Skema Penyelesaian Tridomain Dinanti Usai Gagal Bayar Surat Utang

Senin, 14 Juni 2021 - 16:38 WIB
loading...
A A A
Tercatat ada lima jenis surat utang yang diterbitkan TDPM, dan seluruhnya gagal bayar, yaitu: MTN I senilai USD 20 juta, jatuh tempo 18 Mei 2021, MTN II, senilai Rp 410 miliar jatuh tempo 27 April 2021, MTN III senilai Rp 250 miliar jatuh tempo 4 Juli 2021, Obligasi I senilai Rp 100 miliar jatuh tempo 8 Januari 2022 dan Obligasi II senilai Rp 400 miliar jatuh tempo 28 Juni 2022.

Pengamat pasar modal Head of Investment PT Reswara Gian Investa, Kiswoyo Adi Joe menerangkan, penerbitan surat utang adalah hal yang wajar dalam bisnis. Namun dia menekankan, manajemen yang baik adalah manajemen yang sudah bisa mengantisipasi kewajibannya jauh hari, sebelum surat utang tersebut jatuh tempo.

“Manajemen yang baik itu adalah yang bisa mengantisipasi sejak jauh hari. Kalaupun bisnisnya tertekan imbas covid-19, manajemen sudah bisa mengantisipasi sejak tahun lalu, bukan mendekati jatuh tempo baru melakukan roll over,” ujar Kiswoyo.

Dia juga menambahkan, kondisi gagal bayar surat utang sangat berdampak serius terhadap reputasi dan kepercayaan publik terhadap manajemen maupun perusahaan. Terlebih jika ternyata bisnis dan fundamental perusahaan masih baik dan berjalan normal.

“Aneh jika manajemen mengaku fundamental dan operasional masih bagus, tapi tidak mampu memberikan skema terbaik dan optimal untuk membayar kewajibannya ke bondholder,” tegas Kiswoyo.

Skema penyelesaian gagal bayar surat utang yang baik, menurutnya, adalah perpanjangan tenor maksimal tiga tahun dengan kupon bunga normal merujuk ke bunga yang berlaku di pasar.

“Kalau mau memulihkan reputasi, jangan minta tenornya lima tahun dan diskon bunga di bawah bunga pasar. Kalau seperti itu, tidak masuk akal, sama saja mau pinjam duit publik tapi tidak mau dibebani bunga,” ucapnya.

Kiswoyo meminta regulator mewaspadai emiten yang mengaku usahanya terkena imbas covid-19, namun dalam kenyataannya masih mampu beroperasi secara baik. Sebab, hal itu bisa menjadi preseden negatif bagi iklim investasi di Indonesia.
(akr)
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3432 seconds (0.1#10.140)