Budi Daya Bunga Kuliner, Bisa Kantongi Omzet Puluhan Juta

Senin, 31 Mei 2021 - 07:21 WIB
loading...
Budi Daya Bunga Kuliner, Bisa Kantongi Omzet Puluhan Juta
Foto/tangkapanlayar
A A A
JAKARTA - Bunga satu ini memiliki perbedaan dengan bunga-bunga lain. Biasanya, bunga hanya dinikmati dengan cara dipandangi saja, namun edible flower dapat langsung dimakan atau dikonsumsi.

Edible flower diketahui selalu menjadi favorit untuk menunjang sisi kreatif di dunia kuliner . Salah satunya, Ijo Edible Flowers yang terletak di Jalan Cipaku Indah II, Kecamatan Cidadap, Kota Bandung, tepatnya memanfaatkan rooftop rumah untuk membudidayakan edible flower.

Dikutip dari tayangan channel YouTube TV Tani Indonesia, Kementerian Pertanian RI, Senin (30/5/2021), pemilik Ijo Edible Flowers, Eva La Madarona, menjelaskan, edible flower merupakan bunga yang bisa dikonsumsi.

Baca juga:Tejerembab Makin Dalam, Bitcoin Terpangkas Lagi 5,2%

"Bunga yang bisa dimakan, syaratnya satu, dia tidak beracun baik dari jenisnya dan dari cara budi dayanya. Di Ijo Edible Flower ini kita mengembangkan beberapa jenis edible flower contohnya, viola, dianthus, merigo, teroni, elder flower, hingga mini rose," ujar Eva.

Untuk manfaatnya, Eva menyebut bahwa edible flower memiliki serat yang umum terdapat pada sayur. Namun, yang paling menonjol manfaatnya adalah karena memiliki berbagai macam warna mulai dari merah, kuning, biru, itu akan sangat bagus untuk antioksidan yang baik untuk tubuh dan dapat melindungi sel-sel dari kerusakan akibat radikal bebas.

Eva menambahkan, bunga edible flower jenis viola, dianthus, dan merigo merupakan bunga yang paling banyak dicari oleh konsumen. Untuk membudidayakan edible flower, dia mengaku tidak membutuhkan ruangan yang besar karena produktivitas panen bunga tersebut banyak.

"Contohnya kayak dianthus dan viola dengan space satu meja ukuran 4 meter itu bisa kita panen tiap hari ratusan pucuk. Jadi dari tanaman yang sama itu kita bisa panen hari ini besok pun kita bisa panen lagi. Makanya itu sengaja yang kita kembangkan dan kita lebih sering kita tawarkan untuk mereka yang baru mau mulai mencoba edible flower," kata dia.

Eva menuturkan, edible flower dibudidayakan secara hidroponik dari awal karena benih-benih yang didatangkan berasal dari negara-negara subtropis. Agar benih-benih tersebut dapat beradaptasi di Indonesia, maka dari itu dirinya memilih menggunakan hidroponik untuk konsep berkebunnya.

"Mulai dari kecambah benih itu memang kita pakai cara hidroponik, mulai dari menggunakan serbet kita basahin air setelah itu, kemudian dipindahkan ke media yang ditanam dengan semacam busa steril kemudian kita pindahkan ke media tanam pot dengan tambahan seperti sekam bakar dan krikil," ucapnya.

"Jadi memang dengan penggunaan hidroponik ini kita bisa benar-benar kontrol nutrisinya, dengan begitu biasanya bunga-bunga yang dihasilkan oleh mereka itu sangat mirip atau sama dengan dari negara asal mereka sendiri karena semua nutrisinya terpenuhi dengan baik," sambungnya.

Dia menyebut hama dan penyakit menjadi tantangan yang dihadapi selama membudidayakan edible flower, karena edible harus bebas racun sekaligus komitmen ke konsumen. Dia menghindari penggunaan pestisida karena jika menggunakan pestisida harus menunggu sekitar dua minggu untuk menghilangkan efeknya, sementara panen edible flower dilakukan setiap hari.

"Bagaimana caranya nanganin hama? itu benar-benar dari tenaga kerja, pekerja di sini benar-benar tiap hari kita mengecek di sini apakah ada hama atau tidak, untuk pencegahan sekali pun ada langsung disingkirkan supaya tidak menularkan yang lain. Jadi memang benar-benar di cek satu per satu," ujarnya.

Untuk memulai budidaya edible flower dengan sistem hidroponik, maka diharuskan memiliki satu sistem hidroponik, dengan contoh sistem NFT yang dimodifikasi memakai talang air. Dengan sistem NFT yang hanya berukuran 1,5 sampai 2 meter diperlukan modal kisaran Rp3-5 juta.

Baca juga:Presiden PKS Kritik Para Buzzer yang Usung Narasi Perpecahan

"Sebenarnya itu kita bisa sudah bisa mulai usaha, karena dari sistem yang mungkin cuma sebesar satu setengah meter aja dalam waktu dua bulan itu tanaman-tanaman yang ditanam di sistem itu sebenarnya sudah menghasilkan, mulai dari puluhan kuntum bunga setiap hari sampai nanti kalau sudah masuk bulan ketiga itu sudah bisa di atas 200 kuntum setiap harinya. Kalau dengan harga jual saya di angka biasanya saya jual sekuntumnya Rp1.500," tuturnya.

Mengenai omzet edible flower, dengan memiliki enam bagian hidroponik untuk menanam, mulai dari rooftop hingga balkon, sebelum pandemi Covid-19 dirinya mengaku bisa mengantongi omzet di kisaran Rp80-90 juta.

"Begitu restoran dan hotel tutup, kita dapat yang dari rumahan. Alhamdulillah sekitar tiga bulan terakhir sudah mulai normal, mungkin di angka Rp60 jutaan per bulan sekarang," katanya.
(uka)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3173 seconds (0.1#10.140)