Hak Cuti Dipotong Gara-gara WFH Boleh Engga Sih? Begini Penjelasan Kemnaker

Kamis, 30 September 2021 - 16:08 WIB
loading...
Hak Cuti Dipotong Gara-gara WFH Boleh Engga Sih? Begini Penjelasan Kemnaker
Work from home (WFH) atau bekerja dari rumah menjadi tren baru sejak adanya pandemi Covid-19. Lantas ada pertanyaan apakah perusahaan berhak memotong cuti pekerja seiring WFH yang belakangan menjadi tren. Foto/Dok
A A A
JAKARTA - Work from home (WFH) atau bekerja dari rumah menjadi tren baru sejak adanya pandemi Covid-19. Lantas ada pertanyaan apakah perusahaan berhak memotong cuti pekerja seiring WFH yang belakangan menjadi tren.

Kementerian Ketenagakerjaan ( Kemnaker ) menjelaskan, walaupun bekerja dari rumah, para pekerja tetap berhak atas cuti tahunan yakni minimal 12 hari. Adapun cuti dapat diambil dengan catatan pekerja telah bekerja di perusahaan tersebut selama 12 bulan terus-menerus.

“Prinsipnya, dengan diberlakukannya bekerja dari rumah (Work From Home/WFH), maka pekerja yang bersangkutan tetap dianggap bekerja dan melaksanakan pekerjaannya. Sehingga, secara hukum, pekerja yang bersangkutan tetap berhak atas cuti tahunan minimal 12 hari,” dikutip dari akun Instagram resmi Kementerian Ketenagakerjaan @kemnaker, Kamis (30/9/2021).



Perbuatan perusahaan yang menghapus atau memotong cuti pekerja, tentunya bertentangan dengan hukum. Lebih lanjut, Kemnaker menyampaikan beberapa langkah hukum yang dapat ditempuh pekerja saat mengalami kondisi tersebut.

“Perbuatan perusahaan yang menghapus atau memotong cuti pekerja yang menyebabkan jumlah cuti tahunannya kurang dari 12 hari, tentunya bertentangan dengan hukum,” tulis Kementerian Ketenagakerjaan.

Baca Juga: Tunggu Perkembangan Covid-19, Pemerintah Belum Tetapkan Cuti Bersama 2022

Dikutip dari akun Instagram resmi Kementerian Ketenagakerjaan @kemnaker, berikut tahapan-tahapan yang dapat pekerja upayakan:

1. Rekanaker perlu menempuh perundingan bipartit secara musyawarah untuk mencapai mufakat dengan pengusaha, paling lama 30 haru kerja.

2. Jika perundingan bipartit gagal, salah satu atau kedua belah pihak dapat mencatatkan perselisihan ke Dinas Ketenagakerjaan setempat dengan melampirkan bukti bahwa upaya penyelesaian melalui perundingan bipartit telah dilakukan.

3. Setelah itu, tahapan penyelesaian perselisihan hak selanjutnya dilakukan melalui mediasi.

4. Jika penyelesaian melalui mediasi tidak mencapai kesepakatan, maka salah satu pihak dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan Hubungan Industrial. Selain itu, pengusaha yang melanggar pemberian cuti tahunan dapat dikenai sanksi pidana kurungan minimal 1 bulan dan maksimal 12 bulan dan/atau denda minimal Rp10 juta dan maksimal Rp100 juta (Pasal 81 angka 65 UU Cipta Kerja yang mengubah Pasal 187 ayat (2) UU Ketenagakerjaan).
(akr)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1212 seconds (0.1#10.140)