Duh! Di Tengah Lonjakan Kasus Covid-19 Muncul Ancaman Harga Pangan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Harga komoditas pangan di beberapa negara Asia melonjak. Hal tersebut menimbulkan kekhawatiran konsumen Indonesia dengan meningkatnya harga barang-barang di tengah lonjakan jumlah kasus Covid-19 .
Berdasarkan data Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia, indeks biaya pangan melambung hampir mencapai 5% pada Mei 2021 atau menjadi kenaikan tertinggi sejak September 2011. Kenaikan ini dinilai dapat mempercepat inflasi yang lebih luas dan mempersulit upaya bank sentral dalam memberi lebih banyak stimulus.
Baca juga:Bom Mobil Meledak di Pangkalan Militer Kolombia, 36 Orang Terluka
Direktur Eksekutif Next Policy, Fithra Faisal menilai, ada kemungkinan demand akan cenderung inbalance. Sehingga ada kecenderungan dari demand di negara-negara tertentu untuk naik, sementara produksinya tertahan.
Fithra melanjutkan, negara-negara yang sebelumnya menjadi eksportir barang-barang komoditas pangan, kemudian menahannya untuk kebutuhan dalam negeri. Tentu saja langkah itu bisa memicu kenaikan harga.
“Secara alami, demand itu lebih agresif dibandingkan dengan kemampuan produksi. Jadi seperti yang kita alami sekarang dengan kenaikan harga, itu disebabkan karena gap tersebut,” ujarnya dalam Market Review di IDX Channel, Rabu (16/6/2021).
Menyikapi terkait naiknya harga pangan di pasar dunia, Fithra menyebut, Indonesia harus mengamankan stok. Bukan hanya dari sisi produksi, tetapi juga dari sisi impor.
“Ini harus dipetakan, mana produk-produk yang bisa diproduksi dan bisa dicari, mana yang kemudian punya potensi akan langka,” tutur Fithra.
Berikutnya, jika Indonesia memiliki potensi komoditas langka dan ada gap antara demand dan suplainya, maka diperlukan kerja sama pihak pemerintah dan swasta. Tindakan itu guna melakukan kerja sama terbatas dengan para eksportir dengan cara memprioritaskan masyarakat Indonesia sebagai pembeli.
Baca juga:Keutamaan Menyambung Shaf Ketika Sholat Berjamaah
“Misalnya untuk beras ada dari Vietnam, daging sapi dari Australia,” tambahnya.
Kemudian, untuk menekan kelangkaan komoditas, Fithra menyebut pemerintah haus mendorong produksi domestik. Sebab, produk-produk pertanian dan peternakan Indonesia belum terindustrisasi, melainkan kepemilikannya masih perorangan, belum masuk ke wilayah industri.
Berdasarkan data Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia, indeks biaya pangan melambung hampir mencapai 5% pada Mei 2021 atau menjadi kenaikan tertinggi sejak September 2011. Kenaikan ini dinilai dapat mempercepat inflasi yang lebih luas dan mempersulit upaya bank sentral dalam memberi lebih banyak stimulus.
Baca juga:Bom Mobil Meledak di Pangkalan Militer Kolombia, 36 Orang Terluka
Direktur Eksekutif Next Policy, Fithra Faisal menilai, ada kemungkinan demand akan cenderung inbalance. Sehingga ada kecenderungan dari demand di negara-negara tertentu untuk naik, sementara produksinya tertahan.
Fithra melanjutkan, negara-negara yang sebelumnya menjadi eksportir barang-barang komoditas pangan, kemudian menahannya untuk kebutuhan dalam negeri. Tentu saja langkah itu bisa memicu kenaikan harga.
“Secara alami, demand itu lebih agresif dibandingkan dengan kemampuan produksi. Jadi seperti yang kita alami sekarang dengan kenaikan harga, itu disebabkan karena gap tersebut,” ujarnya dalam Market Review di IDX Channel, Rabu (16/6/2021).
Menyikapi terkait naiknya harga pangan di pasar dunia, Fithra menyebut, Indonesia harus mengamankan stok. Bukan hanya dari sisi produksi, tetapi juga dari sisi impor.
“Ini harus dipetakan, mana produk-produk yang bisa diproduksi dan bisa dicari, mana yang kemudian punya potensi akan langka,” tutur Fithra.
Berikutnya, jika Indonesia memiliki potensi komoditas langka dan ada gap antara demand dan suplainya, maka diperlukan kerja sama pihak pemerintah dan swasta. Tindakan itu guna melakukan kerja sama terbatas dengan para eksportir dengan cara memprioritaskan masyarakat Indonesia sebagai pembeli.
Baca juga:Keutamaan Menyambung Shaf Ketika Sholat Berjamaah
“Misalnya untuk beras ada dari Vietnam, daging sapi dari Australia,” tambahnya.
Kemudian, untuk menekan kelangkaan komoditas, Fithra menyebut pemerintah haus mendorong produksi domestik. Sebab, produk-produk pertanian dan peternakan Indonesia belum terindustrisasi, melainkan kepemilikannya masih perorangan, belum masuk ke wilayah industri.
(uka)