Komitmen Ekonomi Hijau Jokowi Butuh Dukungan Semua Pihak

Rabu, 05 Mei 2021 - 17:29 WIB
loading...
Komitmen Ekonomi Hijau Jokowi Butuh Dukungan Semua Pihak
Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan komitmennya untuk memperkuat ekonomi hijau (green economy) di Indonesia dalam kegiatan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional 2021 di Istana Negara, kemarin (4/5). Pernyataan Presiden menjadi langkah penting dalam penguatan ekonomi hijau dan mencegah krisis iklim.

Menurut Presiden, Indonesia mempunyai potensi kekayaan alam seperti hutan tropis yang dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan untuk paru-paru dunia. Untuk memperkuat green economy ini, Jokowi mengatakan, transformasi energi menuju energi baru dan terbarukan harus dimulai.

Baca juga: Tito Jengkel, Setiap Rakor APBD yang Diurus Cuma Belanja PNS

“Karena itu, green technology dan green product harus diperkuat untuk meningkatkan daya saing Indonesia di luar negeri,” ujarnya.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) Paul Butar Butar menyambut baik komitmen yang disampaikan Presiden dalam Musrenbangnas tersebut. Bagi Paul, transformasi menuju energi baru dan terbarukan adalah sebuah keharusan yang wajib dijalankan oleh pemerintah dan semua stakeholder. “Energi baru dan terbarukan adalah masa depan kita,” ujar Paul.

Dikatakannya, sehubungan dengan statement Presiden tersebut dan dalam rangka mencapai net zero emission tahun 2050, Indonesia sudah harus memaksimalkan pemanfaatan energi terbarukan sedikitnya 50% di tahun 2050. Selain itu, mulai mengurangi penggunaan energi berbasis fosil dan sama sekali tidak menggunakan BBM fosil lagi mulai 2050, kecuali menggunakan teknologi carbon capture and storage.

Paul yang juga anggota koalisi masyarakat sipil generasi hijau (Gerakan Ekonomi Hijau Masyarakat Indonesia), menegaskan, transisi menuju energi baru dan terbarukan membutuhkan dukungan dan keseriusan pemerintah di semua tingkatan, terutama dukungan regulasi dan kebijakan fiskal di tingkat nasional dan daerah. Selain itu, lanjut Paul, Indonesia membutuhkan peta jalan (roadmap) transisi energi menuju net zero emission tahun 2050.

“Karena itu, komitmen Presiden yang disampaikan dalam Musrenbangnas tersebut perlu kita dukung dan apresiasi bersama,” kata Paul.

Senada dengan Paul, Sekjen FITRA (Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran) yang juga Koordinator Koalisi Generasi Hijau, Misbah Hasan, menambahkan, transisi menuju ekonomi hijau tidak cukup hanya di level komitmen politik. Ini membutuhkan kemampuan eksekusi di tingkat birokrasi oleh kementerian/lembaga dan pemerintah daerah. Oleh sebab itu, dukungan pendanaan dari APBN dan APBD menjadi sebuah keharusan dalam memperkuat komitmen yang sudah disampaikan Presiden ini.

Memang terdapat sejumlah skema kebijakan fiskal yang bisa digunakan pemerintah untuk memperkuat transisi menuju green economy, termasuk skema perpajakan, penandaan anggaran (budget tagging), dan juga transfer anggaran berbasis ekologi. Namun Misbah memberi penekanan supaya pemerintah mengalokasikan anggaran yang memadai dalam APBN 2022 untuk mendukung komitmen politik Presiden ini.

Untuk tahap awal, sebut Misbah, komitmen harus secara eksplisit dimasukkan dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2022 yang sedang disusun oleh Bappenas. Serta masuk ke dalam Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) 2022 yang sedang dipersiapkan oleh Kementerian Keuangan, nota keuangan dan RAPBN 2022.

Terpisah, Ketua IAP2 Indonesia (International Association for Public Participation), Aldi Muhammad Alizar, memberi penekanan tentang pentingnya sinergi antar-kementerian/lembaga dan pemerintah daerah dalam memperkuat green economy ini. Selain itu, kolaborasi antar-stakeholder, baik state actors maupun non state actors seperti sektor swasta dan masyarakat sipil, juga perlu diperkuat untuk mendukung kebijakan transisi menuju ekonomi hijau.

“Jika antar kementerian/lembaga, sektor swasta dan masyarakat sipil jalan sendiri-sendiri dan tidak berkolaborasi, maka komitmen Presiden dalam penguatan ekonomi hijau akan sulit dilaksanakan,” ucapnya mengingatkan.

Baca juga:Jatuh Tak Terkendali, Pentagon Lacak Roket 21 Ton China

Dalam perspektif yang sama, Direktur Eksekutif Rumah Indonesia Berkelanjutan (RIB) Dr. Cand Yusdi Usman mengingatkan tentang target NDC (Nationally Determined Contributions) penurunan emisi karbon yang harus dicapai Indonesia pada tahun 2030. Untuk mencapai target tersebut, komitmen presiden tentang ekonomi hijau tidak boleh berhenti di pernyataan saja, namun harus dilaksanakan oleh jajarannya di kementerian/lembaga dan pemerintah daerah.

“Komitmen Presiden sudah bagus, namun dukungan kementerian/lembaga dan kebijakan fiskal masih sangat lemah,” kata Yusdi.

Dia mencontohkan kecilnya dana penanganan perubahan iklim yang diusulkan Bappenas sebagai prioritas nasional tahun 2022, yakni hanya Rp9,6 triliun. Meskipun pemerintah sedang fokus pada pemulihan ekonomi karena pandemi, pemulihan ekonomi hijau untuk kebutuhan jangka panjang harus dijalankan secara serius oleh pemerintah.
(uka)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1413 seconds (0.1#10.140)