Tabungan Sudah Habis, Harus Ada Kompensasi buat Karyawan yang Tak Bisa Bekerja
loading...
A
A
A
JAKARTA - Presiden Joko Widodo secara resmi memutuskan kebijakan pengetatan aktivitas masyarakat yang dinamakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat . Kebijakan yang akan diterapkan pada tanggal 3-20 Juli 2021 di wilayah Jawa dan Bali ini dilakukan untuk mencegah semakin meluasnya penyebaran Covid-19.
Menanggapi kebijakan tersebut Sosiolog Universitas Airlangga (UNAIR) Surabaya, Bagong Suyanto, menilai pemerintah menunjukkan komitmennya dalam mempercepat penanganan Covid-19 di wilayah Jawa dan Bali. Dengan penerapan protokol kesehatan yang tiga kali lebih ketat dari sebelumnya, diyakini masa darurat ini dapat segera terlewati.
Baca juga:Tiga Prodi FAH UIN Jakarta Tawarkan Beasiswa Full 8 Semester
“Masing-masing daerah memiliki kekhasan sendiri--sendiri berdasarkan variasi masalahnya. Surabaya juga jangan digebyah uyah. Mungkin situasi kaya di satu kelurahan itu bisa beda dengan kelurahan lain. Jadi perlu dikaji. Butuh keberanian pemerintah daerah untuk membuat langkah yang lebih,” kata Bagong Suyanto di Jakarta, Selasa (6/7/2021).
Bagong juga meminta agar pemerintah melihat kekuatan dan daya tahan masyarakat saat ini yang karakternya berbeda saat awal terjadinya pandemi. Salah satunya untuk memberikan kompensasi bagi karyawan yang tidak bekerja.
“Kalau pandemi pertama kali kan masyarakat masih punya tabungan untuk bertahan hidup. Kalau sudah setahun setengah gini udah beda daya tahannya, turun drastis. Masalah diberlakukan PPKM sementara, apabila pemerintah tidak bertanggung jawab untuk memberi kompensasi, itu tidak akan kuat masyarakat,” bebernya.
Bagong mencontohkan dampak kebijakan ini kepada dunia usaha, terutama pabrik yang mempekerjakan ribuan karyawan. Bagi Bagong, situasi saat ini akan memberikan dampak sosial, ekonomi dan produktivitas karyawan.
Baca juga:Asyik Pesta Sabu di Kamar Hotel, Kades di Sumsel Diringkus Polisi
Oleh karena itu menurut Bagong, keputusan pemerintah yang memberikan pengecualian bagi pabrik yang sudah menerapkan protokol kesehatan yang ketat, sudah tepat. Misalkan dengan tetap 100% WFO dengan prinsip kehati-hatian dan protokol kesehatan tiga kali lebih ketat dan waktu yang fleksibel dengan pemberlakuan tiga shift.
“Tidak bisa diberlakukan seragam semua. Saya kira itu yang penting. Ini dampak pandemi sudah di lintas kelas. Bagi pekerja, kelas pengusaha pun terkena. Kalau mereka tidak dapat kompensasi, ekonomi Indonesia bisa collaps bener ini,” ujar Bagong.
Menanggapi kebijakan tersebut Sosiolog Universitas Airlangga (UNAIR) Surabaya, Bagong Suyanto, menilai pemerintah menunjukkan komitmennya dalam mempercepat penanganan Covid-19 di wilayah Jawa dan Bali. Dengan penerapan protokol kesehatan yang tiga kali lebih ketat dari sebelumnya, diyakini masa darurat ini dapat segera terlewati.
Baca juga:Tiga Prodi FAH UIN Jakarta Tawarkan Beasiswa Full 8 Semester
“Masing-masing daerah memiliki kekhasan sendiri--sendiri berdasarkan variasi masalahnya. Surabaya juga jangan digebyah uyah. Mungkin situasi kaya di satu kelurahan itu bisa beda dengan kelurahan lain. Jadi perlu dikaji. Butuh keberanian pemerintah daerah untuk membuat langkah yang lebih,” kata Bagong Suyanto di Jakarta, Selasa (6/7/2021).
Bagong juga meminta agar pemerintah melihat kekuatan dan daya tahan masyarakat saat ini yang karakternya berbeda saat awal terjadinya pandemi. Salah satunya untuk memberikan kompensasi bagi karyawan yang tidak bekerja.
“Kalau pandemi pertama kali kan masyarakat masih punya tabungan untuk bertahan hidup. Kalau sudah setahun setengah gini udah beda daya tahannya, turun drastis. Masalah diberlakukan PPKM sementara, apabila pemerintah tidak bertanggung jawab untuk memberi kompensasi, itu tidak akan kuat masyarakat,” bebernya.
Bagong mencontohkan dampak kebijakan ini kepada dunia usaha, terutama pabrik yang mempekerjakan ribuan karyawan. Bagi Bagong, situasi saat ini akan memberikan dampak sosial, ekonomi dan produktivitas karyawan.
Baca juga:Asyik Pesta Sabu di Kamar Hotel, Kades di Sumsel Diringkus Polisi
Oleh karena itu menurut Bagong, keputusan pemerintah yang memberikan pengecualian bagi pabrik yang sudah menerapkan protokol kesehatan yang ketat, sudah tepat. Misalkan dengan tetap 100% WFO dengan prinsip kehati-hatian dan protokol kesehatan tiga kali lebih ketat dan waktu yang fleksibel dengan pemberlakuan tiga shift.
“Tidak bisa diberlakukan seragam semua. Saya kira itu yang penting. Ini dampak pandemi sudah di lintas kelas. Bagi pekerja, kelas pengusaha pun terkena. Kalau mereka tidak dapat kompensasi, ekonomi Indonesia bisa collaps bener ini,” ujar Bagong.
(uka)