IHSG Masih Berpeluang Perkasa di Akhir Pekan, Cermati Saham-saham Ini
loading...
A
A
A
JAKARTA - Indeks Harga Saham Gabungan ( IHSG ) diprediksi menguat pada perdagangan hari ini. Pergerakan indeks akan berada di kisaran 6.057-6.121.
Analis Reliance Sekuritas, Lanjar Nafi mengatakan, pergerakan IHSG semakin mantab menguat pasca tertahan pada support Moving Average 50 hari dan break out pada resistance moving average 5 hari sebagai konfirmasi jangka pendek penguatna lanjutan. IHSG akan bergerak menguji resistance 6.121 pada pivot pertama dari fibonacci ratio.
"Indikator RSI dan Stochastic bergerak terkonsolidasi pada area overbought dan MACD yang bergerak positif dengan akselerasi histogram yang mendatar. Sehingga diperkirakan IHSG berpotensi menguat terbatas dengan support resistance 6.057-6.121," ujar Lanjar dalam risetnya, Jumat (11/6/2021).
Saham-saham yang dapat dicermati secara teknikal diantaranya; ACES, ADHI, ASRI, BSDE, CTRA, GGRM, HMSP, PGAS, PWON, WIKA.
Sebelumnya, IHSG ditutup menguat 60,06 poin atau 0,99% ke level 6.107 dengan saham DCII (+13.3%), BBCA (+1.4%), BBRI (+1.9%), TLKM (+2.7%) dan AMRT (+10.3%) yang menjadi leader penguatan IHSG hingga akhir sesi. Angin positif ditengah kuatnya pemulihan ekonomi nasional yang ditandai data keyakinan konsumen yang naik menjadi 104,4 dari 101,5 dan Penjualan ritel yang bergerak positif 15,6% dari negatif 14,6% serta Optimisme emiten dalam negeri dalam melakukan aksi korporasi menjadi faktor utama.
Sementara itu, Indeks saham Asia bergerak mixed. Indeks Nikkei (+0.34%) dan CSI300 (+0.67%) naik sedangkan TOPIX (-0.02%) dan Hangseng (-0.01%) tertahan pada zona merah. Bursa ekuitas berjangka AS naik menjadi pendorong bursa Asia disaat Investor mananti data inflasi AS untuk bulan Mei.
Bursa Eropa membuka perdagangan dengan tertahan. Indeks FTSE (+0.10%) naik sedangkan indeks DAX (-0.06%) dan CAC40 (-0.26%) turun disaat indeks ekuitas AS menguat karena investor menilai data yang menunjukan harga konsumen naik sebagai indikasi daya beli masyarakat yang mulai tumbuh lebih cepat. Laporan data harga konsumen yang lebih kuat memunculkan perdebatan tentang apakah the Fed dapat mempertahankan kebijakan ultra-akomodatifnya dengan risiko destabilisasi inflasi.
Analis Reliance Sekuritas, Lanjar Nafi mengatakan, pergerakan IHSG semakin mantab menguat pasca tertahan pada support Moving Average 50 hari dan break out pada resistance moving average 5 hari sebagai konfirmasi jangka pendek penguatna lanjutan. IHSG akan bergerak menguji resistance 6.121 pada pivot pertama dari fibonacci ratio.
"Indikator RSI dan Stochastic bergerak terkonsolidasi pada area overbought dan MACD yang bergerak positif dengan akselerasi histogram yang mendatar. Sehingga diperkirakan IHSG berpotensi menguat terbatas dengan support resistance 6.057-6.121," ujar Lanjar dalam risetnya, Jumat (11/6/2021).
Saham-saham yang dapat dicermati secara teknikal diantaranya; ACES, ADHI, ASRI, BSDE, CTRA, GGRM, HMSP, PGAS, PWON, WIKA.
Sebelumnya, IHSG ditutup menguat 60,06 poin atau 0,99% ke level 6.107 dengan saham DCII (+13.3%), BBCA (+1.4%), BBRI (+1.9%), TLKM (+2.7%) dan AMRT (+10.3%) yang menjadi leader penguatan IHSG hingga akhir sesi. Angin positif ditengah kuatnya pemulihan ekonomi nasional yang ditandai data keyakinan konsumen yang naik menjadi 104,4 dari 101,5 dan Penjualan ritel yang bergerak positif 15,6% dari negatif 14,6% serta Optimisme emiten dalam negeri dalam melakukan aksi korporasi menjadi faktor utama.
Sementara itu, Indeks saham Asia bergerak mixed. Indeks Nikkei (+0.34%) dan CSI300 (+0.67%) naik sedangkan TOPIX (-0.02%) dan Hangseng (-0.01%) tertahan pada zona merah. Bursa ekuitas berjangka AS naik menjadi pendorong bursa Asia disaat Investor mananti data inflasi AS untuk bulan Mei.
Bursa Eropa membuka perdagangan dengan tertahan. Indeks FTSE (+0.10%) naik sedangkan indeks DAX (-0.06%) dan CAC40 (-0.26%) turun disaat indeks ekuitas AS menguat karena investor menilai data yang menunjukan harga konsumen naik sebagai indikasi daya beli masyarakat yang mulai tumbuh lebih cepat. Laporan data harga konsumen yang lebih kuat memunculkan perdebatan tentang apakah the Fed dapat mempertahankan kebijakan ultra-akomodatifnya dengan risiko destabilisasi inflasi.
(akr)