RUU EBT, Pemerintah Diminta Waspadai Ketahanan APBN Terkait PLTS Atap

Senin, 16 Agustus 2021 - 08:59 WIB
loading...
RUU EBT, Pemerintah Diminta Waspadai Ketahanan APBN Terkait PLTS Atap
Pemerintah perlu mewaspadai ketahanan APBN terkait dengan rencana pengembangan PLTS Atap.
A A A
JAKARTA - Pemerintah perlu mewaspadai ketahanan APBN terkait dengan rencana pengembangan PLTS Atap seperti yang tertulis dalam draf RUU Energi Baru Terbarukan.

Mukhtasor, pakar energi dari Institut Teknologi Surabaya (ITS) mengatakan pemerintah sangat penting untuk menjaga program percepatan energi terbarukan secara berkelanjutan dalam konteks APBN. Salah satu yang diatur adalah PLTS Atap.

(Baca juga:Hati-hati!, Aturan Wajib Beli Listrik Energi Terbarukan Bisa Bebani Negara)

Pasalnya, sejumlah klausul yang muncul pada draf RUU EBT dinilai akan berdampak signifikan terhadap keuangan negara. Khususnya di kondisi serba sulit akibat dampak Covid-19, serta badan usaha milik negara (BUMN) di bidang kelistrikan.

Dia menilai APBN akan mendapat beban yang cukup berat dari program yang sedang dicanangkan demi mengejar percepatan perkembangan energi hijau di Indonesia.

(Baca juga:Pengamat: Indonesia Harus Fokus pada Teknologi Luar Angkasa, Internet, dan Energi Terbarukan)

Mukhtasor mengatakan jika harga listrik yang bersumber dari energi terbarukan lebih tinggi, salah satunya PLTS Atap, dari biaya pokok penyediaan pembangkit listrik, maka pemerintah pusat berkewajiban memberikan pengembalian selisihnya kepada perusahaan listrik milik negara dan/atau badan usaha tersebut.

“Pertanyaannya adalah, kira-kira berapa tahun negara ini mampu menanggung cost ini? Sementara sekarang ini, masyarakat saja sudah mengibarkan bendera putih karena Covid-19. Lapangan kerja juga sulit. Karena bagaimana pun yang kita inginkan, pemerintah atau negara harus bertanggung jawab atas konsekuensi dari program ini,” ujarnya.

(Baca juga:Babak Baru Kerja Sama Energi Terbarukan RI dan PEA)

Sebagai informasi, biaya pokok penyediaan PLTU saat ini sekitar Rp700–900 per kwH, sementara biaya pokok penyediaan PLTS sekitar Rp1.400 per kWh. Dengan demikian, ada lonjakan biaya yang harus ditanggung oleh pemerintah.

Percepatan EBT di Tengah Pasokan Listrik Berlebih

Herman Darnel Ibrahim, Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) menyebutkan bahwa realisasi bauran energi terbarukan Indonesia pada saat ini baru berkisar 10%-11% dari keseluruhan penggunaan energi di Tanah Air.

Angka ini hanya beranjak sedikit dibandingkan realisasi bauran energi terbarukan pada 2009 atau 12 tahun lalu yang berada di level 7%.

“Pada waktu saya menjadi anggota DEN pertama yakni 2009, baurannya 7%. Sekarang hanya 10%-11%. Jadi naiknya hanya sedikit. Dan kalau dilihat tren kenaikannya, maka untuk mencapai 23% itu tidak mudah. Dan ini sulit,” ujar Herman.

(Baca juga:Bangun PLTS 1,34 MW di Kilang Cilacap, Pertamina Perluas Bisnis Energi Terbarukan)

Apalagi, lanjutnya, dengan adanya pandemi Covid-19 yang memukul hampir seluruh sektor industri, pemakaian energi, khususnya energi listrik menjadi jauh berkurang.

Akibatnya, kata dia, terjadi kapasitas listrik berlebih atau over capacity yang alih-alih menjadi keuntungan, namun justru menjadi beban bagi perusahaan penyedia listrik.

“Ini situasi yang dilematis memang. Tetapi saya mengatakan, pesannya adalah maksimalkan energi terbarukan. Targetnya sih tetap ya, tetapi kita maksimalkan saja. Maka kemudian kalau tercapainya seperti apa, ya kita lihat saja,” tuturnya.

Sugeng Suparwoto, Ketua Komisi VII DPR RI, menegaskan bahwa Rancangan Undang-undang tentang Energi Baru Terbarukan (RUU EBT) yang berjumlah 61 pasal membawa misi untuk mendorong pengembangan potensi energi baru dan terbarukan secara optimal.

“Kita akan memperluas seluas-luasnya. Kita akan kembangkan seluruh potensi energi baru terbarukan. Itu yang diakomodir di 61 pasal yang ada di RUU EBT. Jadi, RUU EBT merupakan payung hukum untuk pengembangan EBT. Di situ mengatur sedemikian rupa semuanya berjalan secara simultan,” tegasnya.
(dar)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1813 seconds (0.1#10.140)