Pandemi Munculkan Generasi Milenial Syariah
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pandemi Covid-19 telah membuat berbagai perubahan perilaku konsumen di Tanah Air. Tak hanya lebih sehat dan bersih dalam hal konsumsi, perubahan juga terjadi pada kebisaan yang lebih umum seperti menerapkan protokol kesehatan secara ketat.
Dalam menjalankan ektivitas kehidupan sehari-hari pandemi juga semakin menyadarkan akan pentingnya menjaga kesehatan tubuh. Mengutip survei Jakpat yang dirilis lembaga konsultasi Inventure beberapa waktu lalu, pandemi telah menyebabkan mayoritas masyarakat mengonsumsi makanan lebih sehat dan berolahraga.
Di samping itu, berdasarkan kajian Inventure, kondisi tersebut menjadi penting bagi sebuah brand untuk mengambil kebijakan di masa depan di mana mereka bisa mempromosikan gaya hidup sehat. Ini mengingat pada 2030 mendatang, konsumen akan dipenuhi generasi muda yang sadar akan kesehatan tubuh.
Temuan lain dalam kajian tersebut adalah munculnya generasi milenial yang peduli dengan sistem keuangan syariah. Hasil survei yang dilakukan Alvara-Inventure menyebutkan bahwa mayoritas responden setuju bahwa pandemi membuat masyarakat cenderung lebih religius. Bahkan pada survei yang sama diperoleh data bahwa pandemi juga telah mendorong responden lebih memilih lembaga keuangan syariah dibanding konvensional.
“Pasar syariah menjadi potensi baru yang banyak diminati masyarakat utamanya kaum muslim. Saat ini banyak kalangan mencari sesuatu dengan label halalan toyyiban yang bahkan sudah digunakan secara universal,” kata managing partner Inventure Yuswohady saat memaparkan hasil kajian Millennial Muslim Megashifts di Jakarta belum lama ini.
Dia menambahkan, pandemi telah membuat orang mengedepankan unsur safety dan healty dan ini menjadi suatu urgensi yang terbilang baru. Dalam kaitan bidang keuangan, ujar dia, halal yang dimaksud adalah dengan menjauhi sistem riba dan beralih ke sistem syariah.
“Pandemi disikapi oleh muslim milenial sebagai bentuk cobaan. Pandemi bukan menjauhkan muslim dari Tuhan tapi lebih mendekatkan. Implikasinya sampai ke zakat, salat, wakaf dan seluruh aspek kehidupan Islam termasuk transaksi sudah ada link syariah. Semua aspek kehidupan semakin comply terhadap nilai-nilai Islam,” kata Yuswohady.
Pada kesempatan tersebut, kata dia, pandemi telah membuat faktor halal menjadi skala prioritas masyarakat saat ini. Namun demikian, Yuswohady menilai bahwa mekanisme pasar tetap akan mendorong semakin peduli atau tidaknya masyarakat terhadap konsep halal.
Yuswohady menambahkan, pandemi juga membuat cara berkegiatan individu turut berubah. Jika dulu gadget hanya dimanfaatkan untuk hal tertentu saja, saat ini aktivitas rapat kantor dan belajar harus menggunakan gadget sehingga durasi penggunaan perangkat tersebut menjadi lebih panjang dibanding sebelumnya.
Dalam hal berderma, ujar Yuswohady, dia menemukan fakta bahwa ternyata kalangan milenial lebih sering melakukannya. Bahkan frekunsinya bisa mencapai 1,5 kali dalam sebulan melalui fasilitas platform digital. Tidak hanya itu, sektor ritel pun tak lepas dalam melirik pasar muslim milenial. Ini salah satunya dicontohkan dengan munculnya berebagai produk berlabel syariah dari produsen-produsen besar.
SVP Marketing Communication Bank Syariah Indonesia (BSI) Ivan Ally pada kesempatan yang sama mengatakan, pihaknya sebagai penyedia jasa keuangan syariah telah mambuat segmentasi dan membranding kalangan muslim milenial dengan sebutan Gen-Sy (gen-syariah).
“Kami melihat ada segmen yang seksi bahwa kemenangan brand hari ini adalah dengan memanfaatkan segmentasi yang seksi ini yaitu segmentasi milenial, gen Y dan gen Z sehingga dalam banyak kampanye,” kata Ivan.
Dia menambahkan adanya segmen tersebut, cukup seksi untuk ‘dilirik’ sehingga dipastikan semua brand beralih ke segmen tersebut. Kendati demikian, sebelum memamfaatkan peluang tersebut BSI akan terlebih dulu mempelajari apa yang menjadi kegelisahan kalangan milenial.
Menurut dia, setidaknya ada empat hal yang telah dipelajari dari kalangan milenial. Pertama, mereka mengalami ketidakseimbangan antara bekerja dan kehidupan di luar pekerjaan.
“Itu poin yang kami tangkap. Masa pandemi membuat orang kerjanya semakin gila. Sehingga kami melihat ada gejala ketidakseimbangan itu,” ungkapnya.
Kedua, ternyata milenial itu hidupnya tidak sehat karena suka sekali fast food sehingga ditangkap sebagai kegelisahan mengenai unhealty lifestyle. Ketiga, internet digital menumpahruahkan informasi yang pada akhirnya, dalam sejumlah hal terpaan informasi yang bertubi-tubi membuat milenial mengambil kulit informasinya saja.
Keempat, milenial membutuh literasi finansial yang tinggi. Ini karena mereka dianggap mengalami tiga kali krisis sehingga berhati-hati dalam membelanjakan keuangan. Menurutnya, pandemi mendorong kaum milenial melihat keadaan sekitar bahwa banyak orang tidak beruntung sehingga mereka mencari banyak hal literasi keuangan.
“Kami sebagai institusi finansial menangkap ini menjadi bagian yang penting. Kami melihat sejumlah kegelisahan ini dengan gerakan yang distimulus oleh pandemi membuat untuk mencari titik keseimbangan baru,” paparnya.
Dengan segala permasalahan yang dihadapi milenial, pihaknya ingin menjadi sebuah brand yang menjadi solusi. Selain itu, BSI juga ingin menjadi brand yang paling dekat pertama kali dengan kalangan milenial.
“Setelah mengamati kegelisahan itu kami membuat gerakan Gen-Sy. Kami memang berada dalam lembaga syariah yang sekarang menjadi magnet besar sekali dan harus jadi bagian komersialisasi dan bagian dari jalan dakwah kami,” ungkapnya.
Selain itu, kata dia, Gen-Sy juga bisa mengajak milenial untuk tetap aktif terlibat di kehidupan sosial dengan keterlibatan langsung dengan berderma secara online.
“Ada aspek spiritual yang ingin kami kejar dan kami ingin mengajak orang untuk menjadi bagian dari itu. Kami beri label milenial ini akan banyak kami sentuh dalam banyak kegiatan, bukan cuuma menawarkan produk, tapi kami punya positioning utama digital banking, kami tanbah fasilitasi milenial untuk bisa kecimpung sosialnya” katanya.
Di bagian lain, pakar ekonomi syariah Adiwarman Azwar Karim menilai, perkembangan teknologi saat ini telah mengubah perilaku kaum milenial sehingga mereka tertarik pada sektor syariah. Menurutnya, ada beberapa faktor yang membuat sektor ini semakin dilirik.
Pertama, kemajuan teknologi saat ini membuat kaum milenial mendapatkan segala secara instan termasuk informasi dan melakukan transaksi-transaksi digital. Kedua, kemajuan teknologi juga telah membuat generasi milenial mempunyai akses yang sangat luas tentang apapun yang ingin mereka ketahui.
“Dua hal ini mendorong generasi milenial mencari hal-hal baru di antaranya syariah dan ketertarikan mereka tentang apa itu syariah. Mereka akan menemukan ada sesuatu yang dulu hebatnya, mereka mencari-cari, sehingga mereka mendapatkan syariah ini," ujar Adiwarman.
Wakil Ketua Badan Pelaksana Harian (BPH) Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (MUI) ini menggariskan, saat generasi milenial memang sudah jamak melakukan transaksi-transaksi digital misalnya saat belanja secara online.
“Nilai-nilai yang mereka harapkan dalam suatu transaksi digital itu mereka temui dalam nilai-nilai syariah. Ini lah sebetulnya pintu masuk bagaimana syariah bisa memanfaatkan keberadaan milenial. Nilai fairness inilah yang mereka temukan di syariah," katanya.
Dalam menjalankan ektivitas kehidupan sehari-hari pandemi juga semakin menyadarkan akan pentingnya menjaga kesehatan tubuh. Mengutip survei Jakpat yang dirilis lembaga konsultasi Inventure beberapa waktu lalu, pandemi telah menyebabkan mayoritas masyarakat mengonsumsi makanan lebih sehat dan berolahraga.
Di samping itu, berdasarkan kajian Inventure, kondisi tersebut menjadi penting bagi sebuah brand untuk mengambil kebijakan di masa depan di mana mereka bisa mempromosikan gaya hidup sehat. Ini mengingat pada 2030 mendatang, konsumen akan dipenuhi generasi muda yang sadar akan kesehatan tubuh.
Temuan lain dalam kajian tersebut adalah munculnya generasi milenial yang peduli dengan sistem keuangan syariah. Hasil survei yang dilakukan Alvara-Inventure menyebutkan bahwa mayoritas responden setuju bahwa pandemi membuat masyarakat cenderung lebih religius. Bahkan pada survei yang sama diperoleh data bahwa pandemi juga telah mendorong responden lebih memilih lembaga keuangan syariah dibanding konvensional.
“Pasar syariah menjadi potensi baru yang banyak diminati masyarakat utamanya kaum muslim. Saat ini banyak kalangan mencari sesuatu dengan label halalan toyyiban yang bahkan sudah digunakan secara universal,” kata managing partner Inventure Yuswohady saat memaparkan hasil kajian Millennial Muslim Megashifts di Jakarta belum lama ini.
Dia menambahkan, pandemi telah membuat orang mengedepankan unsur safety dan healty dan ini menjadi suatu urgensi yang terbilang baru. Dalam kaitan bidang keuangan, ujar dia, halal yang dimaksud adalah dengan menjauhi sistem riba dan beralih ke sistem syariah.
“Pandemi disikapi oleh muslim milenial sebagai bentuk cobaan. Pandemi bukan menjauhkan muslim dari Tuhan tapi lebih mendekatkan. Implikasinya sampai ke zakat, salat, wakaf dan seluruh aspek kehidupan Islam termasuk transaksi sudah ada link syariah. Semua aspek kehidupan semakin comply terhadap nilai-nilai Islam,” kata Yuswohady.
Pada kesempatan tersebut, kata dia, pandemi telah membuat faktor halal menjadi skala prioritas masyarakat saat ini. Namun demikian, Yuswohady menilai bahwa mekanisme pasar tetap akan mendorong semakin peduli atau tidaknya masyarakat terhadap konsep halal.
Yuswohady menambahkan, pandemi juga membuat cara berkegiatan individu turut berubah. Jika dulu gadget hanya dimanfaatkan untuk hal tertentu saja, saat ini aktivitas rapat kantor dan belajar harus menggunakan gadget sehingga durasi penggunaan perangkat tersebut menjadi lebih panjang dibanding sebelumnya.
Dalam hal berderma, ujar Yuswohady, dia menemukan fakta bahwa ternyata kalangan milenial lebih sering melakukannya. Bahkan frekunsinya bisa mencapai 1,5 kali dalam sebulan melalui fasilitas platform digital. Tidak hanya itu, sektor ritel pun tak lepas dalam melirik pasar muslim milenial. Ini salah satunya dicontohkan dengan munculnya berebagai produk berlabel syariah dari produsen-produsen besar.
SVP Marketing Communication Bank Syariah Indonesia (BSI) Ivan Ally pada kesempatan yang sama mengatakan, pihaknya sebagai penyedia jasa keuangan syariah telah mambuat segmentasi dan membranding kalangan muslim milenial dengan sebutan Gen-Sy (gen-syariah).
“Kami melihat ada segmen yang seksi bahwa kemenangan brand hari ini adalah dengan memanfaatkan segmentasi yang seksi ini yaitu segmentasi milenial, gen Y dan gen Z sehingga dalam banyak kampanye,” kata Ivan.
Dia menambahkan adanya segmen tersebut, cukup seksi untuk ‘dilirik’ sehingga dipastikan semua brand beralih ke segmen tersebut. Kendati demikian, sebelum memamfaatkan peluang tersebut BSI akan terlebih dulu mempelajari apa yang menjadi kegelisahan kalangan milenial.
Menurut dia, setidaknya ada empat hal yang telah dipelajari dari kalangan milenial. Pertama, mereka mengalami ketidakseimbangan antara bekerja dan kehidupan di luar pekerjaan.
“Itu poin yang kami tangkap. Masa pandemi membuat orang kerjanya semakin gila. Sehingga kami melihat ada gejala ketidakseimbangan itu,” ungkapnya.
Kedua, ternyata milenial itu hidupnya tidak sehat karena suka sekali fast food sehingga ditangkap sebagai kegelisahan mengenai unhealty lifestyle. Ketiga, internet digital menumpahruahkan informasi yang pada akhirnya, dalam sejumlah hal terpaan informasi yang bertubi-tubi membuat milenial mengambil kulit informasinya saja.
Keempat, milenial membutuh literasi finansial yang tinggi. Ini karena mereka dianggap mengalami tiga kali krisis sehingga berhati-hati dalam membelanjakan keuangan. Menurutnya, pandemi mendorong kaum milenial melihat keadaan sekitar bahwa banyak orang tidak beruntung sehingga mereka mencari banyak hal literasi keuangan.
“Kami sebagai institusi finansial menangkap ini menjadi bagian yang penting. Kami melihat sejumlah kegelisahan ini dengan gerakan yang distimulus oleh pandemi membuat untuk mencari titik keseimbangan baru,” paparnya.
Dengan segala permasalahan yang dihadapi milenial, pihaknya ingin menjadi sebuah brand yang menjadi solusi. Selain itu, BSI juga ingin menjadi brand yang paling dekat pertama kali dengan kalangan milenial.
“Setelah mengamati kegelisahan itu kami membuat gerakan Gen-Sy. Kami memang berada dalam lembaga syariah yang sekarang menjadi magnet besar sekali dan harus jadi bagian komersialisasi dan bagian dari jalan dakwah kami,” ungkapnya.
Selain itu, kata dia, Gen-Sy juga bisa mengajak milenial untuk tetap aktif terlibat di kehidupan sosial dengan keterlibatan langsung dengan berderma secara online.
“Ada aspek spiritual yang ingin kami kejar dan kami ingin mengajak orang untuk menjadi bagian dari itu. Kami beri label milenial ini akan banyak kami sentuh dalam banyak kegiatan, bukan cuuma menawarkan produk, tapi kami punya positioning utama digital banking, kami tanbah fasilitasi milenial untuk bisa kecimpung sosialnya” katanya.
Di bagian lain, pakar ekonomi syariah Adiwarman Azwar Karim menilai, perkembangan teknologi saat ini telah mengubah perilaku kaum milenial sehingga mereka tertarik pada sektor syariah. Menurutnya, ada beberapa faktor yang membuat sektor ini semakin dilirik.
Pertama, kemajuan teknologi saat ini membuat kaum milenial mendapatkan segala secara instan termasuk informasi dan melakukan transaksi-transaksi digital. Kedua, kemajuan teknologi juga telah membuat generasi milenial mempunyai akses yang sangat luas tentang apapun yang ingin mereka ketahui.
“Dua hal ini mendorong generasi milenial mencari hal-hal baru di antaranya syariah dan ketertarikan mereka tentang apa itu syariah. Mereka akan menemukan ada sesuatu yang dulu hebatnya, mereka mencari-cari, sehingga mereka mendapatkan syariah ini," ujar Adiwarman.
Wakil Ketua Badan Pelaksana Harian (BPH) Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (MUI) ini menggariskan, saat generasi milenial memang sudah jamak melakukan transaksi-transaksi digital misalnya saat belanja secara online.
“Nilai-nilai yang mereka harapkan dalam suatu transaksi digital itu mereka temui dalam nilai-nilai syariah. Ini lah sebetulnya pintu masuk bagaimana syariah bisa memanfaatkan keberadaan milenial. Nilai fairness inilah yang mereka temukan di syariah," katanya.
(ynt)