Mengenang Ekonom Senior Indef Enny Sri Hartati
loading...
A
A
A
JAKARTA - Dunia perekonomian Indonesia berduka dengan berpulangnya Ekonom Senior INDEF Enny Sri Hartati . Enny, panggilan akrabnya memang mengukuhkan karirnya sebagai ekonom sejak muda. Asal muasal semangatnya menti karir dalam bidang ekonomi tersebut bermula sejak masa mahasiswa, yang menjadi redaksi majalah Eden, majalah mahasiswa kampus Universitas Diponegoro.
"Melalui majalah mahasiswa Eden ini Enny mengenal INDEF dan setelah lulus menceburkan diri sebagai peneliti INDEF, menjadi direktur selama hampir satu dekade dan kemudian menjadi peneliti senior," ujar ekonom senior sekaligus pengurus dan Ketua LP3E Kadin Didik J. Rachbini di Jakarta, Jumat (2/7/2021).
Hampir seluruh karirnya memang diniatkan untuk menjadi ekonomi, yang kritis di dalam wadah lembaga pemikir INDEF. Memang pada saat yang sama Enny menjadi dosen tetap di Universitas Trisakti. "Tetapi kegiatan mengajarnya dihentikan demi untuk mengembangkan diri di INDEF bersama rekan-rekannya, sekaligus membangun INDEF itu sendiri menjadi lebih besar," ungkapnya.
Pada akhir 1990-an ketika INDEF baru berdiri, Enny mengidolakan Faisal Basri, ekonom pendiri INDEF yang sudah dikenal luas sebagai dosen UI dan sebagai ekonom nasional. Dari Semarang Enny datang ke Jakarta untuk menemui Faisal Basri, sekaligus melakukan wawancara untuk majalahnya.
"INDEF baru berumur 2 tahun ketika itu dan pindah kantor dari Jalan Kartanegara, yang elit, ke jalan Wijayakarta, lokasi suatu perumahan di sekitar Jalan Tendean.
Di kantor inilah Enny terus menerus berhubungan dengan INDEF, menekuni riset-riset bidang ekonomi, dan lambat laun dikenal secara nasional sebagai ekonom nasional karena banyak menyampaikan pemikirannya di ruang publik," ungkap Didik.
Sebagai ekonom, Enny menuliskan pemikirannya di berbagai media. Dan sebagai ekonom nasional, Enny dipilih oleh harian Kompas sebagai ekonom, yang rutin menuliskan analisa-analisa tentang perkembangan ekonomi terkini. Hanya beberapa ekonom saja yang dipilih harian ini untuk menjadi kolumnis dan analis tetapnya di halaman depan.
"Hal itu merupakan penghargaan yang tinggi dan pengakuan terhadap kepakaran Enny. Regenerasi INDEF sempat terhambat dari generasi pertama ke generasi berikutnya," ucapnya.
Masalah hambatan regenerasi ini selalu terjadi di lembaga think tank bukan pemerintah. Sudah belasan atau bahkan puluhan lembaga think tank yang tutup tidak melakukan aktivitasnya karena gagal dalam menjalankan regenerasi. Tetapi INDEF terus berkembang semakin maju karena peranan Enny, yang memimpin INDEF selama satu dekade.
"Enny adalah transmisi regenerasi di Indef sampai INDEF sendiri berkembang sampai seperti sekarang ini. Puluhan ekonom bergabung di INDEF melakukan kegiatan riset dan akademik, sembari memainkan peranan kritis terhadap kebijakan-kebijakan ekonomi. Banyak Enny-Enny yang lain akan menggantikan peranannya, yang datang dari generasi di bawahnya," kenang Didik.
"Melalui majalah mahasiswa Eden ini Enny mengenal INDEF dan setelah lulus menceburkan diri sebagai peneliti INDEF, menjadi direktur selama hampir satu dekade dan kemudian menjadi peneliti senior," ujar ekonom senior sekaligus pengurus dan Ketua LP3E Kadin Didik J. Rachbini di Jakarta, Jumat (2/7/2021).
Hampir seluruh karirnya memang diniatkan untuk menjadi ekonomi, yang kritis di dalam wadah lembaga pemikir INDEF. Memang pada saat yang sama Enny menjadi dosen tetap di Universitas Trisakti. "Tetapi kegiatan mengajarnya dihentikan demi untuk mengembangkan diri di INDEF bersama rekan-rekannya, sekaligus membangun INDEF itu sendiri menjadi lebih besar," ungkapnya.
Pada akhir 1990-an ketika INDEF baru berdiri, Enny mengidolakan Faisal Basri, ekonom pendiri INDEF yang sudah dikenal luas sebagai dosen UI dan sebagai ekonom nasional. Dari Semarang Enny datang ke Jakarta untuk menemui Faisal Basri, sekaligus melakukan wawancara untuk majalahnya.
"INDEF baru berumur 2 tahun ketika itu dan pindah kantor dari Jalan Kartanegara, yang elit, ke jalan Wijayakarta, lokasi suatu perumahan di sekitar Jalan Tendean.
Di kantor inilah Enny terus menerus berhubungan dengan INDEF, menekuni riset-riset bidang ekonomi, dan lambat laun dikenal secara nasional sebagai ekonom nasional karena banyak menyampaikan pemikirannya di ruang publik," ungkap Didik.
Sebagai ekonom, Enny menuliskan pemikirannya di berbagai media. Dan sebagai ekonom nasional, Enny dipilih oleh harian Kompas sebagai ekonom, yang rutin menuliskan analisa-analisa tentang perkembangan ekonomi terkini. Hanya beberapa ekonom saja yang dipilih harian ini untuk menjadi kolumnis dan analis tetapnya di halaman depan.
"Hal itu merupakan penghargaan yang tinggi dan pengakuan terhadap kepakaran Enny. Regenerasi INDEF sempat terhambat dari generasi pertama ke generasi berikutnya," ucapnya.
Masalah hambatan regenerasi ini selalu terjadi di lembaga think tank bukan pemerintah. Sudah belasan atau bahkan puluhan lembaga think tank yang tutup tidak melakukan aktivitasnya karena gagal dalam menjalankan regenerasi. Tetapi INDEF terus berkembang semakin maju karena peranan Enny, yang memimpin INDEF selama satu dekade.
"Enny adalah transmisi regenerasi di Indef sampai INDEF sendiri berkembang sampai seperti sekarang ini. Puluhan ekonom bergabung di INDEF melakukan kegiatan riset dan akademik, sembari memainkan peranan kritis terhadap kebijakan-kebijakan ekonomi. Banyak Enny-Enny yang lain akan menggantikan peranannya, yang datang dari generasi di bawahnya," kenang Didik.