BRGM Pacu Rehabilitasi Mangrove di Masyarakat secara Padat Karya
loading...
A
A
A
JAKARTA - Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) mengajak kementerian, pemerintah daerah, LSM, akademisi dan masyarakat untuk bekerja bersama dalam upaya rehabilitasi dan perlindungan mangrove Indonesia.
Kepala BRGM Hartono mengatakan ekosistem mangrove di Indonesia sekitar 3,31 juta hektare atau 24% dari total mangrove dunia. Hal ini menjadikan Indonesia negara dengan sebaran mangrove terluas didunia, sekaligus sebagai pengendalian perubahan iklim global. Pasalnya, ekosistem mangrove memiliki kemampuan untuk menyimpan cadangan karbon 4-5 kali lebih besar dibandingkan hutan daratan. Sehingga upaya perlindungan dan pelestarian mangrove Indonesia penting dilakukan.
“Sayangnya, sekitar 637.000 ha mangrove Indonesia masuk dalam kategori kritis. Penyebab kerusakan karena terjadinya perubahan alih fungsi mangrove, seperti konversi tambak illegal, perkebunan, pemukiman serta penebangan mangrove untuk kayu bakar dan bahan baku arang,” kata Hartono saat memperingati Hari Mangrove Sedunia di Jakarta, Senin (26/7/2021).
Menurutnya, luasnya kerusakan mangrove ini, mendorong pemerintah Indonesia melakukan upaya rehabilitasi mangrove. Komitmen ini terlihat dengan diterbitkannya Perpres No, 1 Tahun 2020, dimana Badan Restorasi Gambut dan Mangrove diamanatkan untuk melakukan percepatan rehabilitasi mangrove di 9 provinsi prioritas, yaitu Kepulauan Riau, Riau, Sumatera Utara, Kepulauan Bangka Belitung, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Papua dan Papua Barat.
“Luasan areal rehabilitasi mangrove yang akan dilakukan BRGM sekitar 637.000 ha sampai tahun 2024. Untuk tahun 2021, target rehabilitasi mangrove BRGM adalah 43.000 ha dari 83.000 ha target nasional,” jelasnya.
Hartono juga menjelaskan, upaya percepatan rehabilitasi mangrove yang dilakukan BRGM tidak hanya memulihkan ekologi mangrove, tapi juga dapat meningkatkan kesejehteraan masyarakat yang tinggal di areal hutan mangrove.
Untuk itu, BRGM menggunakan pendekatan padat karya melalui penanaman bibit mangrove dengan melibatkan masyarakat secara langsung. “Kunci keberhasilan rehabilitasi mangrove adalah adanya keterlibatan masyarakat,” tambah Hartono.
Dia menjelaskan, masyarakat di areal mangrove berinteraksi secara langsung dan memiliki ketergantungan secara sosial dan ekonomi pada hutan mangrove. Ketergantungan ini karena fungsi ekologi mangrove, yaitu sebagai tempat berpijah aneka biota laut, penyerap polutan, mencegah intrusi air laut, mengikat sedimen dan melindungi garis pantai dari abrasi dan tsunami.
Hal ini menjadikan upaya percepatan rehabilitasi mangrove berbasis masyarakat penting dilakukan. Terkait hal ini, BRGM akan membangung Desa Mandiri Peduli Mangrove.
“Kami bentuk agar masyarakat diedukasi, diperkuat kelembagaanya, dan diberi akses untuk pendanaan dan kebijakan untuk mengelola ekosistem mangrove yang berkelanjutan,” jelas Hartono.
Untuk memastikan keberanjutan upaya rehabilitasi ini, BRGM terus menyinergikan program rehabilitasi mangrove ini dengan berbagai pihak seperti Kemenkomarves, KLHK, KKP, Kemendes, pemerintah daerah serta mitra. Koordinasi dan singkronisasi dilakukan juga untuk mendukung perencanaan makro dan mikro rehabilitasi mangrove di Indonesia.
Hartono juga menyampaikan, upaya percepatan rehabilitasi mangrove yang dimulai dari bulai Mei sampai Juli 2021 melalui penanaman bibit mangrove telah dilakukan pada areal mangrove seluas 10.016 ha. Upaya ini masih akan terus dioptimalkan agar target tahunan tercapai.
Dia berharap, dalam memperingati Hari Mangrove Sedunia hari ini, dapat dijadikan sebagai memomentum untuk memperbaharui komitmen penyelamatan mangrove Indonesia, diiringi dengan pengelolaan mangrove yang bijak dan keberlanjutan, tidak hanya untuk masyarakat Indonesia, tapi juga untuk dunia.
Lihat Juga: Eco Action: Nusantara Regas Tanam 2.000 Mangrove dan Aksi Bersih Pantai di Pulau Pramuka
Kepala BRGM Hartono mengatakan ekosistem mangrove di Indonesia sekitar 3,31 juta hektare atau 24% dari total mangrove dunia. Hal ini menjadikan Indonesia negara dengan sebaran mangrove terluas didunia, sekaligus sebagai pengendalian perubahan iklim global. Pasalnya, ekosistem mangrove memiliki kemampuan untuk menyimpan cadangan karbon 4-5 kali lebih besar dibandingkan hutan daratan. Sehingga upaya perlindungan dan pelestarian mangrove Indonesia penting dilakukan.
“Sayangnya, sekitar 637.000 ha mangrove Indonesia masuk dalam kategori kritis. Penyebab kerusakan karena terjadinya perubahan alih fungsi mangrove, seperti konversi tambak illegal, perkebunan, pemukiman serta penebangan mangrove untuk kayu bakar dan bahan baku arang,” kata Hartono saat memperingati Hari Mangrove Sedunia di Jakarta, Senin (26/7/2021).
Menurutnya, luasnya kerusakan mangrove ini, mendorong pemerintah Indonesia melakukan upaya rehabilitasi mangrove. Komitmen ini terlihat dengan diterbitkannya Perpres No, 1 Tahun 2020, dimana Badan Restorasi Gambut dan Mangrove diamanatkan untuk melakukan percepatan rehabilitasi mangrove di 9 provinsi prioritas, yaitu Kepulauan Riau, Riau, Sumatera Utara, Kepulauan Bangka Belitung, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Papua dan Papua Barat.
“Luasan areal rehabilitasi mangrove yang akan dilakukan BRGM sekitar 637.000 ha sampai tahun 2024. Untuk tahun 2021, target rehabilitasi mangrove BRGM adalah 43.000 ha dari 83.000 ha target nasional,” jelasnya.
Hartono juga menjelaskan, upaya percepatan rehabilitasi mangrove yang dilakukan BRGM tidak hanya memulihkan ekologi mangrove, tapi juga dapat meningkatkan kesejehteraan masyarakat yang tinggal di areal hutan mangrove.
Untuk itu, BRGM menggunakan pendekatan padat karya melalui penanaman bibit mangrove dengan melibatkan masyarakat secara langsung. “Kunci keberhasilan rehabilitasi mangrove adalah adanya keterlibatan masyarakat,” tambah Hartono.
Dia menjelaskan, masyarakat di areal mangrove berinteraksi secara langsung dan memiliki ketergantungan secara sosial dan ekonomi pada hutan mangrove. Ketergantungan ini karena fungsi ekologi mangrove, yaitu sebagai tempat berpijah aneka biota laut, penyerap polutan, mencegah intrusi air laut, mengikat sedimen dan melindungi garis pantai dari abrasi dan tsunami.
Hal ini menjadikan upaya percepatan rehabilitasi mangrove berbasis masyarakat penting dilakukan. Terkait hal ini, BRGM akan membangung Desa Mandiri Peduli Mangrove.
“Kami bentuk agar masyarakat diedukasi, diperkuat kelembagaanya, dan diberi akses untuk pendanaan dan kebijakan untuk mengelola ekosistem mangrove yang berkelanjutan,” jelas Hartono.
Untuk memastikan keberanjutan upaya rehabilitasi ini, BRGM terus menyinergikan program rehabilitasi mangrove ini dengan berbagai pihak seperti Kemenkomarves, KLHK, KKP, Kemendes, pemerintah daerah serta mitra. Koordinasi dan singkronisasi dilakukan juga untuk mendukung perencanaan makro dan mikro rehabilitasi mangrove di Indonesia.
Hartono juga menyampaikan, upaya percepatan rehabilitasi mangrove yang dimulai dari bulai Mei sampai Juli 2021 melalui penanaman bibit mangrove telah dilakukan pada areal mangrove seluas 10.016 ha. Upaya ini masih akan terus dioptimalkan agar target tahunan tercapai.
Dia berharap, dalam memperingati Hari Mangrove Sedunia hari ini, dapat dijadikan sebagai memomentum untuk memperbaharui komitmen penyelamatan mangrove Indonesia, diiringi dengan pengelolaan mangrove yang bijak dan keberlanjutan, tidak hanya untuk masyarakat Indonesia, tapi juga untuk dunia.
Lihat Juga: Eco Action: Nusantara Regas Tanam 2.000 Mangrove dan Aksi Bersih Pantai di Pulau Pramuka
(dar)