Ekonomi Lumpuh, Afghanistan Hadapi Ancaman Kelaparan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Afghanistan sedang menghadapi ancaman kelaparan menakutkan setelah sebulan Kabul jatuh di tangan Taliban . Pasca empat dekade perang dan menyebabkan kematian puluhan ribu orang, kini ekonomi Afghanistan terancam hancur lebur meskipun ratusan miliar dolar telah dikeluarkan untuk pembangunan selama 20 tahun terakhir.
Kekeringan dan kelaparan mendorong warga dari desa beranjak ke kota. Program Pangan Dunia pun khawatir, dalam sebulan ini kehabisan stok makanan menyebabkan 14 juta orang bisa masuk ke jurang kelaparan.
Sementara perhatian Barat terfokus pada apakah pemerintah baru Taliban akan menepati janji melindungi hak-hak perempuan atau justru menawarkan perlindungan kepada kelompok-kelompok militan seperti al Qaeda. Sedangkan prioritas utawa warga Afghanistan bagaimana mereka tetap bisa hidup.
"Setiap orang Afghanistan, anak-anak mereka lapar. Mereka tidak punya sekantong tepung ataupun minyak goreng," kata penduduk Kabul, Abdullah seperti dikutip dari Reuters, Rabu (15/9).
Antrean panjang masih menanti di luar bank, di mana batas penarikan mingguan sebesar USD200 atau 20.000 afghani telah diberlakukan untuk melindungi cadangan negara yang semakin menipis. Pasar dadakan di mana orang menjual barang-barang rumah tangga dengan uang tunai bermunculan di seluruh Kabul, meskipun pembeli kekurangan pasokan.
Bahkan kucuran miliaran dolar bantuan asing tidak membantu ekonomi di Afghanistan dan gagal menyeimbangkan peningkatan populasi negara itu. Banyak pekerja yang tidak digaji sejak Juli lalu. Lapangan pekerjaan pun sudah tidak ada dan ekonomi hampir mati.
"Keamanan cukup baik saat ini tetapi kami tidak mendapatkan apa-apa," kata seorang tukang daging dari daerah Bibi Mahro di Kabul, yang menolak menyebutkan namanya. "Setiap hari, segalanya menjadi lebih buruk bagi kami, lebih pahit. Ini benar-benar situasi yang buruk," keluhnya.
Setelah evakuasi asing yang kacau di Kabul bulan lalu, pertolongan penerbangan pertama mulai berdatangan saat bandara dibuka kembali. Donor internasional telah menjanjikan lebih dari USD1 miliar untuk mencegah apa yang diperingatkan oleh Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres sebagai "Runtuhnya Seluruh Negara".
Sampai saat ini belum ada tanda-tanda pengakuan internasional atau gerakan membuka blokir lebih dari USD9 miliar cadangan devisa yang disimpan di luar Afghanistan. Meskipun para pejabat Taliban telah mengatakan tidak mengulangi aturan fundamentalis yang keras dari pemerintah sebelumnya, yang digulingkan oleh kampanye yang dipimpin AS setelah serangan 11 September 2001, mereka telah berjuang untuk meyakinkan dunia luar bahwa mereka telah benar-benar berubah.
Laporan luas tentang warga sipil yang terbunuh dan jurnalis serta lainnya dipukuli, dan keraguan tentang apakah hak-hak perempuan benar-benar akan dihormati di bawah interpretasi Taliban tentang hukum Islam, telah merusak kepercayaan.
Selain itu, ada ketidakpercayaan mendalam terhadap tokoh-tokoh senior pemerintah Taliban seperti menteri dalam negeri baru Sirajuddin Haqqani yang di cap Amerika Serikat sebagai teroris global. Bahkan kabarnya terjadi perpecahan di internal pemerintah dan desas-desusnya, Wakil Perdana Menteri Abdul Ghani Baradar tewas dalam baku tembak dengan pendukung Haqqani.
Kekeringan dan kelaparan mendorong warga dari desa beranjak ke kota. Program Pangan Dunia pun khawatir, dalam sebulan ini kehabisan stok makanan menyebabkan 14 juta orang bisa masuk ke jurang kelaparan.
Sementara perhatian Barat terfokus pada apakah pemerintah baru Taliban akan menepati janji melindungi hak-hak perempuan atau justru menawarkan perlindungan kepada kelompok-kelompok militan seperti al Qaeda. Sedangkan prioritas utawa warga Afghanistan bagaimana mereka tetap bisa hidup.
"Setiap orang Afghanistan, anak-anak mereka lapar. Mereka tidak punya sekantong tepung ataupun minyak goreng," kata penduduk Kabul, Abdullah seperti dikutip dari Reuters, Rabu (15/9).
Antrean panjang masih menanti di luar bank, di mana batas penarikan mingguan sebesar USD200 atau 20.000 afghani telah diberlakukan untuk melindungi cadangan negara yang semakin menipis. Pasar dadakan di mana orang menjual barang-barang rumah tangga dengan uang tunai bermunculan di seluruh Kabul, meskipun pembeli kekurangan pasokan.
Bahkan kucuran miliaran dolar bantuan asing tidak membantu ekonomi di Afghanistan dan gagal menyeimbangkan peningkatan populasi negara itu. Banyak pekerja yang tidak digaji sejak Juli lalu. Lapangan pekerjaan pun sudah tidak ada dan ekonomi hampir mati.
"Keamanan cukup baik saat ini tetapi kami tidak mendapatkan apa-apa," kata seorang tukang daging dari daerah Bibi Mahro di Kabul, yang menolak menyebutkan namanya. "Setiap hari, segalanya menjadi lebih buruk bagi kami, lebih pahit. Ini benar-benar situasi yang buruk," keluhnya.
Setelah evakuasi asing yang kacau di Kabul bulan lalu, pertolongan penerbangan pertama mulai berdatangan saat bandara dibuka kembali. Donor internasional telah menjanjikan lebih dari USD1 miliar untuk mencegah apa yang diperingatkan oleh Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres sebagai "Runtuhnya Seluruh Negara".
Sampai saat ini belum ada tanda-tanda pengakuan internasional atau gerakan membuka blokir lebih dari USD9 miliar cadangan devisa yang disimpan di luar Afghanistan. Meskipun para pejabat Taliban telah mengatakan tidak mengulangi aturan fundamentalis yang keras dari pemerintah sebelumnya, yang digulingkan oleh kampanye yang dipimpin AS setelah serangan 11 September 2001, mereka telah berjuang untuk meyakinkan dunia luar bahwa mereka telah benar-benar berubah.
Laporan luas tentang warga sipil yang terbunuh dan jurnalis serta lainnya dipukuli, dan keraguan tentang apakah hak-hak perempuan benar-benar akan dihormati di bawah interpretasi Taliban tentang hukum Islam, telah merusak kepercayaan.
Selain itu, ada ketidakpercayaan mendalam terhadap tokoh-tokoh senior pemerintah Taliban seperti menteri dalam negeri baru Sirajuddin Haqqani yang di cap Amerika Serikat sebagai teroris global. Bahkan kabarnya terjadi perpecahan di internal pemerintah dan desas-desusnya, Wakil Perdana Menteri Abdul Ghani Baradar tewas dalam baku tembak dengan pendukung Haqqani.
(nng)