Duh, Kementan Diduga Kongkalikong dengan Integrator Raksasa Perunggasan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Puluhan peternak unggas rakyat yang tergabung dalam PPRN (Paguyuban Peternak Rakyat Nusantara) meminta Kementerian Pertanian RI (Kementan) untuk segera memperbaiki sengkarut persoalan unggas yang tidak kunjung usai. Permintaan yang disampaikan melalui aksi damai ini sebagai bentuk ekspresi peternak rakyat mandiri yang kondisinya semakin terpuruk.
Ketua PPRN Alvino Antonio mengatakan, aksi unjuk rasa ini sebagai bentuk kekesalan peternak unggas rakyat terhadap Kementan yang tidak pernah memedulikan peternak rakyat. Betapa tidak, harga sarana pokok produksi seperti pakan, DOC (day old chicken) dan lainnya sangat tinggi. Disisi lain, harga jual ayam broiler dan telur cenderung murah.
Baca juga:Menaker Ida Semringah, Perayaan May Day Berlangsung Tertib Dan Aman
Kondisi itu yang menyebabkan peternak rakyat mengalami kerugian yang sangat besar. Kementan membiarkan peternak rakyat bangkrut dan membiarkan para integrator semakin jaya.
"Saya menduga ada kongkalikong di antara mereka (Kementan dan integrator) sehingga nasib kami para peternak diabaikan. kerugian yang kami alami sangat besar, banyak di antara kami yang sudah gulung tikar, kami yang masih bertahan masih menunggu komitmen pemerintah dalam memberikan perlindungan kepada para peternak Mandiri," kata Alvino Antonio saat menyampaikan orasi di depan Kompleks Kementerian Pertanian, Ragunan, Jakarta (4/5/2021).
Ia menjelaskan, Kementan kerap kali berpihak pada integrator raksasa perunggasan. Faktanya, baru-baru ini Kementan memangkas 20,5 juta ekor DOC Final Stocks dengan dalih menjaga kestabilan harga perunggasan. Bahkan, Kementan menargetkan memusnahkan 288 juta DOC tahun ini.
Akibatnya akan terjadi kelangkaan DOC dan ratusan peternak unggas terancam tidak mendapatkan DOC. Kondisi peternak rakyat semakin tertekan, harga DOC dipastikan naik. Para integrator raksasa pasti memprioritaskan internal farm dan kemitraannya.
"Kami sangat kecewa karena Dirjen PKH tak menemui kami. Kami sampaikan kepada Kementan, kami tak akan mundur untuk terus memperjuangkan nasib para peternak rakyat yang semakin terpuruk karena keberpihakan Kementan kepada para Integrator,” ungkapnya.
Padahal, lanjut Alvino, Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No.32/2017 Tentang Penyediaan, Peredaran dan Pengawasan Ayam Ras dan Telur Konsumsi mengamanatkan alokasi 50% DOC untuk peternak unggas mandiri. Kemudian, baru-baru ini juga terjadi kenaikan pada pakan ayam hingga 30% yang mengikuti kenaikan harga ayam di bulan puasa.
“Saat nanti kami panen, harga sudah turun. Inilah akibatnya apabila pemerintah membiarkan ‘mekanisme pasar’ yang menguasai ekosistem bisnis perunggasan. Kami peternak ayam rakyat yang merasakan dampak kerugian yang paling besar. Karena bukan kami yang menentukan mekanisme pasar perunggasan,” jelas Alvino.
Baca juga:Gubernur Ganjar Dukung Penuh Langkah Tegas Walkot Gibran Copot Lurah Terkait Pungli
koordinator aksi, Pardjuni, menilai kebijakan pemerintah sebetulnya sudah bagus. Namun pengawasannya sangat kurang.
"Sehingga kami sangat dirugikan. Peternak rakyat yang dikorbankan," pungkas Pardjuni saat orasi bersama peternak dari Jawa dan Bali.
Sekedar informasi, sejak tahun 2018 hingga 2020 lalu ribuan peternak mengalami kerugian dengan taksiran Rp5,4 triliun. Bahkan sudah ratusan ribu peternak ayam yang sudah gulung tikar.
Ketua PPRN Alvino Antonio mengatakan, aksi unjuk rasa ini sebagai bentuk kekesalan peternak unggas rakyat terhadap Kementan yang tidak pernah memedulikan peternak rakyat. Betapa tidak, harga sarana pokok produksi seperti pakan, DOC (day old chicken) dan lainnya sangat tinggi. Disisi lain, harga jual ayam broiler dan telur cenderung murah.
Baca juga:Menaker Ida Semringah, Perayaan May Day Berlangsung Tertib Dan Aman
Kondisi itu yang menyebabkan peternak rakyat mengalami kerugian yang sangat besar. Kementan membiarkan peternak rakyat bangkrut dan membiarkan para integrator semakin jaya.
"Saya menduga ada kongkalikong di antara mereka (Kementan dan integrator) sehingga nasib kami para peternak diabaikan. kerugian yang kami alami sangat besar, banyak di antara kami yang sudah gulung tikar, kami yang masih bertahan masih menunggu komitmen pemerintah dalam memberikan perlindungan kepada para peternak Mandiri," kata Alvino Antonio saat menyampaikan orasi di depan Kompleks Kementerian Pertanian, Ragunan, Jakarta (4/5/2021).
Ia menjelaskan, Kementan kerap kali berpihak pada integrator raksasa perunggasan. Faktanya, baru-baru ini Kementan memangkas 20,5 juta ekor DOC Final Stocks dengan dalih menjaga kestabilan harga perunggasan. Bahkan, Kementan menargetkan memusnahkan 288 juta DOC tahun ini.
Akibatnya akan terjadi kelangkaan DOC dan ratusan peternak unggas terancam tidak mendapatkan DOC. Kondisi peternak rakyat semakin tertekan, harga DOC dipastikan naik. Para integrator raksasa pasti memprioritaskan internal farm dan kemitraannya.
"Kami sangat kecewa karena Dirjen PKH tak menemui kami. Kami sampaikan kepada Kementan, kami tak akan mundur untuk terus memperjuangkan nasib para peternak rakyat yang semakin terpuruk karena keberpihakan Kementan kepada para Integrator,” ungkapnya.
Padahal, lanjut Alvino, Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No.32/2017 Tentang Penyediaan, Peredaran dan Pengawasan Ayam Ras dan Telur Konsumsi mengamanatkan alokasi 50% DOC untuk peternak unggas mandiri. Kemudian, baru-baru ini juga terjadi kenaikan pada pakan ayam hingga 30% yang mengikuti kenaikan harga ayam di bulan puasa.
“Saat nanti kami panen, harga sudah turun. Inilah akibatnya apabila pemerintah membiarkan ‘mekanisme pasar’ yang menguasai ekosistem bisnis perunggasan. Kami peternak ayam rakyat yang merasakan dampak kerugian yang paling besar. Karena bukan kami yang menentukan mekanisme pasar perunggasan,” jelas Alvino.
Baca juga:Gubernur Ganjar Dukung Penuh Langkah Tegas Walkot Gibran Copot Lurah Terkait Pungli
koordinator aksi, Pardjuni, menilai kebijakan pemerintah sebetulnya sudah bagus. Namun pengawasannya sangat kurang.
"Sehingga kami sangat dirugikan. Peternak rakyat yang dikorbankan," pungkas Pardjuni saat orasi bersama peternak dari Jawa dan Bali.
Sekedar informasi, sejak tahun 2018 hingga 2020 lalu ribuan peternak mengalami kerugian dengan taksiran Rp5,4 triliun. Bahkan sudah ratusan ribu peternak ayam yang sudah gulung tikar.
(uka)