Di Ambang Kolaps, Fitch Solutions Beri Gambaran Mengerikan Soal Ekonomi Afghanistan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Di saat Taliban tengah berupaya membentuk pemerintahan di Afghanistan, sejumlah peringatan muncul terkait kemungkinan kolapsnya ekonomi negara yang selama ini bergantung pada bantuan negara lain itu.
Mengutip ABC News, sebuah laporan dari Fitch Solutions, bagian dari lembaga pemeringkat kredit global Fitch Ratings, melukiskan gambaran yang mengerikan tentang ekonomi Afghanistan . Laporan itu memperingatkan bahwa situasi akan menjadi lebih buruk jika negara-negara Barat dan organisasi keuangan internasional menahan atau menarik bantuan asing.
Pekan ini, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres memperingatkan krisis kemanusiaan akan terjadi di Afghanistan karena bahan bakar, makanan dan obat-obatan habis dan separuh penduduk hidup dalam kemiskinan.
Di bagian lain, Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (IMF) telah memotong bantuan keuangan, sambil menanti keputusan komunitas internasional apakah akan mengakui Taliban sebagai pemerintah sah negara itu.
Seperti diketahui, ada kekhawatiran Taliban akan mengulangi aturan brutal sebelumnya, seperti eksekusi publik, hukum rajam sampai mati karena perzinahan, potong tangan karena mencuri, dan pelarangan perempuan dan anak perempuan bekerja dan bersekolah.
Berbicara kepada ABC dari Singapura, Head of Asia-Pacific Country Risk Fitch Solutions Anwita Basu memperkirakan ekonomi Afghanistan akan menyusut hampir 10% tahun ini dan lebih dari 5% tahun depan.
"Kejutan pertama adalah pemotongan dana yang efektif, terutama dana publik. Hampir 75% keuangan pemerintah (Afghanistan) pada dasarnya didanai oleh bantuan," katanya seperti dikutip, Jumat (3/9/2021).
Basu mengatakan ketidakpastian politik dan pandemi virus corona menambah masalah yang dihadapi Afghanistan. Terlebih, akses negara itu terhadap vaksin kian suram setelah pengambilalihan Taliban.
Dia mengatakan, mata uang Afghanistan, Afghani, bisa terdepresiasi lebih lanjut karena sebagian besar aset asing Afghanistan telah dibekukan oleh bank sentral AS untuk menghentikan Taliban dari mendapatkan akses ke mereka.
Basu mengatakan, jatuhnya mata uang telah merugikan Afghanistan dengan menyebabkan lonjakan inflasi yang signifikan, dengan harga barang-barang penting naik lebih dari sepertiga bulan lalu.
"Jika ini terus berlanjut, apa yang akan terjadi adalah nilai mata uang yang sebenarnya pada dasarnya akan runtuh. Dan itu dapat menciptakan situasi hiperinflasi yang hanya kita lihat di zaman modern di Afrika sub-Sahara dan Amerika Latin, bahkan mungkin di situasi ala Lebanon," ujarnya.
Sementara, pengiriman kemanusiaan PBB masih mengalir ke negara itu. Selain itu, Qatar akan membantu Taliban membuka kembali Bandara Kabul, yang ditutup setelah pasukan AS menyelesaikan penarikan mereka awal pekan ini. Layanan pengiriman uang Western Union juga telah dibuka kembali untuk bisnis di negara tersebut.
Basu mengatakan, mungkin ada proyeksi yang lebih positif jika negara-negara seperti Rusia dan China mengakui Taliban sebagai pemerintah yang sah dan meningkatkan investasinya di Afghanistan. Hal itu dinilai dapat mengimbangi penurunan bantuan asing.
Namun, mantan pejabat pemerintah Afghanistan Nematullah Bizhan mengatakan Fitch Solutions terlalu optimis tentang situasi politik dan keamanan di negara itu, karena memperkirakan bahwa setelah tiga tahun kondisi akan normal dan ekonomi akan pulih.
Bizhan adalah dosen kebijakan publik dan pembangunan internasional di Australian National University dan penasihat pemerintah Afghanistan, termasuk menjabat sebagai wakil menteri pemuda dan direktur jenderal anggaran di Kementerian Keuangan Afghanistan.
"Itu semua akan tergantung pada apa yang mungkin terjadi di Afghanistan, jika kita memiliki perang saudara," katanya kepada ABC. "Jika ada ketidakamanan dan AS menjatuhkan sanksi pada Taliban, ekonomi akan berkontraksi lebih lanjut dan kami dapat memprediksi keruntuhan keuangan di Afghanistan."
Nemat mengatakan, pengurangan atau penghentian miliaran dolar bantuan asing ke Afghanistan akan memiliki dampak yang menghancurkan. "Sekitar 50% anggaran operasional dibiayai melalui bantuan luar negeri, baik hibah maupun pinjaman. [Juga] cadangannya dibekukan, jadi situasinya memang sangat mengkhawatirkan," paparnya.
Mengutip ABC News, sebuah laporan dari Fitch Solutions, bagian dari lembaga pemeringkat kredit global Fitch Ratings, melukiskan gambaran yang mengerikan tentang ekonomi Afghanistan . Laporan itu memperingatkan bahwa situasi akan menjadi lebih buruk jika negara-negara Barat dan organisasi keuangan internasional menahan atau menarik bantuan asing.
Pekan ini, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres memperingatkan krisis kemanusiaan akan terjadi di Afghanistan karena bahan bakar, makanan dan obat-obatan habis dan separuh penduduk hidup dalam kemiskinan.
Di bagian lain, Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (IMF) telah memotong bantuan keuangan, sambil menanti keputusan komunitas internasional apakah akan mengakui Taliban sebagai pemerintah sah negara itu.
Seperti diketahui, ada kekhawatiran Taliban akan mengulangi aturan brutal sebelumnya, seperti eksekusi publik, hukum rajam sampai mati karena perzinahan, potong tangan karena mencuri, dan pelarangan perempuan dan anak perempuan bekerja dan bersekolah.
Berbicara kepada ABC dari Singapura, Head of Asia-Pacific Country Risk Fitch Solutions Anwita Basu memperkirakan ekonomi Afghanistan akan menyusut hampir 10% tahun ini dan lebih dari 5% tahun depan.
"Kejutan pertama adalah pemotongan dana yang efektif, terutama dana publik. Hampir 75% keuangan pemerintah (Afghanistan) pada dasarnya didanai oleh bantuan," katanya seperti dikutip, Jumat (3/9/2021).
Basu mengatakan ketidakpastian politik dan pandemi virus corona menambah masalah yang dihadapi Afghanistan. Terlebih, akses negara itu terhadap vaksin kian suram setelah pengambilalihan Taliban.
Dia mengatakan, mata uang Afghanistan, Afghani, bisa terdepresiasi lebih lanjut karena sebagian besar aset asing Afghanistan telah dibekukan oleh bank sentral AS untuk menghentikan Taliban dari mendapatkan akses ke mereka.
Basu mengatakan, jatuhnya mata uang telah merugikan Afghanistan dengan menyebabkan lonjakan inflasi yang signifikan, dengan harga barang-barang penting naik lebih dari sepertiga bulan lalu.
"Jika ini terus berlanjut, apa yang akan terjadi adalah nilai mata uang yang sebenarnya pada dasarnya akan runtuh. Dan itu dapat menciptakan situasi hiperinflasi yang hanya kita lihat di zaman modern di Afrika sub-Sahara dan Amerika Latin, bahkan mungkin di situasi ala Lebanon," ujarnya.
Sementara, pengiriman kemanusiaan PBB masih mengalir ke negara itu. Selain itu, Qatar akan membantu Taliban membuka kembali Bandara Kabul, yang ditutup setelah pasukan AS menyelesaikan penarikan mereka awal pekan ini. Layanan pengiriman uang Western Union juga telah dibuka kembali untuk bisnis di negara tersebut.
Basu mengatakan, mungkin ada proyeksi yang lebih positif jika negara-negara seperti Rusia dan China mengakui Taliban sebagai pemerintah yang sah dan meningkatkan investasinya di Afghanistan. Hal itu dinilai dapat mengimbangi penurunan bantuan asing.
Namun, mantan pejabat pemerintah Afghanistan Nematullah Bizhan mengatakan Fitch Solutions terlalu optimis tentang situasi politik dan keamanan di negara itu, karena memperkirakan bahwa setelah tiga tahun kondisi akan normal dan ekonomi akan pulih.
Bizhan adalah dosen kebijakan publik dan pembangunan internasional di Australian National University dan penasihat pemerintah Afghanistan, termasuk menjabat sebagai wakil menteri pemuda dan direktur jenderal anggaran di Kementerian Keuangan Afghanistan.
"Itu semua akan tergantung pada apa yang mungkin terjadi di Afghanistan, jika kita memiliki perang saudara," katanya kepada ABC. "Jika ada ketidakamanan dan AS menjatuhkan sanksi pada Taliban, ekonomi akan berkontraksi lebih lanjut dan kami dapat memprediksi keruntuhan keuangan di Afghanistan."
Nemat mengatakan, pengurangan atau penghentian miliaran dolar bantuan asing ke Afghanistan akan memiliki dampak yang menghancurkan. "Sekitar 50% anggaran operasional dibiayai melalui bantuan luar negeri, baik hibah maupun pinjaman. [Juga] cadangannya dibekukan, jadi situasinya memang sangat mengkhawatirkan," paparnya.
(fai)