Disokong Tiga Bank Asing, PLTS Terapung Cirata Ditargetkan COD Tahun Depan
loading...
A
A
A
JAKARTA - PT Pembangkitan Jawa Bali Masdar Solar Energi (PMSE), perusahaan patungan yang mengembangkan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Terapung Cirata , Purwakarta, Jawa Barat, kemarin mengumumkan telah mencapai kesepakanan pendanaan dari tiga lembaga keuangan internasional. Ketiga lembaga keuangan asing tersebut adalah Sumitomo Mitsui Banking Corporation, Societe Generale, dan Standard Chartered Bank.
Perbankan asing itu sepakat membiayai 80% dari total nilai proyek PLTS Terapung berkapasitas 145 Mega Watt AC (MWAc) itu sebesar USD140 juta (sekitar Rp1,98 triliun, kurs Rp14.200 per USD). Adapun 20% porsi pembiayaan PLTS Terapung terbesar di Asia Tenggara itu berasal dari modal sendiri PMSE. Sekadar diketahui, PMSE merupakan perusahaan patungan yang sahamnya dimiliki oleh PT PJB Investasi sebesar 51% dan Abu Dhabi Future Energy Company PJSC – Masdar (49%).
"Kami telah mencapai financial close pada 2 Agustus 2021 dan diharapkan proyek ini akan mencapai COD (Commercial Operations Date) pada November 2022," kata Direktur Utama PT Pembangkitan Jawa Bali (PJB) Gong Matua Hasibuan, di Jakarta, Selasa (3/8/2021).
Dengan dicapainya financial close tersebut, ujar dia, diharapkan PJB yang merupakan anak usaha PT PLN (persero) dapat terus berkontribusi dalam upaya mempercepat bauran energi baru terbarukan (EBT) sesuai target pemerintah yakni sebesar 23% pada 2025. Gong Matua Hasibuan menambahkan, tuntasnya urusan persyaratan dengan lembaga pemberi pinjaman ini, maka pihaknya optimistis proyek pembangunan akan berjalan lancar dan bisa beroperasi pada November 2022 mendatang. "Proyek ini telah melalui tahapan penting pada 2 Agustus yakni mencapai titik kritis financial close. Lender (pemberi kredit) kami konfirmasi semua syarat terpenuhi,” ujar dia.
Proyek PLTS Terapung Cirata digadang-gadang menjadi benchmark pengembangan PLTS terapung di Tanah Air dengan skala yang berbeda-beda. Hal ini sesuai dengan kondisi sumber daya air yang dimiliki Indonesia dan tersebar di sejumlah daerah. Khusus di Waduk PLTA Cirata, Purwakarta, Jawa Barat, PLTS Terapung tersebut berada di area seluas 250 Ha. Adapun skema perjanjian jual beli listrik (PPA)-nya selama 25 tahun dengan skema build, operate, own, transfer (BOOT). Dalam kerja sama tersebut, PMSE akan menjual listrik kepada PLN sebagai off taker dengan harga 5,81 sen dolar per kWh.
Pada operasionalnya nanti, listrik yang dihasilkan oleh PMSE akan disalurkan melalui transmisi 150kV dengan tower sepanjang 3,2 kilometer sirkit (kms) dan diokoneksikan dengan Gardu Induk Cirata. "Proyek ini akan berdampak positif untuk target EBT 23% pada 2025 dan membantu mewujudkan komitmen Indonesia untuk menurunkan emisi karbon. Proyek ini juga membuka lapangan kerja dan menaikkan industri dalam negeri," kata Gong Matua Hasibuan.
Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Pahala N Mansury mengatakan, PLTS Terapung yang telah melakukan Project Kick-Off Ceremony dan memulai proses konstruksi pada 17 Mei 2021 lalu itu merupakan salah satu percontohan dan menjadi model pengembangan pemanfaatan sumber daya air (SDA) untuk diterapkan di wilayah lain. “Proyek seperti ini merupakan contoh adanya peningkatan nilai guna sumber daya air untuk mengurangi emisi karbon pada 2030,” ujar Pahala.
Dia menambahkan, kerja sama yang dilakukan dengan investor dari Uni Emirat Arab (UEA) ini juga menjadi contoh bagaimana BUMN bekerja sama dengan Masdar yang diharapkan menjadi pondasi kerja sama berikutnya. Direktur Utama PLN Zulkifli Zaini mengatakan, proyek ini telah mencapai financial close yang merupakan tahapan penting dan menandakan bahwa kebutuhan pendanaan proyek mendapat dukungan dari perbankan internasional. Dia menambahkan, dengan diperolehnya dukungan pendanaan maka tahapan konstruksi akan dapat dilanjutkan. Menurutnya, progres konstruksi telah dimulai sejak 17 Mei lalu dan saat ini dalam tahap detail engineering design.
"Kami berharap pengembangan PLTS ini menjadi pemicu pengembangan EBT khususnya PLTS dengan tarif yang kompetitif sebagai upaya PLN untuk menghadirkan energi bersih, andal, dan serta tingkat keekonomian yang wajar," kata Zulkifli.
Perbankan asing itu sepakat membiayai 80% dari total nilai proyek PLTS Terapung berkapasitas 145 Mega Watt AC (MWAc) itu sebesar USD140 juta (sekitar Rp1,98 triliun, kurs Rp14.200 per USD). Adapun 20% porsi pembiayaan PLTS Terapung terbesar di Asia Tenggara itu berasal dari modal sendiri PMSE. Sekadar diketahui, PMSE merupakan perusahaan patungan yang sahamnya dimiliki oleh PT PJB Investasi sebesar 51% dan Abu Dhabi Future Energy Company PJSC – Masdar (49%).
"Kami telah mencapai financial close pada 2 Agustus 2021 dan diharapkan proyek ini akan mencapai COD (Commercial Operations Date) pada November 2022," kata Direktur Utama PT Pembangkitan Jawa Bali (PJB) Gong Matua Hasibuan, di Jakarta, Selasa (3/8/2021).
Dengan dicapainya financial close tersebut, ujar dia, diharapkan PJB yang merupakan anak usaha PT PLN (persero) dapat terus berkontribusi dalam upaya mempercepat bauran energi baru terbarukan (EBT) sesuai target pemerintah yakni sebesar 23% pada 2025. Gong Matua Hasibuan menambahkan, tuntasnya urusan persyaratan dengan lembaga pemberi pinjaman ini, maka pihaknya optimistis proyek pembangunan akan berjalan lancar dan bisa beroperasi pada November 2022 mendatang. "Proyek ini telah melalui tahapan penting pada 2 Agustus yakni mencapai titik kritis financial close. Lender (pemberi kredit) kami konfirmasi semua syarat terpenuhi,” ujar dia.
Proyek PLTS Terapung Cirata digadang-gadang menjadi benchmark pengembangan PLTS terapung di Tanah Air dengan skala yang berbeda-beda. Hal ini sesuai dengan kondisi sumber daya air yang dimiliki Indonesia dan tersebar di sejumlah daerah. Khusus di Waduk PLTA Cirata, Purwakarta, Jawa Barat, PLTS Terapung tersebut berada di area seluas 250 Ha. Adapun skema perjanjian jual beli listrik (PPA)-nya selama 25 tahun dengan skema build, operate, own, transfer (BOOT). Dalam kerja sama tersebut, PMSE akan menjual listrik kepada PLN sebagai off taker dengan harga 5,81 sen dolar per kWh.
Pada operasionalnya nanti, listrik yang dihasilkan oleh PMSE akan disalurkan melalui transmisi 150kV dengan tower sepanjang 3,2 kilometer sirkit (kms) dan diokoneksikan dengan Gardu Induk Cirata. "Proyek ini akan berdampak positif untuk target EBT 23% pada 2025 dan membantu mewujudkan komitmen Indonesia untuk menurunkan emisi karbon. Proyek ini juga membuka lapangan kerja dan menaikkan industri dalam negeri," kata Gong Matua Hasibuan.
Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Pahala N Mansury mengatakan, PLTS Terapung yang telah melakukan Project Kick-Off Ceremony dan memulai proses konstruksi pada 17 Mei 2021 lalu itu merupakan salah satu percontohan dan menjadi model pengembangan pemanfaatan sumber daya air (SDA) untuk diterapkan di wilayah lain. “Proyek seperti ini merupakan contoh adanya peningkatan nilai guna sumber daya air untuk mengurangi emisi karbon pada 2030,” ujar Pahala.
Dia menambahkan, kerja sama yang dilakukan dengan investor dari Uni Emirat Arab (UEA) ini juga menjadi contoh bagaimana BUMN bekerja sama dengan Masdar yang diharapkan menjadi pondasi kerja sama berikutnya. Direktur Utama PLN Zulkifli Zaini mengatakan, proyek ini telah mencapai financial close yang merupakan tahapan penting dan menandakan bahwa kebutuhan pendanaan proyek mendapat dukungan dari perbankan internasional. Dia menambahkan, dengan diperolehnya dukungan pendanaan maka tahapan konstruksi akan dapat dilanjutkan. Menurutnya, progres konstruksi telah dimulai sejak 17 Mei lalu dan saat ini dalam tahap detail engineering design.
"Kami berharap pengembangan PLTS ini menjadi pemicu pengembangan EBT khususnya PLTS dengan tarif yang kompetitif sebagai upaya PLN untuk menghadirkan energi bersih, andal, dan serta tingkat keekonomian yang wajar," kata Zulkifli.
(nng)