BTN Ajak Pengembang Terapkan Sistem Ekonomi Sirkular di Sektor Perumahan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Praktik sistem ekonomi sirkular tengah menjadi tren global seiring makin terbatasnya sumber daya alam yang tersedia karena tidak bisa diperbaharui, ini terkait dengan kepastian dan keberlangsungan usaha dalam jangka panjang. Tidak kalah penting, penerapan sistem ekonomi sirkular diyakini akan membawa dampak positif bagi keberlangsungan alam dan lingkungan.
Pandangan ini dikemukakan oleh Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara Tbk ( BTN ), Haru Koesmahargyo saat menjadi nara sumber dalam Seminar Virtual bertema Ekonomi Sirkular: Aktivitas yang Menguntungkan Menuju Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) yang digelar oleh Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI)di Jakarta.
Menurut Haru, sistem ekonomi linear atau tradisional yang saat ini masih dominan diterapkan oleh pelaku usaha akan mengancam keberlangsungan bisnis dan lingkungan, karena sifatnya hanya mengambil sumber daya yang ada, membuat produk untuk digunakan konsumen, selanjutnya dibuang setelah digunakan.
Selain membuat volume limbah terus meningkat, bahan baku yang digunakan akan makin minim dan mendatangkan kenaikan harga produk. Akibatnya masalah kebarlanjutan bisnis dan lingkungan pun terancam.
Berbeda dengan sistem ekonomi sirkular, Haru menerangkan, limbah produk bisa di-recycle atau di-reused, baik untuk produksi barang yang sama, maupun sebagai bahan baku pada industri lain.
Selain itu sistem hijau ini juga dapat memberikan multiplier effect terhadap penciptaan bisnis dan lapangan kerja baru sehingga akan mendorong pertumbuhan investasi.
Memandang kondisi tadi, Haru menilai terdapat risiko yang tinggi pada semua sektor bisnis bila terus menerapkan sistem ekonomi linear. “Risiko bagi semua adalah ancaman perubahan iklim (climate change) yang membuat kian meningkatnya ketidakpastian bagi bisnis dan lingkungan alam,” urai Haru.
Untuk itu, dia meyakini penerapan ekonomi sirkular bukan hanya bagus untuk lingkungan society tetapi juga secara ekonomi dan dunia usaha agar bisa sustain secara jangka panjang.
Karena itu menurut Haru, persoalan kepastian sustainability kini mulai menjadi pertimbangan penting perbankan dalam penyaluran pembiayaan.
Pandangan ini dikemukakan oleh Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara Tbk ( BTN ), Haru Koesmahargyo saat menjadi nara sumber dalam Seminar Virtual bertema Ekonomi Sirkular: Aktivitas yang Menguntungkan Menuju Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) yang digelar oleh Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI)di Jakarta.
Menurut Haru, sistem ekonomi linear atau tradisional yang saat ini masih dominan diterapkan oleh pelaku usaha akan mengancam keberlangsungan bisnis dan lingkungan, karena sifatnya hanya mengambil sumber daya yang ada, membuat produk untuk digunakan konsumen, selanjutnya dibuang setelah digunakan.
Selain membuat volume limbah terus meningkat, bahan baku yang digunakan akan makin minim dan mendatangkan kenaikan harga produk. Akibatnya masalah kebarlanjutan bisnis dan lingkungan pun terancam.
Berbeda dengan sistem ekonomi sirkular, Haru menerangkan, limbah produk bisa di-recycle atau di-reused, baik untuk produksi barang yang sama, maupun sebagai bahan baku pada industri lain.
Selain itu sistem hijau ini juga dapat memberikan multiplier effect terhadap penciptaan bisnis dan lapangan kerja baru sehingga akan mendorong pertumbuhan investasi.
Memandang kondisi tadi, Haru menilai terdapat risiko yang tinggi pada semua sektor bisnis bila terus menerapkan sistem ekonomi linear. “Risiko bagi semua adalah ancaman perubahan iklim (climate change) yang membuat kian meningkatnya ketidakpastian bagi bisnis dan lingkungan alam,” urai Haru.
Untuk itu, dia meyakini penerapan ekonomi sirkular bukan hanya bagus untuk lingkungan society tetapi juga secara ekonomi dan dunia usaha agar bisa sustain secara jangka panjang.
Karena itu menurut Haru, persoalan kepastian sustainability kini mulai menjadi pertimbangan penting perbankan dalam penyaluran pembiayaan.