SNI Wajib Profil Baja Ringan, Senjata Ampuh Adang Gempuran Impor
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Perindustrian terus mendorong pengembangan dan daya saing industri material sebagai sektor yang menopang pembangunan infrastruktur dan juga properti di Tanah Air. Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan, industri penunjang di sektor konstruksi ini juga harus dijaga.
“Salah satu kegiatan kritikal yang tetap berjalan selama PPKM adalah sektor konstruksi atau infrastuktur publik. Artinya, industri penunjangnya juga perlu dijaga aktivitas produksinya agar bisa memenuhi pasokan bahan baku,” terang Menteri Agus Gumiwang Kartasasmita saat membuka diskusi virtual Urban Forum 2021, dikutip Kamis (29/7).
Agus pun meminta sektor industri juga tetap menegakkan protokol kesehatan sesuai Surat Edaran Kemenperin No. 3/2021 tentang aturan protokol kesehatan di lingkungan industri. Dia mengimbau agar perusahaan industri dan perusahaan kawasan industri yang memiliki Izin Operasional dan Mobilitas Kegiatan Industri (IOMKI) bisa melakukan pelaporan melalui aplikasi Sistem Informasi Industri Nasional (SIINas) setiap Selasa dan Jumat, untuk bisa memonitor kinerja dari industri tersebut.
Baca juga:9 Ribu Video Olimpiade Tokyo Dikirim lewat Layanan Cloud Alibaba
Sementara itu, Direktur Kelembagaan dan Sumber Daya Konstruksi Kementerian PUPR Nicodemus Daud menjelaskan, selaras dengan pemerintah pihaknya juga terus berupaya mendorong kemajuan industri rantai pasok nasional sebagai penopang utama pembangunan infrastruktur.
Langkah-langkah yang diambil di antaranya adalah dengan meningkatkan penggunaan material dan peralatan produksi dalam negeri yang memberikan nilai tambah, menyusun big data rantai pasok MPK (Material Peralatan Konstruksi) dan kemudian meningkatkan utilitas produksi rantai pasok MPK nasional. Dengan begitu, perlu adanya kebijakan berpihak terhadap penggunaan produk alat berat nasional dan optimalisasi TKDN pada proyek infrastruktur nasional.
“Selain itu, kerja sama dan kolaborasi dalam peningkatan pengawasan bersama terhadap barang beredar, khususnya produk MPK yang tidak sesuai SNI dan produk MPK impor di dalam negeri sehingga dapat menjamin keamanan, keselamatan, kesehatan dan Keberlanjutan konstruksi (K4) dan daya saing industri konstruksi berbasis kemandirian industri MPK nasional,” tambahnya lagi.
Menanggapi hal ini, Ketua Umum Asosiasi Roll Former Indonesia (ARFI) Nicolas Kesuma mengapresiasi kebijakan pemerintah terkait upaya peningkatan TKDN dan SNI. Menurut pria yang baru dilantik menjadi Ketua Umum ARFI periode 2021-2023 ini, kebijakan peningkatan TKDN dan SNI merupakan salah satu senjata pamungkas penahan gempuran produk roll forming impor yang hingga kini masih membanjiri Tanah Air.
Sebelumnya, ia menerangkan, ARFI adalah asosiasi yang dibentuk sebagai wadah bagi para produsen di industri manufaktur di bidang roll forming. Suatu proses pengrolan dingin dengan tujuan pembentukan suatu profil baja menjadi sebuah produk akhir seperti atap gelombang, genteng metal, rangka atap, rangka plafon dan dinding dan lain-lain yang bisa masuk ke semua segmen dalam proyek nasional, khususnya residensial, komersial dan juga industrial.
Saat ini anggota ARFI berjumlah 16 perusahaan besar Roll Forming yang tersebar diseluruh Indonesia. Semua anggota ARFI taat menerapkan kebijakan Kementerian Perindustrian.
Nicolas menambahkan, saat ini masih ada dua tantangan berat yang kini tengah dihadapi sektor industri baja ringan. Yang pertama terkait importasi produk raw material atau koilnya yang masih ditemukan adanya penyalahgunaan yang dilakukan beberapa importir. Kemudian impor produk jadi, karena ini merupakan industri yang dilakoni anggota-anggota ARFI.
Baca juga:Tak Bisa Prediksi Kapan Berakhir, Indonesia Akan Hidup Berdampingan dengan Corona?
“Posisi ARFI adalah produk-produk yang sudah mendekati hilir. Kalau dilihat dari hulunya ada IZASI (Indonesia Zinc-Alumunium Steel Industries) yang memproduksi koil atau raw material. Dan juga awalnya ini bahan bakunya adalah CRC (Cold Roll Coil). CRC masih mengalami defisit untuk memenuhi kebutuhan Indonesia. Lalu setelah mendapat koil-koil dari produsen Indonesia kami mengolahnya menjadi atap gelombang, genteng metal dan lain-lain. Jadi masih ditemukan adanya penyalahgunaan importasi boron masuk ke indonesia dan digunakan sebagai bahan baku untuk atap ataupun baja ringan,” urainya lagi.
Karena itu, guna menahan gempuran produk-produk impor tersebut, ARFI berharap pemerintah segera mewajibkan penerapan Sertifikat Nasional Indonesia (SNI) 8399-2017 untuk profil baja ringan bagi seluruh pelaku industri baja ringan yang berbisnis di Tanah Air.
“Penerapan ini diharapkan bersifat wajib, bukan sekadar imbauan. Sebab, cukup banyak peristiwa atau kejadian atap baja ringan roboh atau kita menyebutnya gagal konstruksi lantaran standardisasi produknya tidak sesuai SNI,” tegasnya lagi.
Dengan begitu ia berharap, industri baja ringan nasional dapat kembali bergeliat sehingga dapat mendukung upaya percepatan pemerataan pembangunan dan meningkatkan ekonomi nasional sejalan dengan upaya yang sudah dilakukan pemerintah di tengah pandemi seperti sekarang ini.
“Salah satu kegiatan kritikal yang tetap berjalan selama PPKM adalah sektor konstruksi atau infrastuktur publik. Artinya, industri penunjangnya juga perlu dijaga aktivitas produksinya agar bisa memenuhi pasokan bahan baku,” terang Menteri Agus Gumiwang Kartasasmita saat membuka diskusi virtual Urban Forum 2021, dikutip Kamis (29/7).
Agus pun meminta sektor industri juga tetap menegakkan protokol kesehatan sesuai Surat Edaran Kemenperin No. 3/2021 tentang aturan protokol kesehatan di lingkungan industri. Dia mengimbau agar perusahaan industri dan perusahaan kawasan industri yang memiliki Izin Operasional dan Mobilitas Kegiatan Industri (IOMKI) bisa melakukan pelaporan melalui aplikasi Sistem Informasi Industri Nasional (SIINas) setiap Selasa dan Jumat, untuk bisa memonitor kinerja dari industri tersebut.
Baca juga:9 Ribu Video Olimpiade Tokyo Dikirim lewat Layanan Cloud Alibaba
Sementara itu, Direktur Kelembagaan dan Sumber Daya Konstruksi Kementerian PUPR Nicodemus Daud menjelaskan, selaras dengan pemerintah pihaknya juga terus berupaya mendorong kemajuan industri rantai pasok nasional sebagai penopang utama pembangunan infrastruktur.
Langkah-langkah yang diambil di antaranya adalah dengan meningkatkan penggunaan material dan peralatan produksi dalam negeri yang memberikan nilai tambah, menyusun big data rantai pasok MPK (Material Peralatan Konstruksi) dan kemudian meningkatkan utilitas produksi rantai pasok MPK nasional. Dengan begitu, perlu adanya kebijakan berpihak terhadap penggunaan produk alat berat nasional dan optimalisasi TKDN pada proyek infrastruktur nasional.
“Selain itu, kerja sama dan kolaborasi dalam peningkatan pengawasan bersama terhadap barang beredar, khususnya produk MPK yang tidak sesuai SNI dan produk MPK impor di dalam negeri sehingga dapat menjamin keamanan, keselamatan, kesehatan dan Keberlanjutan konstruksi (K4) dan daya saing industri konstruksi berbasis kemandirian industri MPK nasional,” tambahnya lagi.
Menanggapi hal ini, Ketua Umum Asosiasi Roll Former Indonesia (ARFI) Nicolas Kesuma mengapresiasi kebijakan pemerintah terkait upaya peningkatan TKDN dan SNI. Menurut pria yang baru dilantik menjadi Ketua Umum ARFI periode 2021-2023 ini, kebijakan peningkatan TKDN dan SNI merupakan salah satu senjata pamungkas penahan gempuran produk roll forming impor yang hingga kini masih membanjiri Tanah Air.
Sebelumnya, ia menerangkan, ARFI adalah asosiasi yang dibentuk sebagai wadah bagi para produsen di industri manufaktur di bidang roll forming. Suatu proses pengrolan dingin dengan tujuan pembentukan suatu profil baja menjadi sebuah produk akhir seperti atap gelombang, genteng metal, rangka atap, rangka plafon dan dinding dan lain-lain yang bisa masuk ke semua segmen dalam proyek nasional, khususnya residensial, komersial dan juga industrial.
Saat ini anggota ARFI berjumlah 16 perusahaan besar Roll Forming yang tersebar diseluruh Indonesia. Semua anggota ARFI taat menerapkan kebijakan Kementerian Perindustrian.
Nicolas menambahkan, saat ini masih ada dua tantangan berat yang kini tengah dihadapi sektor industri baja ringan. Yang pertama terkait importasi produk raw material atau koilnya yang masih ditemukan adanya penyalahgunaan yang dilakukan beberapa importir. Kemudian impor produk jadi, karena ini merupakan industri yang dilakoni anggota-anggota ARFI.
Baca juga:Tak Bisa Prediksi Kapan Berakhir, Indonesia Akan Hidup Berdampingan dengan Corona?
“Posisi ARFI adalah produk-produk yang sudah mendekati hilir. Kalau dilihat dari hulunya ada IZASI (Indonesia Zinc-Alumunium Steel Industries) yang memproduksi koil atau raw material. Dan juga awalnya ini bahan bakunya adalah CRC (Cold Roll Coil). CRC masih mengalami defisit untuk memenuhi kebutuhan Indonesia. Lalu setelah mendapat koil-koil dari produsen Indonesia kami mengolahnya menjadi atap gelombang, genteng metal dan lain-lain. Jadi masih ditemukan adanya penyalahgunaan importasi boron masuk ke indonesia dan digunakan sebagai bahan baku untuk atap ataupun baja ringan,” urainya lagi.
Karena itu, guna menahan gempuran produk-produk impor tersebut, ARFI berharap pemerintah segera mewajibkan penerapan Sertifikat Nasional Indonesia (SNI) 8399-2017 untuk profil baja ringan bagi seluruh pelaku industri baja ringan yang berbisnis di Tanah Air.
“Penerapan ini diharapkan bersifat wajib, bukan sekadar imbauan. Sebab, cukup banyak peristiwa atau kejadian atap baja ringan roboh atau kita menyebutnya gagal konstruksi lantaran standardisasi produknya tidak sesuai SNI,” tegasnya lagi.
Dengan begitu ia berharap, industri baja ringan nasional dapat kembali bergeliat sehingga dapat mendukung upaya percepatan pemerataan pembangunan dan meningkatkan ekonomi nasional sejalan dengan upaya yang sudah dilakukan pemerintah di tengah pandemi seperti sekarang ini.
(uka)