Covid-19 Varian Delta Ganggu Pemulihan Ekonomi Negara Berkembang

Jum'at, 20 Agustus 2021 - 21:32 WIB
loading...
Covid-19 Varian Delta...
Foto/Ilustrasi
A A A
JAKARTA - Gelombang baru Covid-19 kini dipicu oleh varian Delta yang menular sangat cepat sehingga mendorong diberlakukannya kembali pembatasan dan penguncian wilayah di seluruh dunia untuk menekan angka kasus positif.

Pembatasan tersebut telah menyebabkan penurunan kegiatan ekonomi dan memberikan tekanan pada pertumbuhan dan pemulihan ekonomi di Indonesia dan global.

Ekonom di Oxford Economics, Tom Rogers mengatakan, varian delta menyebabkan penurunan kegiatan ekonomi seperti terlihat di Amerika Serikat yang juga mengalami peningkatan kasus, serupa dengan di negara lain. Beberapa negara bahkan tampaknya lebih bersedia untuk hidup dengan Covid-19 daripada menyiapkan strategi mengatasi virus itu.



"Dampak dari varian delta ke pemulihan (ekonomi) global tampaknya sederhana tetapi lebih merusak di pasar negara berkembang. Pandangan keseluruhan kami sedikit lebih lemah ke delta dan mungkin puncak siklus telah berlalu," kata Tom dalam Webinar Outlook Perekonomian Global dan Indonesia oleh Bappenas di Jakarta, Jumat (20/8/2021).

Oxford Economics juga menilai di wilayah Asia dengan vaksinasi yang lambat menahan pertumbuhan ekonomi. Melihat pangsa pasar global China telah meningkat, walaupun negara Asia-Pasifik sekarang tertinggal dalam penahanan covid. Wilayah Asia Pasifik akan tumbuh secara substansial pada 2021-2022.

Selain itu, Sung Eun-Jung, yang juga Ekonom di Oxford Economics mengatakan, cakupan vaksinasi yang rendah memperumit strategi negara Asia khususnya Indonesia keluar dari jeratan Covid-19.



Menurut Sung, tanda-tanda awal rebound permintaan domestik akan berbalik pada kuartal II meskipun ekspor juga kehilangan momentum. Pertumbuhan di bawah tren kemungkinan pada tahun 2021 walau berbasis menguntungkan, namun lebih lanjut menunda pemulihan pertumbuhan hingga 2022-2023.

Kebutuhan belanja fiskal akan mendorong rencana konsolidasi, kata Sung, meski begitu inflasi yang rendah dapat mendukung tingkat kebijakan moneter yang akomodatif.

"Kami memperkirakan adanya jaringan parut ekonomi yang signifikan dari pandemi, PDB pada tahun 2025 lebih tinggi dari perkiraan pra-pandemi," tuturnya.
(ind)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2034 seconds (0.1#10.140)