Tekan Angka Stunting, Sasa Inti Donasikan Rp200 Juta ke Rotary Club
loading...
A
A
A
JAKARTA - PT Sasa Inti, perusahaan makanan dan bumbu terpercaya di Indonesia mendonasikan Rp200 juta kepada Rotary Club yang bergerak untuk pemberantasan stunting . Donasi tersebut akan dipergunakan oleh Rotary Club untuk menekan angka stunting dengan menjalankan Program Kampanye Pencegahan Stunting.
Dalam keterangan tertulisnya, Minggu (2/5/2021), program yang bertajuk Ayo Cegah Stunting tersebut menjalankan pembelajaran kepada orang dewasa dan bekerjasama dengan 100 Posyandu serta PAUD untuk menyampaikan pesan media pencegahan stunting.
(Baca juga:Peran Bidan Penting untuk Cegah Stunting)
Albert Dinata, Marketing Director, Consumer Acquisition & Retention Sasa mengatakan PT Sasa Inti mengambil peran dalam edukasi masyarakat mengenai pentingnya proses olah dan pemilihan kandungan nutrisi yang baik pada makanan.
Hal ini tak mudah dilakukan bagi beberapa kalangan masyarakat yang lebih familiar dengan mengonsumsi makanan untuk mengenyangkan. Salah satunya gorengan yang mudah ditemui di mana saja.
(Baca juga:Pemkab Luwu Utara Dorong Peningkatan Konsumsi Ikan untuk Cegah Stunting)
Albert menuturkan, sebagai salah satu bahan gorengan Sasa Tepung Bumbu Bervitamin sudah mendapatkan sertifikasi dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). “Kandungan vitamin dan mineral pada Sasa Tepung Bumbu Bervitamin tidak hilang bahkan setelah proses penggorengan. Dengan opsi gorengan yang lebih sehat tentunya dapat meningkatkan kesehatan. Ini sesuai dengan misi Sasa yakni Bring Happiness via Simply Prepared Healthier and Delicious Food.” paparnya.
Menurut World Health Organization (WHO), stunting merupakan kegagalan pertumbuhan dan perkembangan, yang dialami anak-anak akibat asupan gizi yang tidak mencukupi dalam jangka waktu yang lama. Anak-anak yang mengalami stunting, terutama pada usia dini, juga dapat mengalami keterbelakangan pada organ lain, termasuk otak.
(Baca juga:Cegah Stunting, Arumi Bachsin Ingatkan Pentingnya Edukasi Gizi Sejak Remaja)
Pada 2013, sekitar 37% atau 9 juta anak balita di Indonesia mengalami stunting. Hal ini membuat Indonesia menjadi negara keempat dengan angka stunting tertinggi di dunia. Kemudian dari 10 Negara ASEAN, Indonesia menempati urutan ketiga dengan angka stunting tertinggi.
Menurut Riset Kesehatan Dasar Kementerian Kesehatan 2019, angka prevalensi anak pendek di bawah 5 tahun di Indonesia mencapai 27,7%. Artinya, 28 dari 100 anak hidup dengan masalah ini. Diperkirakan setiap dolar AS yang dihabiskan untuk mengurangi stunting akan menghasilkan keuntungan ekonomi sebesar USD48.
Dalam keterangan tertulisnya, Minggu (2/5/2021), program yang bertajuk Ayo Cegah Stunting tersebut menjalankan pembelajaran kepada orang dewasa dan bekerjasama dengan 100 Posyandu serta PAUD untuk menyampaikan pesan media pencegahan stunting.
(Baca juga:Peran Bidan Penting untuk Cegah Stunting)
Albert Dinata, Marketing Director, Consumer Acquisition & Retention Sasa mengatakan PT Sasa Inti mengambil peran dalam edukasi masyarakat mengenai pentingnya proses olah dan pemilihan kandungan nutrisi yang baik pada makanan.
Hal ini tak mudah dilakukan bagi beberapa kalangan masyarakat yang lebih familiar dengan mengonsumsi makanan untuk mengenyangkan. Salah satunya gorengan yang mudah ditemui di mana saja.
(Baca juga:Pemkab Luwu Utara Dorong Peningkatan Konsumsi Ikan untuk Cegah Stunting)
Albert menuturkan, sebagai salah satu bahan gorengan Sasa Tepung Bumbu Bervitamin sudah mendapatkan sertifikasi dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). “Kandungan vitamin dan mineral pada Sasa Tepung Bumbu Bervitamin tidak hilang bahkan setelah proses penggorengan. Dengan opsi gorengan yang lebih sehat tentunya dapat meningkatkan kesehatan. Ini sesuai dengan misi Sasa yakni Bring Happiness via Simply Prepared Healthier and Delicious Food.” paparnya.
Menurut World Health Organization (WHO), stunting merupakan kegagalan pertumbuhan dan perkembangan, yang dialami anak-anak akibat asupan gizi yang tidak mencukupi dalam jangka waktu yang lama. Anak-anak yang mengalami stunting, terutama pada usia dini, juga dapat mengalami keterbelakangan pada organ lain, termasuk otak.
(Baca juga:Cegah Stunting, Arumi Bachsin Ingatkan Pentingnya Edukasi Gizi Sejak Remaja)
Pada 2013, sekitar 37% atau 9 juta anak balita di Indonesia mengalami stunting. Hal ini membuat Indonesia menjadi negara keempat dengan angka stunting tertinggi di dunia. Kemudian dari 10 Negara ASEAN, Indonesia menempati urutan ketiga dengan angka stunting tertinggi.
Menurut Riset Kesehatan Dasar Kementerian Kesehatan 2019, angka prevalensi anak pendek di bawah 5 tahun di Indonesia mencapai 27,7%. Artinya, 28 dari 100 anak hidup dengan masalah ini. Diperkirakan setiap dolar AS yang dihabiskan untuk mengurangi stunting akan menghasilkan keuntungan ekonomi sebesar USD48.
(dar)