Pengembangan Panas Bumi, Hemat Devisa dan Tambah Pendapatan Negara

Minggu, 25 Juli 2021 - 16:42 WIB
loading...
Pengembangan Panas Bumi,...
Pemanfaatan panas bumi dipastikan dapat menjadi salah satu instrumen untuk mengurangi kebutuhan devisa impor migas. Foto/Ilustrasi
A A A
JAKARTA - Peningkatan harga minyak mentah dalam beberapa waktu terakhir berdampak terhadap meningkatnya nilai impor migas . Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, impor migas pada Juni 2021 meningkat sebesar 239,38% (year on year/yoy).

Konsekuensinya, kebutuhan devisa impor migas pada periode yang sama juga meningkat. Meningkatnya kebutuhan devisa impor migas ini lantas berpotensi memberi dampak negatif terhadap perekonomian.



"Dari aspek moneter, berpotensi mendorong terjadinya defisit neraca dagang dan depresiasi nilai tukar rupiah. Dari sisi fiskal, kenaikan itu berpotensi menambah kebutuhan anggaran subsidi di APBN. Sementara bagi sektor riil, hal ini berpotensi menurunkan daya saing barang dan jasa yang diproduksikan," ungkap Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro dalam kajiannya yang dikutip SINDOnews, Minggu (25/7/2021).

Kajian ReforMiner, menemukan bahwa pemanfaatan panas bumi dapat menjadi salah satu instrumen untuk mengurangi kebutuhan devisa impor migas. Komaidi menegaskan, pemanfaatan listrik panas bumi (PLTP) yang digunakan untuk mensubstitusi tenaga listrik dari BBM (PLTD) dapat menghemat kebutuhan devisa impor migas dalam jumlah yang cukup signifikan.

Berdasarkan data Statistik PLN 2020, saat ini kapasitas terpasang PLTD di Indonesia sebesar 5.407,04 MW. PLTD tersebut terdistribusi di wilayah Luar Jawa 4.926,73 MW dan di wilayah Jawa 480,31 MW. Berdasarkan sejumlah referensi, lanjut dia, untuk membangkitkan 1 MW PLTD memerlukan sekitar 47,30 barel BBM per hari. "Karena itu, dengan kapasitas 5.407,04 MW, Indonesia memerlukan sekitar 93,34 juta barel BBM per tahun yang digunakan untuk memproduksikan listrik dari PLTD," ujarnya.

Mengacu pada harga minyak mentah saat ini yang berada pada kisaran USD70 per barel, serta jika seluruh BBM untuk kebutuhan itu harus diimpor, maka kebutuhan devisa impor migas yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan BBM untuk PLTD di Indonesia adalah lebih dari USD6,53 miliar setiap tahunnya.

Berdasarkan Statistik PLN 2020, saat ini terdapat 1.386,27 MW PLTD yang dikelola PLN tersebar di wilayah yang juga telah terdapat PLTP yang sudah beroperasi. Jika PLN mensubstitusi produksi listrik dari PLTD tersebut dengan menggunakan PLTP, maka negara akan mendapatkan penghematan devisa impor migas lebih dari USD1,67 miliar untuk setiap tahunnya.

"Dengan capacity factor yang lebih besar, PLTP dapat menghasilkan tenaga listrik yang lebih besar dibandingkan PLTD. Berdasarkan Statistik PLN 2020, dengan kapasitas terpasang pembangkit yang sama, PLTP dapat memproduksikan tenaga
listrik sekitar 7 kali lebih besar dibandingkan tenaga listrik yang dapat diproduksikan oleh PLTD," lanjut Komaidi.

Berdasarkan sejumlah referensi, capacity factor PLTP sekitar 70-76%, tertinggi dibandingkan semua jenis pembangkit baik yang berbasis fosil maupun berbasis EBT. Capacity factor PLTP tercatat hanya kalah dengan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) yang memiliki capacity factor sekitar 87-94%.

Selain dapat mengurangi kebutuhan devisa impor migas, kata dia, pemanfaatan dan pengusahaan panas bumi juga memberikan kontribusi terhadap pendapatan negara bukan pajak (PNBP) di APBN. Berdasarkan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) komponen PNBP Panas Bumi yang disetorkan kepada negara meliputi: (1) pendapatan pengusahaan panas bumi, (2) pendapatan iuran tetap panas bumi-eksplorasi, (3) pendapatan iuran tetap panas bumi-operasi produksi, dan (4) pendapatan iuran produksi/royalti panas bumi.



"Berdasarkan review, sampai saat ini pengusahaan panas bumi merupakan satu-satunya pengusahaan di sub-sektor energi baru dan terbarukan (EBT) yang telah dapat memberikan kontribusi terhadap PNBP di APBN," tandasnya.

Selain memberikan kontribusi terhadap keuangan pemerintah pusat (APBN), lanjut Komaidi, pengusahaan panas bumi juga memberikan kontribusi terhadap keuangan daerah (APBD). Kontribusi sub-sektor panas bumi terhadap keuangan daerah diantaranya melalui transfer dana bagi hasil SDA panas bumi dan bonus produksi panas bumi.

"Berdasarkan ketentuan UU No 21/2014, bonus produksi panas bumi diberikan kepada wilayah administratif dimana panas bumi tersebut diusahakan yang dilakukan sejak unit pertama PLTP beroperasi secara komersial. Bonus produksi panas bumi ditetapkan sebesar 0,5% untuk perjanjian jual beli listrik dan 1% untuk perjanjian jual beli uap," jelasnya.
(fai)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1609 seconds (0.1#10.140)