesuai standar Pemkab Indramayu.
“Proses penghitungan tidak hanya dilakukan Pertamina. Tetapi ini Tim Gabungan, yang juga melibatkan dinas terkait seperti LH dan PUPR,” terang Syaefudin.
“Makanya, ini harus diterima masyarakat. Karena dari laporan yang kami terima, nilainya sudah cukup sesuai. Sebab, memang ada ukuran dan aturan-aturan yang harus dilalui. Apalagi, Pertamina juga harus melalui audit,” kata Syaefudin.
Sebagaimana diketahui, tangki pada Kilang Balongan terbakar pada 29 Maret 2021. Kebakaran tersebut juga mengakibatkan sekitar tiga ribu rumah warga, beberapa fasilitas umum dan fasilitas sosial mengalami kerusakan. Untuk perbaikan fasum dan fasus, Pertamina sudah melakukan ganti rugi sebelum Ramadhan.
“Landasan ukurannya belum jelas. Karena yang lebih bisa menentukan seseorang terdampak trauma adalah ukuran medis,” kata Syaefudin kepada media.
Itu sebabnya, Syaefudin lebih mendukung upaya Pertamina yang akan menyiapkan psikolog dan progam trauma healing. Upaya-upaya tersebut, jelasnya, dinilai tepat untuk mengatasi trauma akibat terbakarnya tangki Kilang Balongan .
“Nah, kalau hal itu sangat setuju. Sebab memang tidak ada cara lain untuk mengatasi persoalan imaterial seperti trauma atau kaget,” lanjutnya.
“Makanya saya meminta, agar jangan ada ‘penumpang’ yang mempengaruhi warga dengan memanfaatkan situasi. Kalau ada aspirasi yang ingin disampaikan, hendaknya pertimbangan perhitungan logis dan tidak mengada-ada,” tegasnya.
Dalam konteks itu pula, Syaefudin meminta warga untuk menerima upaya Pertamina yang akan melakukan ganti rugi rumah dan properti warga yang rusak akibat terbakarnya tangki Kilang Balongan.
Apalagi, jelasnya, proses dan penghitungan ganti rugi sudah sesuai tata kelola dengan nilai yang juga sesuai standar Pemkab Indramayu.
“Proses penghitungan tidak hanya dilakukan Pertamina. Tetapi ini Tim Gabungan, yang juga melibatkan dinas terkait seperti LH dan PUPR,” terang Syaefudin.
“Makanya, ini harus diterima masyarakat. Karena dari laporan yang kami terima, nilainya sudah cukup sesuai. Sebab, memang ada ukuran dan aturan-aturan yang harus dilalui. Apalagi, Pertamina juga harus melalui audit,” kata Syaefudin.
Sebagaimana diketahui, tangki pada Kilang Balongan terbakar pada 29 Maret 2021. Kebakaran tersebut juga mengakibatkan sekitar tiga ribu rumah warga, beberapa fasilitas umum dan fasilitas sosial mengalami kerusakan. Untuk perbaikan fasum dan fasus, Pertamina sudah melakukan ganti rugi sebelum Ramadhan.
(akr)