Menjegal Industri Mamin Jatim, Aturan Bakan Baku Gula Diminta Ditinjau Ulang
loading...
A
A
A
JAKARTA - Hadirnya Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) Nomor 3 Tahun 2021, tentang Jaminan Ketersediaan Bahan Baku Gula dalam Rangka Pemenuhan Kebutuhan Gula Nasional, dinilai banyak merugikan UMKM dan industri makanan minuman (mamin) di Jawa Timur.
Lantaran hal itu, Anggota DPR Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Arteria Dahlan menilai Presiden Joko Widodo (Jokowi) perlu meninjau ulang keberadaan Permenperin itu.
"Mesin jagal Pengusaha Industri Rumahan, Industri Mikro, UMKM dan Industri Makanan dan minuman. Dengan penuh hormat dan atas nama warga masyarakat Jawa Timur saya memohon kepada Presiden Jokowi untuk meninjau kembali keberadaan Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) No. 3 Tahun 2021 itu," ujar Arteria Dahlan di Nusantara II Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (6/5/2021).
Arteria berpendapat, keberadaan Permenperin itu dapat berefek negatif utamanya terhadap keberlangsungan UMKM dan industri makanan minuman. Dengan dikeluarkannya Permenperin No. 3/2021, pemerintah seolah menutup mata terhadap keberadaan industri di Jawa Timur, dengan hanya mengizinkan perusahaan gula kristal rafinasi yang memiliki izin usaha industri (IUI) dan persetujuan prinsip sebelum 25 Mei 2010 melakukan importasi gula mentah impor.
Peraturan tersebut membuat pabrik gula rafinasi di Jawa Timur tidak dapat memasok industri mamin karena ketidaktersediaan bahan baku gula mentah dan memaksa industri mamin di Jawa Timur untuk membeli gula rafinasi pada pabrik-pabrik gula rafinasi yang berlokasi di luar Jawa Timur, seperti Banten, Makassar, Lampung, dan Medan dengan biaya tinggi.
Selain itu, dia mengatakan, Permenperin 3/2021 juga secara langsung membunuh industri makanan dan minuman (Mamin) di Jatim, yang merupakan industri makanan dan minuman nomor 2 terbesar di Indonesia.
"Ini kan paradoks, di satu pihak Industri Mamin dan UKM harus bisa bersaing dengan produk impor dengan kualitas bagus dan harga bersaing. Tapi ada pabrik yang memiliki Teknologi yang mampu menekan biaya produksi namun tetap mempertahankan kualitas dan memproduksi gula dengan kualitas berstandar internasional. Justru dibunuh," katanya.
Menurutnya Permenperin itu tidak selaras dengan semangat UU Cipta Kerja yang bertujuan mendukung kemudahan berusaha dan berinvestasi serta perlindungan UMKM.
"Buat apa ada UU Ciptaker kalau hanya sebatas slogan kosong. Petani tebu kita, industri Mamin kita, pabrik gula berbasis tebu rakyat kita tengah dalam ancaman sangat serius saya kira. Lucu banget, pasca UU Ciptaker lahir regulasi-regulasi liar yang melawan rasio akal sehat publik atas kemudahan berusaha, dukungan investasi dan perlindungan dan pemberdayaan UMKM," kata Arteria.
Lihat Juga: Tingkatkan Daya Saing, BRI Peduli Gelar Pelatihan dan Sertifikasi Halal UMKM dari Berbagai Daerah
Lantaran hal itu, Anggota DPR Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Arteria Dahlan menilai Presiden Joko Widodo (Jokowi) perlu meninjau ulang keberadaan Permenperin itu.
"Mesin jagal Pengusaha Industri Rumahan, Industri Mikro, UMKM dan Industri Makanan dan minuman. Dengan penuh hormat dan atas nama warga masyarakat Jawa Timur saya memohon kepada Presiden Jokowi untuk meninjau kembali keberadaan Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) No. 3 Tahun 2021 itu," ujar Arteria Dahlan di Nusantara II Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (6/5/2021).
Arteria berpendapat, keberadaan Permenperin itu dapat berefek negatif utamanya terhadap keberlangsungan UMKM dan industri makanan minuman. Dengan dikeluarkannya Permenperin No. 3/2021, pemerintah seolah menutup mata terhadap keberadaan industri di Jawa Timur, dengan hanya mengizinkan perusahaan gula kristal rafinasi yang memiliki izin usaha industri (IUI) dan persetujuan prinsip sebelum 25 Mei 2010 melakukan importasi gula mentah impor.
Peraturan tersebut membuat pabrik gula rafinasi di Jawa Timur tidak dapat memasok industri mamin karena ketidaktersediaan bahan baku gula mentah dan memaksa industri mamin di Jawa Timur untuk membeli gula rafinasi pada pabrik-pabrik gula rafinasi yang berlokasi di luar Jawa Timur, seperti Banten, Makassar, Lampung, dan Medan dengan biaya tinggi.
Selain itu, dia mengatakan, Permenperin 3/2021 juga secara langsung membunuh industri makanan dan minuman (Mamin) di Jatim, yang merupakan industri makanan dan minuman nomor 2 terbesar di Indonesia.
"Ini kan paradoks, di satu pihak Industri Mamin dan UKM harus bisa bersaing dengan produk impor dengan kualitas bagus dan harga bersaing. Tapi ada pabrik yang memiliki Teknologi yang mampu menekan biaya produksi namun tetap mempertahankan kualitas dan memproduksi gula dengan kualitas berstandar internasional. Justru dibunuh," katanya.
Menurutnya Permenperin itu tidak selaras dengan semangat UU Cipta Kerja yang bertujuan mendukung kemudahan berusaha dan berinvestasi serta perlindungan UMKM.
"Buat apa ada UU Ciptaker kalau hanya sebatas slogan kosong. Petani tebu kita, industri Mamin kita, pabrik gula berbasis tebu rakyat kita tengah dalam ancaman sangat serius saya kira. Lucu banget, pasca UU Ciptaker lahir regulasi-regulasi liar yang melawan rasio akal sehat publik atas kemudahan berusaha, dukungan investasi dan perlindungan dan pemberdayaan UMKM," kata Arteria.
Lihat Juga: Tingkatkan Daya Saing, BRI Peduli Gelar Pelatihan dan Sertifikasi Halal UMKM dari Berbagai Daerah
(akr)